Nilai dan Tempat

Muhajir Juli menulis bahwa nilai sesuatu akan naik bila berada di tempat yang tepat. Foto: Dok. Komparatif.ID.
Muhajir Juli menulis bahwa nilai sesuatu akan naik bila berada di tempat yang tepat. Foto: Dok. Komparatif.ID.

Berapa nilai seekor ikan gabus bila dijual di perkampungan yang memiliki banyak sawah? Menjual Rp20.000 saja per kilogram sangat sulit laku. Tapi di sebuah hotel di Jakarta, satu porsi ikan gabus plus nasi Rp100.000.  Ikan gabus itu harus dipesan khusus, dan tidak dihidangkan sebagai menu sarapan pagi. 

Di Lampoh Coffee, Cengkareng, Jakarta Barat, kuliner Aceh yang biasanya di jual di rak-rak kecil, disajikan dalam tampilan modern. Dinikmati dalam ruangan ber-AC, dan diiringi musik yang mengalun lembut. Perihal harga sangat kompetitif.

Baca juga: Teungku & Santri Jangan Gegabah Bela Qanun LKS

Pelanggan Lampoh Coffee didominasi oleh etnis Tionghoa yang memiliki kadar ekonomi menengah ke atas. Misi Teungku Ismuhadi memuliakan kuliner Aceh dapat dikatakan berhasil. Kuliner Aceh di Lampoh Coffee mendapatkan tempat yang tepat. 

Beberapa orang yang bergelut di dunia bisnis kuliner mengatakan bila sebuah rumah makan di tengah kota besar telah diminati oleh pelanggan dari etnis Tionghoa kelas menengah ke atas, pertanda bahwa rasa dan higienitasnya telah terjamin.

Saya berkunjung ke Lampoh Coffee pada Minggu (30/10/2022). Apa yang selama ini saya dengar dari jauh tentang Lampoh Coffee, telah saya buktikan. Rasa kulinernya sedap. Tempatnya nyaman dan higienis sampai ke dapur. 

Sebagai pemain baru di surga kuliner Jakarta, Teungku Ismuhadi berhasil membangun kepercayaan pelanggan. Ia benar-benar mampu meyakinkan konsumen bahwa Lampoh Coffee merupakan tempat mengudap kuliner dan menyeruput kopi yang oke punya. 

Orang Aceh mungkin tidak akan mengenal Dr. Safrizal secara luas, bila ia tidak pernah pindah dari kursi PNS di Bireuen dan hijrah ke Jakarta. Pria tinggi besar mantan penggemar cerutu  yang juga memiliki pustaka di rumah dengan 4 ribu judul buku, kini dipercaya sebagai Dirjen Bina Administrasi Wilayah di Kemendagri RI. Salah satu posisi kunci yang diminati banyak birokrat level Pusat di Kemendagri.

Orang Aceh juga tidak akan mengenal CEO PT Trans Continent (Royal Group) Ismail Rasyid bila dulu ia mematuhi saran abangnya menjadi tenaga honorer di sebuah instansi pemerintah di Aceh Utara. Ismail memilih melaga hidup di belantika dunia industri. Hingga akhirnya bertemu dengan apa yang ia cari: dunia industri multimoda transportasi dan shipment

Demikian juga Kepala SKK Migas Kalsul Azhari Idris. Andaikan ia tidak berani mengambil peluang short course migas di Inggris, Azhari mungkin masih seorang dosen di UIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Paling tinggi sebagai tim ahli, atau malah jadi bagian dari tim ha hô dalam berbagai dinamika politik di Serambi Mekkah. 

Hal serupa juga ditempuh oleh Pj Bupati Aceh Utara Azwardi Abdullah. Andaikan ia “nyaman” dengan posisinya yang cespleng di Sabang, ia saat ini bukan penjabat bupati. Keberaniannya naik kelas ke level provinsi telah membuka jalan bagi birokrat ramah itu ke jenjang lebih tinggi. Siapa tahu suatu hari ia akan menjadi pejabat dengan posisi paling tinggi di Aceh. 

Nilai –harga– sesuatu sangat tergantung tempat dan kapasitas. Semakin bagus kapasitas seseorang maka peluang menjadi someone akan terbuka lebar. Seuntai kata bijak the right man in the right place merupakan rumus utama yang makin ke sini semakin sahih sebagai pembuktian.

Seseorang yang cerdas, berintegritas, takkan bertumbuh besar di tengah komunitas ortodok yang tidak jujur. Karena kapasitas intelektual dan integritasnya tidak mendapatkan tempat yang layak. Orang-orang jumud nyaman dengan status quo yang penuh masalah. 

Saya teringat kepada seorang guru madrasah di Bireuen, Khairil Miswar. Guru lulusan IAIN Ar-Raniry dan STAI Almuslim tersebut sangat sulit menjadi kepala sekolah karena ia kritis, tegak lurus dan transparan. Ia penulis buku, artikel lepas di berbagai surat kabar. Tapi hingga kini Khairil belum diakui sebagai tokoh literasi di lingkungannya; meskipun pikiran-pikirannya telah banyak diadopsi dalam skripsi dan jurnal penulis lain. 

Di Bireuen; meskipun Khairil saat ini telah menjadi kepala sekolah, tapi belum kunjung diakui sebagai tokoh literasi. Sesuatu yang lucu sekaligus menggelitik. 

Saya sempat berpikir bila ia berada di tempat yang salah. Seharusnya dengan kapasitas yang ia miliki dirinya cocok mengajar di perguruan tinggi. Apakah Khairil tidak cukup berani menempuh jalan baru agar nilai yang ia miliki mendapatkan tempat di tempat yang tepat? Ataukah jalannya menuju dosen di perguruan tinggu juga dijegal? Bila ya, maka Khairil harus berjuang lebih keras lagi. 

Anak-anak muda Indonesia secara mayoritas memiliki kualitas yang bagus. Hanya saja banyak di antara mereka terperangkap pada zona nyaman atau bahkan putus asa setelah melihat realitas. Tekad mereka secara umum tidak sekuat tokoh-tokoh besar di negeri ini. Sehingga potensi yang dimiliki akhirnya tenggelam dan kemudian hilang di tengah hidup yang frustasi.

Menjadi bernilai tidak semudah membalikkan telapak tangan. Membutuhkan proses panjang dan jalan berliku. Seorang anak kampung yang memiliki impian besar, bisa menjadi pemimpin bangsa, bisa menjadi orang hebat karena berani menempuh risiko dan tidak lelah belajar. 

Presiden Jokowi merupakan contoh paling dekat dengan kita. Siapa Jokowi setelah lulus UGM pada Jurusan Kehutanan? Hanya karyawan biasa di pedalaman rimba Aceh Tengah. Tapi siapa Jokowi saat ini? Presiden Indonesia dua periode. 

Maka untuk mendapatkan nilai yang bagus, kita harus menempatkan diri pada tempat yang benar. 

Semakin bagus sebuah tempat, maka nilai sesuatu akan bertambah besar. Demikianlah tamsilan pada ikan gabus di awal tulisan ini. 

Artikel Sebelumnya5 Ide Bisnis di Daerah Tambang
Artikel SelanjutnyaBSI Region Aceh Catatkan Kinerja Apik di Triwulan III 2022
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here