Rendahnya Kompetensi Guru Hantui Kualitas Pendidikan

Dirjen GTK Kemdikbudristek Nunuk Suryani mengungkapkan kompetensi guru Indonesia sangat mengkhawatirkan. Foto: Ho for Komparatif.ID.
Dirjen GTK Kemdikbudristek Nunuk Suryani mengungkapkan kompetensi guru Indonesia sangat mengkhawatirkan. Foto: Ho for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Direktur Jenderal Guru dan Tenaga Kependidikan (Dirjen GTK) Kemdikbudristek, Prof. Dr. Nunuk Suryani, M.Pd, mengungkapkan keprihatinannya atas rendahnya kompetensi guru di seluruh Indonesia, termasuk di Provinsi Aceh.

Dalam rapat koordinasi pendidikan profesi guru (PPG) di Hotel Oasis Banda Aceh pada Selasa (29/08/2023), Nunuk menjelaskan berdasarkan penilaian skala 1 hingga 100, kompetensi guru di seluruh Indonesia berada dalam rentang 60, sebuah angka yang sangat mengkhawatirkan.

Nunuk melanjutkan, rendahnya kompetensi guru di Indonesia, termasuk Aceh, disebabkan oleh beberapa variabel. Salah satu faktor yang diidentifikasi adalah rendahnya tingkat literasi dan numerasi guru.

“Ketidakmampuan guru dalam hal literasi dan numerasi akhirnya juga mempengaruhi kemampuan siswa. Ini akhirnya berdampak pada kualitas pendidikan secara keseluruhan,” ujar Dirjen GTK.

Lebih lanjut, Nunuk menyebutkan bahwa tata kelola pendidikan di Indonesia belum optimal. Dalam rangka mengatasi masalah ini, Nunuk memberikan dukungan penuh terhadap upaya yang dilakukan oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (FKIP USK).

Baca juga: Didominasi Guru, Uang Pinjol di Aceh Capai 1,9 T

FKIP USK menginisiasi rapat koordinasi dengan pemangku kebijakan di Aceh, termasuk bupati, kepala dinas, dan kepala cabang dinas pendidikan. Tujuannya untuk mengoptimalkan peran lulusan Program Profesi Guru (PPG) di Aceh.

Nunuk mengungkapkan bahwa tantangan lainnya adalah keberadaan guru yang kompeten hanya dalam beberapa bidang studi di sebuah sekolah. Inilah sebabnya mengapa peran pengambil kebijakan dan rektor yang menyelenggarakan PPG sangat penting.

Ia menekankan bahwa lulusan PPG telah mendalami Model Pendidikan Berbasis Kampus-Masyarakat (MBKM), sementara sebagian besar guru di sekolah masih minim pengetahuan tentang konsep tersebut.

“Guru yang berkompetensi hanya ada pada beberapa bidang studi dalam satu sekolah. Ini tantangan. Oleh karenanya, peran para pengambil kebijakan dan para rektor penyelenggara PPG sangat diperlukan. Mereka guru-guru PPG sudah mendalami MBKM, sedangkan guru-guru di sekolah masih beberapa yang tahu, sebagian besar malah tidak tahu apa-apa tentang MBKM,” terang Nunuk.

Baca juga: A. Madjid Ibrahim, Guru Besar dari Krueng Agam

Selain itu, Nunuk juga menyoroti masalah kekurangan guru di Indonesia, yang sebagian disebabkan oleh moratorium Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) dan beberapa faktor lainnya. Oleh karena itu, pada tahun ini pemerintah membuka penerimaan guru berstatus Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) di seluruh Indonesia, termasuk Aceh.

Nunuk menjelaskan bahwa Aceh sudah hampir menyelesaikan proses penerimaan PPPK. Namun, ia mencatat bahwa Aceh masih membutuhkan sumber daya guru yang lebih banyak. Di sinilah peran lulusan PPG menjadi sangat penting. Mereka diharapkan dapat berkontribusi dalam membangun sistem pendidikan di Aceh.

“Aceh sebenarnya sudah hampir selesai. Seleksi penerimaan PPPK sudah dilaksanakan dan SK guru-guru PPPK sudah mulai diserahkan. Namun, setelah ini, Aceh kekurangan sumberdaya guru. Di sinilah peran lulusan PPG. Mereka harus diberikan kesempatan terlibat membangun pendidikan di Aceh,” tegas Nunuk.

Kegiatan ini diinisiasi oleh Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Universitas Syiah Kuala (FKIP USK), dengan dukungan Pj. Gubernur Aceh yang diwakili oleh Asisten II. Acara tersebut dihadiri oleh rektor beberapa universitas penyelenggara PPG di Aceh, serta beberapa pejabat tinggi dari berbagai institusi terkait. Tujuannya untuk merumuskan strategi optimalisasi lulusan PPG guna meningkatkan kualitas pendidikan di Aceh.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here