Komparatif.ID, Banda Aceh— Kabid Pencegahan dan Pengendalian Penyakit (P2P) Dinas Kesehatan (Dinkes) Banda Aceh dr. Supriady mengungkapkan, satu dari empat pria dewasa di Banda Aceh adalah perokok aktif.
“Satu dari empat pria (dewasa) di Banda Aceh adalah perokok,” ujar dr. Supriady pada capacity building da’i perkotaan dalam penegakan Qanun Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di Aula Kantor Dinas Syariat Islam Banda Aceh, Kamis (25/1/2024).
Temuan ini menggambarkan tingginya prevalensi perokok di Banda Aceh, yang berdampak langsung terhadap kesehatan masyarakat, terutama pada anak-anak yang berasal dari keluarga perokok.
“Berdasarkan temuan tim stunting, 98 persen anak penderita stunting berasal dari keluarga perokok,” lanjutnya.
Untuk mengatasi masalah ini, Dinas Kesehatan bekerjasama dengan Dinas Syariat Islam berupaya memperkuat sosialisasi guna mencegah penambahan perokok pemula. Karena menurut data, 80 persen keluarga di Banda Aceh memiliki setidaknya satu perokok aktif, sehingga perlu upaya lebih lanjut mengurangi tingkat prevalensi merokok di masyarakat.
Baca juga: DSI Banda Aceh Gandeng Da’i Sosialisasikan Qanun KTR
“Sekarang fokus kita memperkuat sosialisasi agar tidak ada penambahan perokok pemula. Karena 80 persen keluarga di Banda Aceh memiliki minimal satu perokok aktif,” lanjut dr. Supriady.
Dalam konteks penegakan Qanun Kawasan Tanpa Rokok (KTR), Satpol PP/WH Banda Aceh bekerja sama dengan berbagai pihak telah melakukan razia dan penindakan Tindak Pidana Ringan (Tipiring).
Kabid Penegakan Perundang-undangan Daerah dan SDA Satpol PP/WH Banda Aceh Zakwan mengatakan pada 2022, pihaknya melaksanakan empat kali razia dan Tipiring langsung di lapangan. Namun, pada 2023 tidak ada tipiring yang digelar karena terkendala dana.
“Pada tahun 2023 tidak ada tipiring karena terkendala dana. Namun, untuk tahun 2024, kita akan segera menyusun rencana kerja Tipiring guna memperkuat penegakan Qanun KTR,” ujarnya.
Zakwan menjelaskan penindakan pelanggar KTR dilakukan seperti penindakan pelanggaran lalu lintas (tilang), sehingga dibutuhkan kerjasama lintas sektor karena Satpol PP/WH tidak memiliki kewenangan untuk menentukan hukuman.
“Pelanggaran Qanun KTR ini seperti tilang, dimana ditemukan pelanggaran langsung ditindak. Oleh karena itu, operasi butuh rencana terjadwal karena melibatkan kerja lintas sektor yang turut melibatkan kejaksaan,” ungkap Zakwan.
Sementara itu, Technical Coordinator Banda Aceh Healthy City Nadia Ulfah menjelaskan, tercatat peningkatan kepatuhan hingga dua persen setelah dilakukan Tipiring Satpol PP/WH yang disertai sosialisasi aturan Qanun KTR.
“Terjadi peningkatan kepatuhan hingga dua persen usai Tipiring Satpol PP/WH disertai sosialisasi aturan Qanun KTR,” terang Nadia Ulfah.
Nadia juga menjelaskan pelanggaran Qanun KTR paling tinggi tercatat di tempat hiburan seperti restoran dan cafe, mencapai 80 persen dari total pelanggaran.
“Data kami juga menunjukkan adanya pergantian tren, dimana perokok pemula mulai beralih ke rokok elektrik (vape), yang juga termasuk terlarang dalam Qanun KTR,” pungkas Nadia.