Pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh sangatlah unik. Terdapat 19 pembagian waktu, yang membuat sangat berbeda dengan Melayu dan Jawa.
Baca juga: Makanan Orang Aceh Tempo Dulu
Pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh, sebagai berikut:
- Ban beukah mata uroe; ketika matahari baru terbit di ufuk timur. sekitar pukul enam pagi.
- Sigalah uroe; ketika matahari mulai meninggi, yang merujuk pada galah-galah untuk mendorong perahu. Kira-kira sekitar pukul tujuh hingga 7.30 pagi.
- Watee atau watee bu; waktu makan nasi/ jam makan, sekitar pukul 9 pagi.
- Ploih meuneu’ne; melonggarkan mata bajak, waktu di mana pembajak sawah, yang sebelumnya sudah sarapan sejak pagi buta, pergi bersama kerbau-kerbaunya untuk beristirahat. Sekitar pukul 10 pagi.
- Peunab chot; matahari berada tepat di atas kepala, sekitar pukul 11 siang.
- Chot; puncak sekitar pukul 12 siang.
- Reubah chot; matahari tergelincir dari puncak, atau leuho (zuhur) sekitar pukul 12.30 siang.
- Peuteungahan leuho; tengah hari, saat untuk melakukan salat Zuhur. Sekitar pukul 01.30 sampai 02.00 siang.
- Akhe leuho, sekitar pukul 03.00 sore.
- Asa; permulaan waktu Ashar atau salat Ashar. Sekitar pukul 03.30 sore.
- Peuteungahan asa, pukul 04.40 sampai 05.00 sore.
- Akhe asa, sekitar pukul 05.30 sore.
- Magreb; matahari terbenam, sekitar pukul 06.00 sore.
- Icha; malam—merujuk pada dimulainya salat Isya, sekitar pukul 07.30 malam.
- Teungoh malam; tengah malam, sekitar pukul 12.00 malam.
- Saloih yang akhe; sepertiga malam terakhir, sekitar pukul 01.30 malam sampai 4.30 dinihari.
- Kukue’ mano’ siseun; satu kokok ayam jantan. Sekitar pukul 03.00 dinihari.
- Kukue’ mano’ rame; kokok ayam jantan bersaut-sautan. Sekitar pukul 04.00 sampai 04.30 pagi.
- Mureh; terbitnya fajar di ufuk timur yang berakhir 05.00
Demikianlah pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh tempo dulu.Apakah sekarang masih digunakan? Di kampung-kampung, khususnya orang-orang tua, masih menggunakan pembagian waktu tersebut bila berkomunikasi dengan sesamanya.
Catatan: 19 pembagian waktu dalam kebudayaan Aceh disadur dari buku De Atjehers karya Prof.Cristian Snouk Hurgronje, yang diterbitkan pertama kali tahun 1893 oleh Batavia Landsdrukkerij.