
Komparatif.ID, Langsa— Organisasi Masyarakat Sipil (OMS) mengecam tindakan penelantaran 93 pengungsi Rohingya di Kota Langsa usai diamankan dalam razia di depan Terminal Tipe A, Simpang Lhee, Langsa Barat, pada Senin, 17 Februari 2025.
Pengungsi Rohingya itu terdiri dari 32 laki-laki, 51 perempuan, dan 10 anak-anak ditemukan berada di dalam bus tanpa nomor polisi saat Operasi Keselamatan Seulawah 2025 yang digelar Polres Langsa.
Sopir bus mengaku para pengungsi Rohingya itu dijemput di sekitar Kabupaten Bireuen dan hendak dibawa ke Pekanbaru sebelum akhirnya ditahan di terminal selama 10 jam tanpa melalui proses pendataan resmi oleh pihak Imigrasi maupun kepolisian.
Keputusan untuk mengembalikan mereka ke lokasi awal penjemputan menimbulkan kecaman dari berbagai organisasi masyarakat sipil (OMS). Hingga berita ini diturunkan, lembaga kemanusiaan belum mendapatkan akses untuk memberikan bantuan kepada para pengungsi.
OMS menilai tindakan tersebut bentuk kelalaian serius yang dapat membahayakan keselamatan pengungsi, terutama karena kasus penanganan buruk terhadap pengungsi bukan pertama kali terjadi di Aceh.
Pada November 2024, kasus serupa terjadi ketika para pengungsi diangkut menggunakan truk dan menempuh perjalanan selama 48 jam dari Aceh Selatan ke Banda Aceh dalam kondisi memprihatinkan.
Baca juga: Buronan Perdagangan Imigran Rohingya Ditangkap di Langkat
“Buruknya penanganan pemerintah terhadap pengungsi, bukan pertama kalinya terjadi di Aceh. Pada November 2024 lalu, pengungsi telantar tanpa dipenuhi hak dasarnya, saat mereka diangkut ke dalam truk dan menempuh perjalanan selama 48 jam dari wilayah Aceh Selatan ke Banda Aceh,” terang juru bicara Koalisi Masyarakat Sipil yang juga Koordinator Kontras Aceh Azharul Husna, Rabu (19/2/2025).
Organisasi masyarakat sipil menyoroti tindakan pengembalian para pengungsi ke lokasi awal bertentangan dengan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 125 Tahun 2016 tentang Penanganan Pengungsi dari Luar Negeri.
Dalam peraturan tersebut, disebutkan aparat kepolisian seharusnya mengamankan dan menyerahkan para pengungsi kepada pihak Imigrasi untuk proses pendataan guna memastikan status mereka.
Koordinasi yang buruk antarinstansi disebut sebagai salah satu penyebab utama kegagalan dalam menangani para pengungsi ini.
Selain itu, OMS juga kecewa dengan keputusan Pemerintah Kota Langsa untuk menolak keberadaan para pengungsi j. Pj Wali Kota Langsa secara terbuka mengatakan mereka tidak akan menerima pengungsi tersebut, meskipun sebelumnya Kota Langsa dikenal sebagai daerah yang memiliki pengalaman baik dalam menangani pengungsi.
“Koalisi masyarakat sipil juga menyesalkan tindakan Pemerintah Kota Langsa yang tidak melakukan penanganan pengungsi sesuai aturan yang ada,” lanjutnya.
Organisasi masyarakat sipil mendesak agar pemerintah kembali berpegang pada prinsip kemanusiaan dan menjalankan kewajiban mereka sebagaimana diatur dalam Perpres.
“Kami mendesak Pemerintah Kota Langsa untuk kembali berpegang pada prinsip-prinsip kemanusiaan. Kami berharap pemerintah berkomitmen dalam memastikan perlindungan terhadap pengungsi, baik seperti yang tertera dalam Perpres 125/2016.”