Subsidi Silang untuk Petani Ala Sarjana Teknik Alumnus Umuslim

Dengan modal traktor bantuan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Waliyul Hidayah memberikan subsidi bajak sawah untuk petani di kampungnya. Foto: Ist.
Dengan modal traktor bantuan Kementerian Pertanian Republik Indonesia, Waliyul Hidayah memberikan subsidi bajak sawah untuk petani di kampungnya. Foto: Ist.

Komparatif.ID, Bireuen—Waliyul Hidayah (31) memiliki rasa cinta yang sangat besar untuk kampung tempat ia dilahirkan. Ia juga sangat mencintai dunia pertanian, yang telah mengantarkannya menjadi Sarjana Teknik. Saat ini, dia memberikan subsidi silang kepada petani sawah di Gampong Meunasah Keutapang, Jeunib, Bireuen.

Kelompok Tani Japakeh yang didirikan pada 90-an, kini dipimpin oleh Waliyul Hidayah, S.T. Alumnus Jurusan Teknik Sipil, Fakultas Teknik Universitas Almuslim (Umuslim), Bireuen, Aceh. Ia merupakan generasi keempat dari Gampong Meunasah Keutapang yang memimpin kelompok tani tersebut.

Kepada Komparatif.id, Senin (6/6/2022) Waliyul Hidayah mengatakan dia dipilih sebagai ketua kelompok pada tahun 2017. Ketika ditunjuk memimpin para petani tersebut, Wali masih lajang. Tapi karena kecintaannya kepada dunia pertanian, dia menerima amanah tersebut.

Meskipun bergelar Sarjana Teknik, Wali sangat paham dunia pertanian, khususnya di bidang padi sawah.
Petani sawah memiliki banyak persoalan. Mulai dari kelangkaan pupuk subsidi, harga gabah yang murah, dan sulit mengakses modal kerja yang disediakan oleh pemerintah.

Sebagai anak petani, Wali sangat memahami persoalan itu. Dia mengatakan perihal pupuk subsidi yang sulit didapat, harga gabah yang tidak kompetitif, dan sulitnya akses modal, merupakan persoalan klasik. Telah dihadapi berpuluh-puluh tahun.

Tahun 2018, Kelompok Tani Japakeh mendapatkan bantuan satu unit traktor merek Iseki 540 3 piston. Bantuan tersebut diberikan oleh Kementerian Pertanian Republik Indonesia.

Setelah mendapatkan bantuan traktor tersebut, Wali sangat gembira. Dia mendapatkan satu solusi untuk mengurangi beban petani. Dengan traktor itu dia dapat melakukan program subsidi biaya pembajakan sawah.

Waliyul Hidayah (kiri) dan seorang petani ketika sedang melihat proses pembajakan sawah menggunakan traktor milik kelompok tani Japakeh. Foto: ist.
Waliyul Hidayah (kiri) dan seorang petani ketika sedang melihat proses pembajakan sawah menggunakan traktor milik kelompok tani Japakeh. Foto: ist.

Setelah musyawarah desa, disepakati setiap 300 meter diberikan subsidi Rp5000. Harga normal, dalam 300 meter petani harus membayar 30.000. Dalam satu hektar sawah, petani bisa berhemat Rp200.000, karena bila tanpa subsidi, petani harus membayar Rp1 juta/hektar. Dengan subdisi mereka hanya mengeluarkan uang Rp800 ribu.

Bagi petani, Rp200.000 sangat berharga. Karena dapat dialihkan untuk biaya pupuk, atau keperluan lainnya.

Dari mana sumber anggaran subsidi silang yang dilakukan Japakeh? Wali menjelaskan, traktor tersebut juga dipergunakan untuk membajak sawah di luar Meunasah Keutapang. Di luar desa itu, ongkos kerja tetap Rp30 ribu per 300 meter.

“Subsidi itu tidak merugikan kelompok. Hanya saja keuntungan menjadi berkurang,” kata Wali.

Tapi itu tidak menjadi persoalan, karena kehadiran kelompok tani seperti Japakeh, bertujuan untuk membantu petani, bukan semata mencari keuntungan sebanyak-banyaknya.

Saat ini di Meunasah Keutapang, luas lahan yang diberikan subsidi 45 hektar. Tidak dibatasi hanya untuk warga tempatan. Siapa saja yang punya lahan di gampong itu, pasti mendapatkan subsidi tersebut.

Meskipun masuk skema subsidi, Japakeh tetap memprioritaskan petani di sana. Setiap musim tanam tiba, lahan pertama yang akan dibajak adalah sawah-sawah di Meunasah Keutapang.

“Kami baru menerima order ke luar bila sudah selesai membajak sawah di Meunasah Keutapang. Bahkan bila ada petani luar yang bayar cash, tetapi tidak mendapatkan layanan, bila sawah di kampung belum selesai kami kerjakan seluruhnya,” katanya sembari menjelaskan saat ini wilayah ekspansi jasa bajak sawah sudah merambah lima kecamatan di Bireuen.

Penerima manfaat subsidi saat ini sebanyak 150 orang, 80 orang di antaranya adalah anggota Japakeh.

Japakeh membuat aturan. Petani yang tidak membayar zakat pertanian ke meunasah minimal 50%. tidak akan lagi dilayani, meskipun si petani membayar tunai. Demikian juga bagi yang malas membayar, tidak akan dilayani lagi. Tapi sampai saat ini, tidak sada satu petani pun yang melanggar komitmen.

Selain diberikan subsidi, petani di sana juga membayar jasa bajak sawah setelah panen. “Bayar setelah panen. Alhamdulillah tidak ada yang enggan membayar,” kata Wali.

Dalam bincang-bincang dengan Komparatif.id, wali juga mengatakan, program subdisi itu tidak dapat menjangkau sawah-sawah yang berlumpur terlalu dalam. Karena tidak memungkinkan traktor masuk untuk membajak sawah.

“Untuk yang sawahnya memiliki lumpur terlalu dalam, tidak dapat kami jangkau, sehingga tidak dapat diberikan subsidi,” kata Wali.

Sembari melakukan kegiatan subsidi bajak sawah, wali secara pribadi juga pernah melakukan penangkaran benih. Luas lahan yang benihnya ditangkar oleh ayah satu anak itu 40 hektar, 10 hektar di antaranya kerjasama dengan BUMN, dengan komitmen perusahaan milik negara itu akan membeli hasil panen dengan harga yang lebih mahal. Tapi setelah musim panen tiba, BUMN itu tidak membeli gabah dengan dalih tidak punya anggaran.

Berkali-kali mendapatkan pengalaman tidak menyenangkan, Wali berhenti menangkar benih. “Mereka tidak punya komitmen nyata. Hanya manis di awal, dan pahit di ujung. Penangkar yang rugi, yaitu rugi waktu, tenaga, biaya dan macam-macam. Penangkar kan mengharap untung, akhirnya buntung,” katanya.

Artikel SebelumnyaJelang Rakernas, PDI-P Aceh Gelar Konsolidasi
Artikel SelanjutnyaTekan Impor, Pemerintah Genjot Produksi Hulu Migas
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here