Mencari “Politisi Burong Tujoh” di Aceh

Mencari “Politisi Burong Tujoh” di Aceh, Maulana Nisam, Mahasiswa Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Foto: Dok Penulis.
Maulana Nisam, Mahasiswa Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh. Foto: Dok Penulis.

Bagi saya politisi itu mulia karena berperan sebagai penyambung lidah rakyat, sebagai orang yang diamanahi lalu menyelesaikan amanahnya. Namun yang saya ragukan adalah bagaimana jika ada seorang politisi yang punya banyak janji kemudian mengkhianati orang mengamanahi jabatan yang terhormat kepadanya untuk lima tahunan.

*****

Sebagaimana yang kita ketahui bersama bahwa Aceh adalah provinsi terbarat dari Indonesia berada di paling ujung pulau Sumatera. Daerah yang memiliki aset besar bagi tumbuh kembangnya republik menjadi salah satu penyumbang terbesar berdirinya negara kesatuan.

Kekayaan Aceh tak perlu diragukan lagi, masyarakat yang hidup didalamnya begitu damai dan sentosa tanpa perpecahan, semuanya bersatu-padu saling menguatkan satu sama lain, benar adanya slogan “Aceh Bansa Teuleubeh”.

Kebanyakan kita ketika mendengar nama Aceh disebut terbayang sudah kalau dikawasan ini Syari’at Islam menjadi salah satu hukum yang legal dijalankan oleh pemerintah bersama rakyat Aceh.

Tidak buruk, tetapi kita mengakui bahwa kompleksitas permasalahan di Bumoe Aceh ini patut menjadi keresahan kita bersama khususnya sebagai warga Aceh. Beberapa hari yang lalu kita semua sempat mendapatkan kabar kalau di Aceh masih ada orang yang korup, masih ada pemuka agama yang belum totalitas beragama, masih ada politisi yang sibuk dengan baliho pemenangan, masih banyak anak-anak Aceh yang lupa dengan sejarah dan permasalahan lainnya.

Dari semua problema tersebut bukanlah untuk kita sangsikan dengan tanpa aksi penyelesaian. Kita mengerti pemerintah hari ini sedang mengupayakan perubahan dan perbaikan, dengan dukungan kita semua semoga terwujud sebagaimana harapan rakyat pada umumnya.

Tetapi disini saya melihat bahwa tahun-tahun politik ini sedang hangat-hangatnya pembicaraan tentang politik yang dimana beberapa hari kedepan kita akan memasuki tahun pemilihan pemimpin dan wakil rakyat menuju parlemen yang akan mewakili masyarakat untuk memperjuangkan aspirasi.

Saya jadi percaya kalau para pemimpin yang kita pilih nantinya amanah dalam bekerja sebagaimana pengutaraan janji-janjinya maka Aceh akan menemukan gerbang keberhasilan pembangunan dan kesejahteraan.

Namun masalahnya adalah berapa presentase dari orang-orang terpilih itu, dalam maksud saya politisi, yang bekerja dengan baik yang paling layak dipilih.

Sebelum kita melaju lebih jauh, baiknya ada sedikit waktu untuk melakukan refleksi mendalam dan bersama akan bagaimana wajah politik Aceh hari ini.

Politik adalah bagian yang tidak bisa dipisahkan dari manusia berakal budi, setiap hari manusia melakukan aksi-aksi politis dalam menjalani kehidupan, hanya saja sadar atau tidak kita melakukannya.

Politik bukan satu diksi kotor yang tanpa makna, menurut hemat saya politik adalah jalan terbaik untuk menjunjung tinggi martabat manusia.

Fenomena yang tidak baru lain pun terjadi, diantaranya seperti banyak politisi yang berjanji namun tidak ditepati, politisi yang katanya berjuang demi rakyat tapi nyatanya demi kepentingan pribadi, hal ini miris.

Belum lagi kelicikan didalam politik sering kali terjadi, cara politisi bergentayangan kesana kemari mencari penghidupan melalui pengesahan dikebijakan.

Baru saja kita mendengar di media ada kalimat yang menggema “Oleh karena saya tidak berkuasa, maka tidak jalan saya punya usaha, bangkrut karena kebijakan itu disahkan bukan atas kepentingan saya.”

Kalimat ini membuat kita masyarakat bawah bisa menilai kalau mereka yang terpilih mewakili kita tidak semuanya benar-benar ingin memperjuangkan aspirasi dari masyarakatnya namun sebatas tercapai kepentingannya saja.

Jadi, kesimpulan sementara saya bahwa bukan politik yang kotar justru orang-orang yang menjalankan politiklah yang tak bermoral.

Moralitas pemimpin sangat penting karena tanpa standar moral yang dijalankan dalam politik dipastikan mereka akan menjadi Politisi Burong Tujoh dikemudian hari yang saban hari kerjaannya membohongi, menakuti, menggertak, dan atau bahkan sewaktu-waktu tega menyiksa rakyatnya.

Dalam mitologi Aceh, Burong Tujoh digambarkan selalu mengerikan dengan mengenakan gamis panjang dan berwajah layaknya hantu-hantu di film horror, saya membayangkannya seperti kuntilanak yang lain sama sekali.

Burong Tujoh adalah sebuah istilah horor dengan tanda kecemasan dan ketakutan jika sampai berhadapan dengannya, bahkan katanya dia memiliki gerombolan berkawanan sampai tujuh, sebagaimana istilahnya Burong Tujoh.

