Kecil-kecil cabe rawit, demikian perumpamaan yang tepat untuk menceritakan Kepulauan Faroe (Faroe Islands), sebuah negara kecil di Samudera Atlantik Utara. Negara itu memberikan banyak kesejahteraan untuk siapa saja yang mau bekerja.
Reni Heimustovu, seorang diaspora Indonesia di Faroe Islands, membagikan cerita tentang kehidupannya di negara belahan bumi utara itu. Sebelum pindah ke sana, dia seorang ASN. Kini, meskipun hanya bekerja sebagai buruh di pabrik ikan, tapi gajinya gede banget.
Kisah menarik tentang Faroe Island ditulis Reni di Twitternya @Hei_Reni dan dikutip Komparatif.id pada Minggu (31/7/2022). Cuitan Reni di Twitter tentang Faroe yang ditulis pada Sabtu (30/7/2022) telah di-retweet oleh 3.842 orang, 579 tweet kutipan, dan disukai 18.000 warganet. Data itu hingga pukul 15.22 WIB.
Reni mengawali cuitannya dengan kisah bila dulu dirinya seorang ASN di Indonesia. Selama bertugas ia sering dinas luar kota bahkan luar negri. Setahun beberapa kali dapat kepercayaan ikut dinas bareng menteri. Meskipun demikian, ia akhirnya resign dan memilih meninggalkan Indonesia, ikut suaminya ke belahan bumi utara.
Di Kepulauan Faroe Reni bekerja sebagai buruh pabrik ikan. Itu harus ia pilih karena belum lancar berbahasa Faroe. Sehingga tidak banyak pilihan yang dapat dilakukan. Tapi menjadi buruh di sana bukan masalah.
Bila ia bertahan di Indonesia, suaminya yang bule hanya akan jadi Bapak Rumah Tangga (BRT), dan itu akan menjadi buah bibir netizen.
Hanya dengan mengandalkan visa keluarga, Reni dan anak-anaknya otomatis dapat izin kerja. Sementara visa keluarga di Indonesia tidak membuka peluang itu. Bila pun ingin kerja, harus cari perusahaan yang mau menggaji bule. Pihak perusahaan yang melakukan apply working permit bagi pemegang visa tersebut.
Unemployment rate di Faroe saat ini 0.9%. Menurut Badan Statistik Faroe, itu sekitar 265 jiwa. Unemployment rate di Indonesia per 2022 5.83%. Jumlah itu sekian juta jiwa. Dari angka ini aja, bisa ditebak lebih susah cari kerja di mana?
“Salary gap di Faroe itu tidak seperti sultan vs rakyat jelata. Gaji walikota 50.000DKK vs gaji buruh ikan seperti saya 25.000DKK. Beda 2x lipat. Kalau di Indonesia, gaji walikota plus tunjangan dll bisa 60-an juta (DKI) vs UMR 4jutaan, beda 15x lipat,” sebut Reni.
Ia melanjutkan, buruh kasar seperti dirinya, tukang bangunan, mekanik bengkel mendapatkan upah mulai Rp350 ribu per jam sampai 800 ribu per jam. Bedanya sama orang kantoran, orang kanyoran gajinya fix bulanan, tidak ada uang lembur.
“Di Faroe, kalau tidak kerja ya tidak dapat duit. Tapi kalau lembur, uang lembur 200% dari upah normal,” sebutnya.
Di sisi lain, orang kantoran di Faroe tidak diberikan upah lembur, tapi diberikan tambahan jatah cuti. Misal mereka lebih kerja 8 jam dalam seminggu dan itu setara dengan 1 hari kerja. Jatah cuti ditambah 1 hari.
Pemasukan Besar, Pajak pun Tinggi Hidup Bahagia
Holiday di Faroe sangat penting. Pengusaha tidak keberatan tutup usaha selama 2 sampai 5 minggu, agar karyawan bisa liburan. Reni “dipaksa” libur selama dua minggu. Demikian juga toko, mereka juga tutup. Well, we need rest and rewind.
Meskipun bila tidak kerja berarti tidak diberikan upah, tapi 1 tahun sekali pekerja dapat holiday money yang setara dengan 11% dari pemasukan setahun. Kalau kerja normal tanpa lembur, dua tahun lalu, Reni dapat 400 juta setahun. Berapa ia dapat holiday money?
“Itu pemasukan sebelum pajak. Pajak di sini besar sekali. Bisa hampir 1/2 gaji kalau single. Kalau anak 4 seperti saya, kena 30%. Untungnya holiday money bebas pajak,” cuitnya sembari memasang emoticon senyum.
Reni membandingkan ketika ia masih bekerja sebagai ASN, gajinya setahun Rp60 juta. Bila Pun kemudian ditambah dinas luar, dia mendapatkan dua kali lipat–meski tak juga dapat dua kali lipat– pendapatannya di Faroe meskipun sudah dipotong pajak, tetap lebih tinggi.
Dengan logika demikian, Reni lebih mudah menabung di Faroe untuk keperluan mudik sekeluarga ke Indonesia, yang membutuhkan Rp100 juta untuk enam orang pulang pergi.
“Di Faroe sekolah sampai S3 gratis. Kesehatan gratis untuk semua penyakit. Yang bayar kalau ke dokter gigi. Di sini segala birokrasi dibuat sesederhana mungkin. Contoh saya bikin paspor buat si kecil cuma 5 menit. Isi form, foto, bayar. Nunggu 2 minggu. Terus 1 menit ambil paspor. Asli simple. Tidak perlu antri,” kisahnya.
Perihal keamanan, angka kejahatan di Faroe sangat rendah. Mobil bisa diparkir tanpa perlu cabut kunci. Bila ada yang mencurinya dalam tempo 24 jam sudah ditangkap polisi.
Demikian juga kasus kecelakaan yang memakai korban jiwa dan masuk berita. Selama tiga tahun Reni baru melihatnya satu kali. Di Faroe berita di televisi hanya hadir 3 kali dalam seminggu.
Satu lagi, di Faroe tidak ada nyamuk. “Mungkin karena dingin? Gak tau juga. Tapi emang gak ada nyamuk. Perasaan waktu tinggal di Belanda sama Denmark juga tidak pernah digigit nyamuk,” tutupnya.