
Komparatif.ID, Banda Aceh— Gelaran Aceh Muslim Fair (AMF) 2025 bagian dari bagian dari perayaan milad ke-64 Universitas Syiah Kuala (USK) resmi dibuka di Gedung AAC Dayan Dawood, Universitas Syiah Kuala (USK), Banda Aceh, Rabu malam (17/9/2025).
Dengan mengusung tema “Seribu Harapan Dalam Satu Tujuan”, Aceh Muslim Fair 2025 dibuka Gubernur Aceh yang diwakili Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh, Almuniza Kamal.
Selain Almuniza, turut hadir saat pembukaan Wali Kota Banda Aceh Illiza Sa’aduddin Djamal, perwakilan Pangdam Iskandar Muda, Kapolda Aceh, pimpinan universitas, hingga mitra strategis dari berbagai sektor.
Rekot USK dalam sambutan yang dibacakan Wakil Rektor I Bidang Akademik, Agussabti, mengatakan para lulusan perguruan tinggi hanya menjadi pencari kerja, tetapi juga harus bisa menjadi pencipta lapangan kerja.
Agussabti menyebut hal itu selaras dengan visi USK sebagai socio-technopreneur university. Perguruan tinggi, menurutnya, tidak lagi hanya berperan sebagai menara gading keilmuan, tetapi juga harus menjadi inkubator yang mengubah pola pikir mahasiswa dari sekadar mencari pekerjaan menjadi berani membuka usaha sendiri.
“Tidak penting berpendapatan tetap, tapi yang penting tetap berpendapatan. Kalau berpendapatan tetap awal bulan bisa tertawa, tapi menuju akhir bulan semakin merengut. Tapi kalau tetap berpendapatan, mereka akan menjadi wirausaha-wirausaha muda yang merekrut generasi baru,” jelasnya, disambut tepuk tangan hadirin.
Baca juga: Separuh Ekonomi Bireuen Ditopang Sektor Jasa & Perdagangan
Wali Kota Banda Aceh, Illiza Sa’aduddin Djamal, dalam sambutannya menilai Aceh Muslim Fair 2025 sebagai momentum penting untuk memperkuat posisi Banda Aceh sebagai pusat ekonomi halal global.
“Di sinilah kita melihat geliat UMKM, produk halal, industri kreatif islami, hingga inovasi dari para mahasiswa yang lahir dari nilai-nilai Islam dan budaya Aceh,” ujar Illiza.
Ia menyoroti potensi besar UMKM, industri kreatif islami, produk kuliner halal, fashion muslim, hingga inovasi berbasis kearifan lokal. Menurutnya, di balik peluang besar itu, masih terdapat tantangan seperti keterbatasan akses pembiayaan syariah dan literasi keuangan yang rendah.
Namun, ia optimis generasi muda, khususnya perempuan, mampu menjadi motor penggerak utama dalam pengembangan UMKM.
Illiza juga menyinggung inisiatif unggulan berupa program “Kota Parfum Indonesia” yang merupakan hasil kerja sama Pemerintah Kota Banda Aceh dengan Atsiri Research Center (ARC) USK.
Program ini berfokus pada hilirisasi nilam Aceh menjadi produk parfum bernilai tambah yang kini telah berhasil menembus pasar ekspor ke Prancis. Ia menilai capaian tersebut bukan hanya soal inovasi, melainkan juga langkah nyata dalam pemberdayaan UMKM, penciptaan lapangan kerja, serta mengangkat nama Banda Aceh di tingkat global.
“Ini bukan hanya soal inovasi, tapi juga soal pemberdayaan UMKM, menciptakan lapangan kerja, dan mengangkat nama Banda Aceh di kancah global,” tegasnya.
Sementara itu, Kadisbudpar Aceh Almuniza Kamal menyebutkan sektor ekonomi kreatif terbukti mampu menyerap tenaga kerja sekaligus memperkuat identitas budaya daerah.
Menurutnya, Aceh Muslim Fair bukan sekadar ajang pameran, tetapi juga wadah perjumpaan ide, kolaborasi, dan penguatan jejaring bisnis berbasis kreativitas.
“Aceh Muslim Fair bukan ajang pameran biasa, melainkan sebuah peluang perjumpaan ide, kolaborasi, serta penguatan jejaring bisnis berbasis kreativitas,” katanya.
Almuniza mengatakan Pemerintah Aceh berkomitmen untuk terus mendorong pengembangan sektor ekonomi kreatif dengan meningkatkan kapasitas sumber daya manusia, menyediakan ruang kreasi, dan memperluas akses pasar.
“Kami yakin, jika generasi muda Aceh diberi peluang dan fasilitas, mereka akan mampu melahirkan karya-karya yang berdaya saing di tingkat nasional, bahkan internasional,” imbuh Almuniza.











