FOMO (Fear of Missing Out) merupakan fenomena psikologis yang semakin marak di kehidupan digitalisasi saat ini. Fenomena FOMO bukan hanya menjamah masyarakat biasa, tapi juga pejabat publik; bahkan setingkat kepala daerah.
Gerak cepat merupakan gambaran paling sering dimunculkan di media dan media sosial terhadap kepala daerah yang baru bertugas beberapa bulan lalu. Mereka bergerak seperti Spiderman, Zorro, bahkan Ultraman. Hadir di banyak tempat, dengan banyak “gebrakan” yang membuat popularitas semakin meningkat.
Baca: Sekolah di Aceh Dilarang Wajibkan Wisuda
Para kepala daerah melakukan inspeksi mendadak (sidak) ASN, razia, mengunjungi korban kebakaran, melayat orang mati yang kematiannya viral, membezuk orang sakit yang sakitya viral, berkunjung ke kediaman ulama, menanggapi isu viral.
Semua aktivitas tersebut kemudian diposting ke media sosial milik daerah, milik pribadi, milik timses, milik pejabat lain, dan ke media massa.
FOMO ini telah menampilkan –secara sekilas—bahwa sang kepala daerah tidak cepat puas akan apa yang ditampilkan sehingga ingin berbuat terus menerus untuk menampilkan kinerja. “pamer” kerja sebagai kepala daerah sebagai bukti kepada publik, bahwa mereka bekerja.
Sebagai masyarakat tentu kita mengapresiasi. Patut juga diberikan pemakluman. Yaitu maklum, baru menjabat. Masih banyak hal yang perlu dinampakkan kepada rakyat. Perlu kesan bahwa rakyat tidak salah pilih. Pilihan mereka tepat, karena sang pemimpin bekerja.
Tapi satu hal yang perlu menjadi perhatian para kepala daerah, jangan sampai FOMO justru menyita waktu terlalu banyak. Masa pencitraan sudah selesai. Pilkada telah usai, dan pemilu selanjutnya 2029 atau 2030.
Sebagai pemimpin organisasi pemerintahan dan politik, kepala daerah jangan terlampau lama lagi tertangkup dalam aktivitas gercep di luar ruangan yang divisualisasikan melalui video dan narasi lainnya. Karena tugas utama mereka yaitu mewujudkan kemakmuran rakyat.
Artinya, aktivitas FOMO jangan sampai sekadar mengejar viral dan famous dan aktivitas-aktivitas seremonial. Kepala daerah tidak perlu menjangkau semua sudut setiap hari. Karena tugas-tugas itu sudah didelegasikan kepada kepala dinas dan organisasi setingkat. Sebagai pemimpin organisasi pemerintahan, kepala daerah harus mendelegasikan tugas dengan baik.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan para kepala daerah ketika berkaitan dengan FOMO yaitu pertama, transformasi literasi secara digital, sehingga apa yang dilakukan oleh pemerintah terdapat nilai edukasi yang bisa diserap oleh masyarakat.
Kedua, aktivitas “pamer kerja” harus mampu meingkatkan kesadaran publik, yang menjadi titik masuk partisipasi publik untuk gerakan yang lebih luas atas literasi tersebut.
Ketiga, adanya penguatan penggunaan media digital secara kreatif dan inovatif sebagai salah satu ruang transparansi atas kinerja para kepala daerah. Tren ini dapat mendukung produktivitas pemerintah sendiri terhadap apa yang sedang dan akan dilakukan.
Akhirnya, FOMO merupakan fenomena yang lumrah di era digital. Teknologi dan aplikasi media sosial mempermudah para kepala daerah untuk selalu terhubung dengan masyarakat. Namun tetap harus memperhatikan dampak dari apa yang dipublish kepada masyarakat, terutama terkait kebijakan yang bukan saja hanya penyelesaian masalah ketika viral saja. Jangan mengulang no viral no justice.