Komparatif.ID, Lhoksukon– Fitri Wahyuni (30) akhirnya memilih terjun ke dunia politik praktis dengan cara ikut mendaftarkan diri sebagai bacaleg dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Ia tertantang ingin membantu kaumnya di daerah pemilihan 2 Aceh Utara yang terdiri dari Kecamatan Tanah Luas, Nibong, Matangkuli, Paya Bakong dan Pirak Timu.
Fitri Wahyuni, perempuan kelahiran Aceh Utara pada 3 Mei 1993 tersebut mengatakan, ia akrab dengan dunia politik karena menjadi tim sukses caleg DPR RI pada Pileg 2019. Saat itu ia mempelajari dinamika politik, termasuk wacana yang ditawarkan ke publik, hingga bentuk dukungan pemilih atas gagasan yang diajukan caleg.
Fitri Wahyuni melihat situasi politik saat itu, narasi yang dibangun oleh politisi dan partai politik terlalu maskulin. Ide-ide mereka selalu menempatkan perempuan sebagai warga kelas dua. Padahal kaum hawa merupakan elemen sangat penting dan suara mereka sangat menentukan dalam pemilihan umum.
Baca juga: Perkawinan serta Pergaulan Laki-laki dan Perempuan di Aceh
“Saya mempelajari ide-ide pembangunan yang ditawarkan. Menurut saya terlalu maskulin. Lalu di mana mereka menempatkan arti penting kaum hawa? Saya tidak menemukan itu. Narasi tentang perempuan nyaris tak ada,” sebut Fitri Wahyuni, Jumat (6/1/2023).
Ibu tiga anak yang juga istri dari Andi Saputra, kemudian mendiskusikannya dengan sang suami. Ia menyampaikan kegelisahannya tentang minimnya komitmen politik memberikan penguatan dan pemberdayaan perempuan.
Sang suami menantang Fitri Wahyuni, bila benar-benar gelisah dan ingin mewujudkan cita-cita memberdayakan kaum hawa, maka ia harus berani maju ke arena politik. Artinya harus ikut maju dalam kontestasi Pileg 2024.
Fitri Wahyuni yang saat ini dipercaya sebagai Dewan Pengawas Yayasan Insan Meurah Silu dan Koperasi HKTI Tani Makmur Sejahtera Kabupaten Aceh Utara, memutuskan mendaftarkan namanya di Partai Kebangkitan Bangsa (PKB).
Kini ia makin fokus memahami isu perempuan dan penguatan ibu-ibu rumah tangga yang ada di dapil 2 Aceh Utara.
“Dalam prakteknya, ibu rumah tangga bukan sebatas teman diskusi suami, tapi ikut bersama-sama menjadi tulang punggung keluarga. Namun kaum ibu di akar rumput masih sangat sedikit yang memiliki keahlian khusus, sehingga mau tak mau harus menjadi buruh kasar yang tenaganya dibayar lebih murah dari pria.”
Apalagi janda yang harus menjadi single fighter di dalam keluarga. Mengasuh anak, merawat hunian, sekaligus mencari nafkah. Padahal bila memiliki keahlian seperti memasak yang enak, atau mampu menjahit pakaian, tentu cara mereka mencari nafkah akan lebih mudah.
“Itu hanya contoh saja. Masih banyak yang bisa dilakukan untuk kaum hawa. Semakin bagusnya kualitas perempuan, maka semakin terjamin kualitas sebuah rumah tangga. Karena maju mundurnya sebuah peradaban sangat ditentukan oleh ibu di rumah,” sebut Fitri Wahyuni.
Fitri Wahyuni juga mengatakan, hal terpenting lainnya, ingin menjadi pembeda di tengah seragamnya wacana politik. Juga ingin mengembalikan tradisi bahwa politik merupakan jalan menuju tatanan kehidupan yang ideal.
Apa tantangan terbesar yang menurut Fitri Wahyuni dalam dunia politik kontemporer? Ia mengatakan ada dua tantangan. Pertama yaitu money politic yang kian digandrungi publik. Kedua, tingkat kepercayaan rakyat terhadap politisi semakin menurun.
“Kareuna nyang dipeugah lé anggota dewan hana meuphôm ureung gampông, dan yang geupeugah lé ureung gampông hana itém deungó lé dewan watèë ka jiduk, sabab jikira haba ureung bangai,” tutup Fitri.