Menikmati Kuliner Gayo di Bukit Menjangan

kuliner Gayo
Di Puncak Bukit Menjangan, Jumat (18/8/2023) malam, rombongan wartawan yang mengikuti media gathering FK-IJK Provinsi Aceh, menikmati makan malam dengan sajian kuliner khas Gayo seperti masam jing. Foto: Komparatif.id/Muhajir Juli.

Komparatif.ID, Takengon—Kuliner Gayo yang disajikan di sebuah resto di Puncak Pass Bukit Menjangan, Kota Takengon, menghadirkan rasa otentik di lidah. Sajian dedah telur, masam jing, dan gurami goreng sambal hijau, menghangatkan badan di tengah embusan udara dingin Tanoh Gayo.

Tepat pukul 19.30 WIB, rombongan media gathering Forum Komunikasi-Industri Jasa Keuangan (FK-IJK) Provinsi Aceh menginjak bumi Gayo. Alam telah sepenuhnya gelap. Lampu-lampu dari gedung, rumah dan objek-objek lain terlihat membentuk lingkaran di kejauhan. Lampu-lampu itu membentuk formasi elips mengelilingi Danau Lut Tawar, yang terkenal dengan legenda kisah cinta Malem Diwa dan Putroe Bungsu.

Di Puncak Bukit Menjangan, panorama kerlap-kerlip lampu seperti kunang-kunang di rimba di tengah gulita. Terlihat kecil dan sangat mengasyikkan.

Baca: Pondok Baru, Pucuk Labu, dan Arabica Gayo

Kehadiran rombongan media ghatering telah ditunggu dengan sajian makan malam yang memantik selera. Perjalanan jauh dari Banda Aceh—ibukota provinsi Aceh—menuju Tanoh Gayo, sungguh melelahkan. Bus medium ¾ yang mengangkut rombongan wartawan, melaju santai. Rombongan terlambat tiga jam tiba di Kota Takengon.

Para kuli tinta didera lelah. Tapi begitu melihat sajian di atas meja, wajah mereka segera berbinar. Masam jing yang ditaruh di dalam pot tembikar, gurami goreng sambal hijau, telur dedah, kangkung tumis, dan tentu saja nasi yang masih hangat.

Masam jing merupakan kuliner Gayo yang otentik. Diracik dari paduan rempah seperti bawang merah, bawang putih, cabai merah, kunyit, garam, jeruk nipis, dan asam sunti. Sampai di situ, bumbunya persis asam keu-eung yang diminati oleh warga pesisir timur-utara Aceh. Tapi, yang membuat masam jing menjadi khas Gayo, karena ditambahkan andaliman (lada batak), pucuk gegarang, dan tomat cery.

Baca: Tanoh Gayo Nan Indah, Sabang yang Aduhai

Biasaya kuliner Gayo tersebut ditambahkan ikan depik. Tapi sekarang sering juga dipadukan dengan nila yang oleh orang-orang tempatan menyebutnya mujair.

Di tengah embusan udara dingin, di puncak bukit, mengudap nasi hangat yang disiram kuah masam jing, merupakan kenikmatan tiada tara. Lidah tidak berhenti menerjemahkan rasa yang sangat kaya. Asam, pedas, serta rasa khas pucuk gegarang dan andaliman, menyatu dalam setiap cidukan nasi berkuah ke dalam mulut.

Badan yang telah remuk redam di dalam perjalanan panjang, secara perlahan me-recovery diri. Pucuk gegarang, bulir andaliman, tomat cery, serta rempah lainnya, yang dimasak dengan air gunung Tanoh Gayo, membuat energi segera pulih kala kuliner Gayo tersebut berpidah dari nampan ke dalam lambung.

Nurdin Syam yang merupakan wartawan senior sangat menikmati sajian makan malam. Dahinya berkeringat. Mulutnya tak berhenti mengunyah. Gurami sambal hijau dan gurami panggang kecap manis yang dihidang di atas meja, menambah selera makannya.

Makan malam di Puncak Bukit Menjangan ditutup dengan menyeruput sanger yang diracik dari perpaduan air, susu, dan serbuk arabica yang ditanam dengan penuh cinta di atas tanah-tanah subur Gayo tercinta.

Setelah selesai makan malam, rombongan menuju hotel di Kota Takengon. Seusai mandi dan salat Insya, semua wartawan merebahkan diri di atas springbed bercover putih bersih. Mereka terlelap dalam tidur nan nyaman sembari dipeluk dinginnya udara Tanoh Gayo.

Artikel SebelumnyaIni Daftar Komisioner Panwaslih Terpilih Kab/Kota se-Aceh
Artikel SelanjutnyaKetua DPRK Banda Aceh: Stop Prostitusi Online Demi Martabat Syariat Islam
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here