Komparatif.ID, Jakarta— Organized Crime and Corruption Reporting Project (OCCRP) baru saja mengumumkan eks Presiden Suriah, Bashar al-Assad sebagai “Tokoh Tahun Ini”.
Namun, proses nominasi hingga pemilihan pemenang penghargaan ini menuai perhatian besar, terutama karena masuknya mantan Presiden Indonesia Joko Widodo (Jokowi) sebagai salah satu finalis.
Bashar ‘memenangkan’ penghargaan tersebut karena dinilai jadi individu paling korup dan dianggap berkontribusi besar melakukan kejahatan terorganisasi, serta merusak demokrasi dan hak asasi manusia.
Dalam keterangan resmi, OCCRP menjelaskan penghargaan ini diputuskan oleh panel juri yang terdiri dari para ahli di bidang masyarakat sipil, akademisi, dan jurnalisme dengan pengalaman luas dalam investigasi korupsi dan kejahatan.
Lebih dari 55.000 nominasi diterima dari berbagai penjuru dunia, termasuk sejumlah tokoh politik ternama hingga individu yang kurang dikenal. OCCRP sendiri tidak memiliki kendali atas siapa yang dinominasikan karena proses pencalonan dilakukan secara terbuka.
“OCCRP tidak memiliki kendali atas siapa yang dinominasikan, karena saran datang dari orang-orang di seluruh dunia. Ini termasuk pencalonan mantan presiden Indonesia Joko Widodo,” tulis OCCRP melalui website resmi yang diakses Komparatif.ID, Sabtu (4/1/2024),
OCCRP menegaskan pihaknya tidak ada bukti yang menunjukkan Jokowi secara pribadi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial selama masa jabatannya. Meski demikian, masuknya eks Presiden Indonesia salah satu finalis berdasarkan dukungan daring signifikan.
Baca juga: Jokowi Masuk Finalis Tokoh Terkorup Versi OCCRP
“OCCRP tidak memiliki bukti bahwa Jokowi terlibat dalam korupsi untuk keuntungan finansial pribadi selama masa jabatannya. Namun, kelompok masyarakat sipil dan para ahli mengatakan bahwa pemerintahan Jokowi secara signifikan melemahkan komisi antikorupsi Indonesia.”
OCCRP menyebut berdasarkan penelitian kelompok masyarakat sipil dan pakar, di bawah pemerintahan Jokowi, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dinilai dilemahkan secara signifikan.
Jokowi juga dikritik atas dugaan upaya merusak lembaga pemilihan umum (KPU dan Bawaslu) dan peradilan (MK) demi mendukung putranya Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.
“Jokowi juga dikritik secara luas karena merusak lembaga pemilihan umum dan peradilan Indonesia untuk menguntungkan ambisi politik putranya, yang sekarang menjadi wakil presiden di bawah presiden baru Prabowo Subianto.”
Menurut Publisher OCCRP, Drew Sullivan, juri mempertimbangkan nominasi yang diajukan oleh masyarakat, tetapi beberapa nama tidak memiliki cukup bukti langsung terkait pola pelanggaran yang signifikan.
Sullivan menambahkan penghargaan ini dirancang untuk menyoroti sistem dan aktor yang memungkinkan terjadinya kejahatan terorganisasi dan korupsi, sekaligus menjadi peringatan bagi individu yang dinominasikan.
“Para juri menghargai nominasi warga negara, tetapi dalam beberapa kasus, tidak ada cukup bukti langsung tentang korupsi yang signifikan atau pola pelanggaran yang sudah berlangsung lama,” terangnya.
Sullivan menjelaskan keputusan akhir diambil berdasarkan penelitian investigasi mendalam dan keahlian kolektif jaringan OCCRP.
Pada 2024, Bashar al-Assad dipilih sebagai pemenang karena perannya dalam mengacaukan Suriah dan kawasan sekitarnya melalui jaringan kriminal, pelanggaran hak asasi manusia berat, termasuk pembunuhan massal, dan korupsi sistemik.
Meski Assad tidak termasuk dalam nominasi dengan dukungan terbanyak, rekam jejaknya yang mengerikan membuatnya menjadi pilihan utama para juri.
OCCRP menegaskan penghargaan ini sering kali disalahpahami atau digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk mendukung agenda politik. Sullivan menegaskan tujuan utama penghargaan ini adalah memberikan pengakuan terhadap individu atau entitas yang berperan dalam memajukan kejahatan dan korupsi.