Secara etimologi burong dalam bahasa Indonesia adalah burung; yang bisa terbang dan memilki sayap, yang dalam bahasa Aceh burung ini memiliki beragam makna dantaranya Cicem dan Burong.

Baca juga: Sepenggal Kisah Postpartum; dari PPCM Aku Belajar Makna Syukur (Bag 1)

Istilah Cicem sering dinisbatkan kepada burung pada umumnya yang bersayap dan terbang sebagaimana burung pada umumnya. Sedangkan Burong sering dialamatkan kepada kepribadian setara hantu yang tak bertuan berjalan dimalam gelap sering betengger dipohon besar hingga mengusili orang sesukanya. Adapun Tujoh dalam bahasa Indonesia adalah Tujuh; angka 7.

Secara terminilogi, Burong Tujoh adalah gerombolan hantu yang hidupnya gentayangan keluar dimalam hari lalu pulang disubuh hari setelah menjajaki bumi mengganggu orang-orang tak bersalah.

Bisa menjaili orang tua, muda, kecil, bayi, atau bahkan orang hamil sekalipun, sungguh mengerikan bukan. Burong Tujoh ada ditempat-tempat tertentu karena tidak semua orang mampu mendeteksinya ada, kecuali Paranormal, Tengku Caröng, Dukon, atau Ureung Meurajah handal. Mereka punya cara unik tersendiri untuk bisa mengetahui keberadaan makhluk astral itu.

Tetapi ada satu keanehan yang sebagai Ureung Aceh mungkin kita bertanya-tanya “Kenapa sampai hari ini Burong Tujoh ini masih terus menjadi misteri dari generasi ke generasi berikutnya tanpa ada seikat bukti?”

Selalu dibicarakan namun tak kunjung ada penampakan badan. Inilah misteri dari jawaban lain yang bisa kita kaitkan dengan politik hari ini, apakah Burong Tujoh yang kita cari itu telah bertranformasi kedalam partikel-partikel politik?

Saya tidak bermaksud menggabarkan seorang politisi layaknya Burong Tujoh, tetapi saya memiliki inisiatif untuk mendeteksi sekaligus menelusuri apakah dalam politik Aceh ada politisi yang berpendirian layaknya Burong Tujoh?

Bagi saya politisi itu mulia karena berperan sebagai penyambung lidah rakyat, sebagai orang yang diamanahi lalu menyelesaikan amanahnya. Namun yang saya ragukan adalah bagaimana jika ada seorang politisi yang punya banyak janji kemudian mengkhianati orang mengamanahi jabatan yang terhormat kepadanya untuk lima tahunan.

Disnilah lanskap politik menjadi buruk disebabkan oleh karakter mereka tak terpercaya maka lahirlah politisi-politisi berakal burong. Bagaimana tidak, uang rakyat dibawa lari, kebijakan yang disahkan sembunyi-sembunyi, karena mereka kita rakyat pontesial dibohongi.

Politisi ini bergentayangan layaknya burong dimalam hari yang menempel dirumah-rumah warga dengan sedikit usil menakut-nakuti agar mereka memilihnya.

Politisi berakal burong ini akan terus hidup dalam gerilyanya berlari kesana-kemari, masuk tanpa izin keluar via ventilasi, tapi beruntung kita bisa mendeteksi keberadaannya sesekali.

Mereka menjelma menjadi seseorang yang baik saat pemilu tiba dengan memberikan bantuan seadanya kepada rakyat, agar mengasihaninya kalau mereka benar-benar bersama rakyat sebagaimana yang tampak saat itu.

Lalu tiba-tiba meminta didukung tapi ketika terpilih rakyat hanya menerima kabar gentanyangan dari mereka, setelah terpilih jangankan untuk menyambagi desa tempat lumbung suaranya dulu, sebatas untuk peduli aja dipastikan tidak akan lagi ada, inilah yang saya maksud  dengan Politisi Burong Tujoh.

Langkah-langkah jahat yang dijajaki oleh Politisi Burong Tujoh ini mengingatkan kita akan bahaya besar jika kita salah dalam memberikan amanah dipemilu nanti, bisa jadi kalau kita salah mengutus maka rakyat akan digentayangin selama dia memimpin, atau bahkan bangsa ini akan diperjual-beli disaat kita terlelap dimalam hari, sebuah malapetaka yang sangat tidak kita harapkan.

Untuk itu rakyat memerlukan cara terbaik untuk mendeteksi apakah mereka benar-benar politisi baik atau Siluman Politisi Burong Tujoh, dua hal yang berbeda namun hampir sama.

Sebagai masyarakat yang cerdas, masyarakat harus menjadi Tengku Caröng agar bisa menerawang dengan pasti apakah dia seorang politisi tersebut berjubahkan Burong Tujoh atau tidak.

Masyarakat harus menjadi Detektif Caröng agar tidak dibohongi oleh janji-janji manis politisi Burong ini dan sempurnanya kita semua masyarakat Aceh harus menjadi Teungku Rajah Caröng agar kiranya bisa merukyah Politisi Akal Burong ini supaya tidak kebablasan mengganggu dan merasuki banyak warga Aceh.

Artikel SebelumnyaSepenggal Kisah Postpartum; dari PPCM Aku Belajar Makna Syukur (Bag 2)
Artikel SelanjutnyaOleh-oleh Jelang Pemilu
Maulana Nisam
Mahasiswa Konsentrasi Pemikiran Dalam Islam Pascasarjana UIN Ar-Raniry Banda Aceh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here