Bale Tale’s

Gareth Frank Bale
Gareth Bale

“Sekarang aku bisa melihat masa lalu, dan mengatakan secara jujur bahwa mimpiku benar-benar terwujud, bahkan lebih daripada yang kuharapkan”.

***

Gareth Frank Bale. Pada 2013, Florentino Perez membawanya ke Santiago Bernabéu. Pemuda jakung yang lahir di Cardiff itu datang untuk menanggung beban berat. Bergabung dengan Real Madrid tentu bukan perkara ringan. Apalagi ia datang sebagai pemain termahal dunia saat itu, Bale diharapkan mampu membawa kembali si Kuping Lebar ke Madrid, yang saat itu telah lama tidak bersua dewi Cibeles.

Transfer Bale dari Tottenham ke Madrid juga bukan perkara mudah. Proses transfer berlarut-larut berlangsung hingga hari terakhir bursa transfer. Akhirnya, Bale mendarat di kota Madrid dengan status sebagai pemain terbaik liga Inggris. Kecepatan dan kemampuan menyelesaikan peluang merupakan salah dua kemampuan utama Bale.

Datang dengan segala kemewahan, Real Madrid tentu berharap hasil instan. Setiap hari punggung Bale terus dipenuhi dengan beban-beban baru. Memenangi liga Champions, merebut dominasi domestik atas rival abadi Barcelona, dan hingga tiap tahun harus terus meraih gelar demi gelar. Beban dan harapan itu terus datang bertubi, tanpa jeda, dan ia pun sadar dengan pilihanya.

Namun ada satu hal yang pasti, beban berat berseragam putih itu hanya akan hilang saat ia menanggalkannya.

Setelah sembilan tahun membela panji ibukota Spanyol, Gareth Bale resmi berpisah dengan Real Madrid. Selayaknya dalam hikayat-hikayat hebat, selalu ada akhir yang layak dikenang. Bale datang sebagai pemuda tanggung berapi-api, tidak ragu harus terus berlari, dan menyisiri tepi lapangan sepanjang 90 menit. Ia lalu berpisah sebagai salah satu pemain terbesar yang pernah bermain untuk Los Blancos.

Bale dan Real Madrid resmi berpisah. Pada pesan perpisahannya, Bale menuliskan “Sekarang aku bisa melihat masa lalu, dan mengatakan secara jujur bahwa mimpiku benar-benar terwujud, bahkan lebih daripada yang kuharapkan”.

Bale tentu tidak berbohong. Pencapaian selama memakai jersey putih sangatlah cemerlang. Ia memenangkan lima Liga Champions, jumlah gelar kontinental yang sama banyak dengan tim rival Barcelona sepanjang sejarah mereka. Membawa Madrid meraih tiga gelar liga domestik, termasuk saat ia, bersama Ronaldo dan Benzema, menjadi tridente penyerang paling mematikan di daratan Spanyol pada 2013-16.

Gareth Bale tidak ragu menyerahkan segalanya untuk sepakbola. Padahal sejak kecil ia dikenal jenius olahraga, ia mampu bermain rugby, hoki, hingga atletik sama baik. Pada akhirnya ia memilih sepakbola, olahraga yang mengantarnya ke puncak dunia.

***

Tugas Bale telah paripurna di ibukota Spanyol. Ia sudah mempersembahkan semuanya untuk Madrid. Deretan gelar juara telah ia raih. Punggungnya kini ringan, beban serta harapan klub dan fans Real Madrid tidak lagi membayangi tidurnya. Tidak ada lagi yang mempertanyakan kesetian dan komitmen pada setiap kali harus bersua jurnalis.

Bale pergi dengan dada lapang. Ia telah membayar balik Madrid dengan bayaran setimpal. Bahkan bukan tidak mungkin berlebih.

Sekarang Bale bisa kembali berlari bebas, tanpa rasa takut, tanpa mata-mata menghakimi disetiap geraknya. Bale datang sebagai pemuda dengan semangat berapi-api, lalu pergi sebagai lagenda. Mungkin ini saat yang tepat bagi Bale menikmati hal-hal sederhana, bermain bola di kota masa kecil di Wales, atau bermain Golf tiap sore saban hari.

Muchas gracias leyenda!

Artikel SebelumnyaMempertahankan Hutan Tersisa dari Buruan “Mafia”
Artikel SelanjutnyaPolda Aceh Tahan Tersangka Kasus Penembakan di Indrapuri

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here