Meunasah Peukan, Kampungnya  “Artis India” di Pidie

Meunasah peukan
Shafiatul Haifa. Foto: Dok. Pribadi HO for Komparatif.id.

Meunasah Peukan, merupakan wujud akulturasi masa lampau yang masih dapat dilihat hingga saat ini. Bila Anda berkunjung ke Meunasah Peukan, Anda akan melihat warga tempatan dengan wajah rupawan khas India.

Meunasah Peukan merupakan salah satu gampong di Kecamatan Kota Sigli, Kabupaten Pidie. Seperti kampung-kampung lainnya di Aceh yang berada di pesisir, Meunasah Peukan merupakan permukiman tua yang telah lama mengalami percampuran budaya dan gen. Perkawinan antar bangsa di masa lampau meninggalkan jejaknya dengan sangat kental. 

Aceh sering diartikan dengan Arab, China, Eropa, Hindia. Meski arti tersebut jauh dari definisi akademis, tapi arôk-arôk (cocoklogi) orang dulu memang pas. Orang Aceh tidak memiliki wajah yang seragam. Bahkan dalam satu keluarga bisa berbeda bentuk wajah, warna kulit, rambut, dan tinggi badan. Artinya Aceh yang kita kenal merupakan hasil persilangan berbagai bangsa yang datang dari luar, menikah dengan orang lokal. 

Baca: Derita Janda di India, Tak Pantas Hidup dan Diusir dari Keluarga

Sebagai salah satu provinsi di Indonesia, Aceh memiliki sejarah yang kaya dan beragam. Salah satu aspek menarik dari sejarah Aceh adalah hubungannya dengan India, terutama melalui perdagangan dan pengaruh budaya. 

Selama berabad-abad, Aceh telah menjadi pusat perdagangan penting di Asia Tenggara. Hubungan perdagangan antara Aceh dan India sudah terjalin sejak jameun keureu’eun, terutama dalam perdagangan rempah-rempah, seperti lada dan cengkeh. 

Hubungan perdagangan ini tidak hanya memengaruhi ekonomi Aceh, tetapi juga membawa pengaruh budaya, agama, dan bahasa. Salah satu pengaruh yang paling signifikan adalah agama Islam. Islam pertama kali masuk ke Aceh pada abad ke-7 M melalui pedagang Arab dan India. 

Aceh menjadi salah satu kerajaan Islam tertua di Indonesia, dengan kerajaan-kerajaan seperti Perlak, Samudera Pasai, dan Kesultanan Aceh Darussalam yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di wilayah ini. 

Banyak ulama dan intelektual Islam dari India juga datang ke Aceh untuk berdagang dan berdakwah. Selain itu, ada juga migrasi dan pernikahan antara penduduk Aceh dengan orang India, yang mengakibatkan adanya keturunan India di Aceh. 

Hal ini tercermin dalam aspek-aspek budaya seperti masakan, bahasa, dan tradisi tertentu di Aceh yang memiliki pengaruh India. 

Jadi, sejarah Aceh yang memiliki keturunan India merupakan cerminan dari hubungan perdagangan yang lama antara Aceh dan India, serta pengaruh budaya yang dibawa oleh perdagangan dan migrasi tersebut.

Kembali ke wacana awal. Gampong Meunasah Peukan merupakan sebuah desa yang berada di Kecamatan Sigli, Kabupaten Pidie. 

Jumlah penduduk sekitar 780 jiwa. Dengan jumlah KK sekitar 460.  Meunasah Peukan memiliki empat dusun yaitu Dusun Lampoih Geudong, Dusun Batee Timoh, Dusun Tgk Saba, dan Dusun Keude Pidie.

Meunasah Peukan  merupakan desa yang menjadi salah satu pusat perbelanjaan. Pusat perbelanjaan tersebut ialah pasar ikan dan pasar sayuran, yang terletak di Dusun Keudee Pidie. Biasanya warga dari berbagai gampong berbelanja di Keudee Pidie.

Di masa lampau, warga tempatan banyak yang menikah dengan pendatang dari India.  Setelah beranak pinak, maujudlah generasi baru yang merupakan perpaduan antara India Selatan dan warga tempatan. 

Pernikahan tersebut menyebabkan banyak pendatang dari India yang memilih menetap di Meunasah Peukan. Para pelaut itu umumnya laki-laki. Sampai saat ini masih tersisa sekitar lima persen warga yang masih mengasosiasikan diri sebagai keturunan India. 

Telah banyak terjadi perubahan di sana. Orang-orang lama, melahirkan generasi baru yang umumnya migrasi ke tempat lain setelah dewasa. Baik karena pernikahan, pekerjaan, maupun pendidikan. Kelahiran baru juga semakin sedikit karena ada yang menunda menikah karena alasan kerja dan pendidikan. 

Ciri–ciri yang dimiliki warga  Meunasah Peukan yang memiliki keturunan India utamanya terdapat pada fisik, yang mana fisiknya hampir mirip-mirip dengan warga India asli, yaitu seperti hitam manis, tinggi badan yang semampai, rambut hitam lebat, hidung mancung, dan bola mata kebanyakan berwarna coklat gelap. 

Secara lebih spesifik,  kebanyakan ciri yang kini dimiliki oleh warga Meunasah Peukan ialah hidung yang mancung. Meski mancung bukan hak mutlak India, tapi itulah ciri yang masih dimiliki oleh mereka. Dengan fisik tersebutlah orang-orang menyebutkan Meunasah Peukan sebagai Gampong  India.

Bagi Anda yang menggemari sinema India khususnya sinema Kollywood,Tollywood, Sandalwood (industri film India Selatan) maka tatkala datang ke Meunasah Peukan, akan  menemukan kemiripan. 

Anda akan menemukan orang-orang rupawan seperti artis-artis film India Selatan. Tak percaya, sila berkunjung ke sana.

Penulis adalah Shafiatul Haifa, warga Meunasah Peukan, mahasiswa Prodi Pengembangan Masyarakat Islam, Fakultas Dakwah dan Komunikasi,UIN Ar-Raniry, Banda Aceh.
Artikel SebelumnyaDitumbangkan Irak, Indonesia Masih Berpeluang Lolos
Artikel SelanjutnyaMon Ikeun; Pesona Ombak Surga Peselancar di Aceh
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here