Partai Aceh (PA) akan melaksanakan musyawarah besar (mubes) pada 25 Februari 2023. Beberapa agenda seperti kebanyakan mubes pastinya sudah disiapkan, salah satu yang menarik perhatian pergantian ketua umum.
Sulit memang mencari pengganti ideal Muzakir Manaf, namun roda takdir dan organisasi harus bergerak. Sebuah sunatullah kehidupan, termasuk parpol. Tokoh sentral memang penting namun tokoh sentral bukan segala-galanya.
Parpol maupun kita pada umumnya harus bergerak, berdaptasi dengan perubahan. Mengeliminir kesalahan yang pernah dilakukan di masa lalu guna menentukan masa depan yang lebih baik. Tak terkecuali Partai Aceh (PA) yang lahir dari semangat kemerdekaan.
Baca juga: PAS Aceh, Bahtera Baru Ulama Serambi Mekkah Dalam Politik Lokal
Bila tak ingin terus tenggelam, Partai Aceh harus berbenah bahkan bila perlu melakukan revolusi. Bukan hanya soal kepemimpinan, akan tetapi soal menyerap aspirasi, komunikasi dengan konstituen serta rekrutmen generasi milineal dan Z.
Ini tantangan sekaligus keharusan bagi PA jika eksistensinya ingin tetap ada. Konstituen PA harus masuk ke jiwa dan hati generasi muda, pemilih pemula. Apa yang dapat dilakukan Partai Aceh sebagai aset negeri agar tetap eksis beberapa puluh tahun ke depan.
Suatu hari PA akan kehilangan tokoh sentral apabila proses regenerasi tidak berjalan cepat. Apalagi jika kaderisasi tidak dilakukan dengan benar. PA perlahan akan ditinggalkan pemilihnya jika masih menggunakan pola dan tindakan lama.
Guna mencegah bubarnya PA atau minimal berubahnya level from giant to kurcaci, gurem, from hero to zero, PA harus berani melakukan revolusi. Bukan hal yang sulit bagi kader PA, mengingat latar belakang mereka yang umumnya ingin melakukan revolusi ketika masih berperang fisik.
Partai Aceh harus menjadi contoh lahirnya partai digital pertama di Aceh. Mensejajarkan diri dengan Momentum (Inggris), Pirate Party (Swedia), the Five Star Movement (Italia), dan the France Insoumise (Prancis). PA harus memiliki aplikasi yang menjadi alat komunikasi dengan para pengguna gadget. Memaparkan program secara digital, membuat referendum sebelum memutuskan hal yang berkaitan dengan hajat hidup rakyat Aceh.
Semuanya ada di dalam aplikasi milik Partai Aceh, termasuk profil lengkap caleg dan kandidat gubernur, bupati dan wali kota. Melalui aplikasi itu, PA setidaknya dapat mengukur diri, berapa banyak pemilih pemula yang mau men-download aplikasi partai digital milik PA.
Parnas yang sudah menerapkan itu baru PSI. Itu pun tak sampai ratusan ribu penggunanya. Ini menjadi project kekinian dan masa depan bagi PA. Tentu membutuhkan biaya yang tak sedikit akan tetapi bukan masalah besar bagi partai besar seperti PA.
Aplikasi itu sejatinya menyahuti style dan kebutuhan masa kini. Revolusi ini harus dibicarakan peserta mubes. Jangan lagi rakyat dipaksa membeli tikus dalam saku. Biarkan anak-anak muda dapat mengakses dan mempelajari pilihan mereka di Partai Aceh. Biarkan anak-anak muda membaca dan menonton program kampanye PA. Di perkirakan, milenial dan generasi Z (dikenal sebagai Gen-Z) akan menguasai 40% sampai 50% total pemilih pada 2024, secara nasional.
Angka itu juga tak jauh beda dengan Aceh. Gen-Z dikenal sebagai pengguna paling aktif media sosial dan internet. Karenanya, PA harus mampu menggaet mereka dengan beradaptasi pada perkembangan zaman.
Semoga saja PA berani mengambil langkah maju. Tidak berkutat pada hal yang sifatnya simbolistik belaka. Beri akses konstituen menyampaikan resah, gusar, aspirasi, diaplikasi yang kalau boleh saya usul namanya APPAM (Aplikasi Pintar Partai Aceh Menang).
Setiap minggu rakyat Aceh dapat mendengar podcast di APPAM. Pikiran maju dan bermanfaat dari pengurus maupun caleg PA. APPAM akan menjadi corong edukasi politik, corong demokrasi yang demokratis. Selamat bermubes!