Komparatif.ID,Bireuen—Mukhlis Munir,S.T (43) telah berpulang ke kampung Barzah. Mantan Koordinator Gabungan Solidaritas Antikorupsi (GaSAK) Bireuen, meninggal dunia di Rumah Sakit Umum Daerah dr. Fauziah, Senin (2/12/2024).
Sejak kuliah di Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Sipil, Universitas Malikussaleh, Lhokseumawe, Mukhlis Munir telah dikenal sebagai salah satu aktivis antikorupsi yang sangat vokal di Aceh.
Ia ikut mendirikan GaSAK Bireuen, dan kemudian berkhidmat di sana hingga tahun 2015. Cukup lama ia menakhodai LSM tersebut. Banyak kader muda antikorupsi yang lahir dari “rahim” GaSAK yang dikomandoi oleh Mukhlis Munir.
Alumnus Resimen Mahadasa Aceh tersebut bukan saja dikenal kritis dalam menyoroti pembangunan daerah. Ia juga sangat anti terhadap sogok-menyogok. Dalam masanya berkiprah sebagai aktivis antikorupsi, tak sekalipun ia bersedia menerima sogokan.
Baca: Pemuda Aceh Harus Menjadi Motor Penggerak Antikorupsi
Meski kuliah di Unimal, Mukhlis justru sangat dekat dengan para aktivis mahasiswa di Universitas Almuslim, Bireuen. Kedekatan tersebut dikarenakan dua faktor. Pertama tandemnya di GaSAK, yaitu Nuruzzahri (Waled) kuliah di universitas tersebut. Salah seorang dewan pendiri GaSAK, Hambali Ilyas juga membuka usaha jual beli telepon selular di dekat Kampus Induk Universitas Almuslim, di Matangglumpangdua, Peusangan.
Ia ikut mendorong lahirnya Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Simpul Makahasiswa Antikorupsi (SiMAK) Unimus, yang digawangi oleh Nurzahri, Dili Munanzar, Irwansyah, Muhajir Juli,Muhajir Jeumpa,Boihaqi Kersena, Junaidi, Suhendri, Mutia Dewi, Ida Afrida, Nani Handayani, Putri Maulida, dll.
Mukhlis juga dekat dengan aktivis pers kampus LPM Suara Almuslim. Bahkan salah satu ruang di Kantor GaSAK dipinjamkan sebagai markas anak-anak Suara Almuslim. Organisasi tersebut kemudian hari digawangi oleh Jarjani Sulaiman, Murni M. Nasir, Eka Rinika, Suhaina, Fajri, Evi, Aklima, dll.
Mukhlis juga ikut mendirikan Sekolah Rakyat Anti Korupsi (SeRAK) Bireuen, bersama Junaidi Abdullah, dan Sudarman Alkatiri.
Sejak beberapa tahun lalu, Mukhlis Munir menderita penyakit gangguan ginjal kronis, yang membuat ia harus cuci darah setiap minggu.
Meninggalnya sang aktivis yang beberapa tahun ke belakang bekerja sebagai pendamping desa, meninggalkan rasa duka mendalam di kalangan penggiat antikorupsi di Serambi Mekkah. Teman-temannya di aliansi Aceh Damai Tanpa Korupsi (ADTK) mengucapkan belasungkawa.
Pria berkulit kuning langsat tersebut meninggalkan seorang istri, dan dua anak.