Bersimpuh di Langit Kabah, Sebuah Antologi

Cover buku "Bersimpuh di langit Kabah.
Cover buku "Bersimpuh di langit Kabah.

Oleh: Hoesni El-Ibrahimy*

Bersimpuh di langit Kabah adalah buku baru. Sebuah antologi yang ikut ditulis oleh teman saya. Saya salut kepada guru yang satu ini. Namanya Elfi Rizkina, seorang guru Bahasa Inggris alumni Fakultas Tarbiyah Bahasa Inggris IAIN Ar-Raniry Banda Aceh atau yang kini dikenal dengan nama UIN Ar-Raniry. Saya tak menyangka ia yang katanya hobi menulis di masa kecil kini sudah menemukan pelabuhan dalam menulis.

Satu persatu buku nulis bareng dengan teman penulis tanah air, terbit. Maju pesat. Pastilah buah dari semangat literasi membawa dirinya mengudara dalam imajinasi positif dengan langkah maju dalam berliterasi.

Tantangan demi tantangan untuk mengasah diri lebih matang dalam menulis diikuti.Tentunya jatuh bangun dalam menelurkan ide untuk menjadi suatu rangkaian kata dan kalimat sehingga menjadi cerita menarik untuk dibaca orang bukanlah pekerjaan ringan.

Waktu luang dan banyaknya pekerjaan di sekolah dan rumah tangga tidak memupus semangat untuk maju tak gentar membela yang bayar. Katanya dukungan suami tercinta, Budiansyah, menjadi vitamin penambah imajinasi untuk disiplin mengerakkan jemari di tombol komputer atau pun telepon genggam.

Kata orang bijak, usaha keras pastilah membuahkan hasil positif. Begitulah tafsiran saya dengan melihat beberapa kegiatan nulis bareng yang ikut memampang Elfi Rizkina.

Sebagai promosi dan motivasi untuk yang lainnya, saya melihat dan membaca karyanya bersama penulis lainnya yaitu Bersimpuh di Langit Kabah (Jilid 2). Saya sengol untuk memiliki dan membaca buku kisah penuh hikmah para penulis yang rindu ke Baitullah dan bahkan ada yang sudah tiba di tanah mulia ini.

Pada buku Nubar ini terdapat 20 penulis dan hanya satu penulis pria. Selebihnya kaum hawa.

Jika yang berhaji ingin haji yang mabrur bukan mardut. Jika yang umrah pastilah ingin maksimal dalam beribadah. Salah seorang penulis pria bernama H. Iso Suwarso, M.Pd dengan judul tulisan “Rindu kembali ke Rumah-Mu”, menyampaikan bahwa kemabruran bukanlah hasil akhir dari perjalanan menunaikan haji. Sebaliknya, ia justru merupakan proses yang tidak berkesudahan yang harus dijaga oleh setiap manusia hingga mati. Jika tidak mampu menjaga, secara otomatis kemabruran bakal lenyap dari diri manusia”. Ia menyampaikan pastilah sudah pernah berhaji.

Lain halnya dengan temanku yang hobi menulis ini. Ia menceritakan keinginan ke tanah Haram dengan berpikir mendapatkan kalimat kun fayakun dari Allah seperti yang dialami oleh ibu mertua tirinya yang setiap dan sabar merawat suaminya. Merawat tatkala sakit dan akhirnya meninggal. Ketabahan dan kesabaran sang ibu mertua merawat suaminya membuat para anak-anak memberikan rezeki untuk bisa ke Baitullah melaksanakan umrah. Dengan linangan air mata bahagia dia dapat menatap kabah secara langsung. Tak ada yang tak mungkin dijadikan judul dari kisah nyata ibu mertua dapat ke tanah suci. Di balik kisah ini Cekgu Elfi sangat ingin ke Haramaian.Yakin dan tak ada yang tak mungkin untuk ke sana.

Buku ini perlu di miliki dan dibaca bagi yang ingin ke tanah suci. Kisah-kisah nyata dan inspiratif dengan polesan harapan penulis yang belum ke Baitullah ingin ke Mekkah dan Madinah menjadi cambuk semangat untuk hadir di Baitullah. Kisah-kisah unik tentang cita-cita menatap Kabah secara langsung, dan kisah-kisah tentang mereka yang sudah melihat Kabah secara nyata.

Terakhir terima kasih ya cekgu, sudah dikirimkan buku dan di-plus-kan dengan Kopi Aceh. Semangat sehat dan teruslah menulis untuk menebar manfaat. Khairunnas anfa’uhum linnas.

*)Penulis merupakan Palaksa Lanal Sabang.

Artikel SebelumnyaHukum Mencium Istri di Bulan Ramadan
Artikel SelanjutnyaBertemu Milenial Aceh, AHY Optimis Aceh Akan Maju
admin
Admin Komparatif.ID

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here