Saya menonton film hantu thiller Dosen Ghaib: Sudah Malam Atau Sudah Tahu, pada sebuah situs layanan nonton sinema berbasis daring. Film Dosen Ghaib: Sudah Malam Atau Sudah Tahu, merupakan sebuah sinema psikologi yang biasa saja di awal, monoton di tengah, dan menarik di akhir.
Sinopsis film Dosen Ghaib: Sudah Malam atau Sudah Tahu, berawal dari Nisa (Makayla Rose), putri Bakti (Egy Fedly), seorang dosen yang berdedikasi di Universitas Erlangga Seruni, Semarang, Jawa Tengah.
Diceritakan di dalam Dosen Ghaib: Sudah Malam Atau Sudah Tahu, Nisa merupakan bocah SD yang berprestasi. Bakti sangat sayang kepada Nisa. Dia tidak mau Nisa menjadi anak yang gagal di masa depan.
Baca: Dulah Menikah Dengan Kuntilanak
Seperti malam-malam sebelumnya, dalam film Dosen Ghaib: Sudah Malam Atau Sudah Tahu, malam itu dikisahkan Nisa dipaksa menyelesaikan seluruh tugas sekolah. Ia tidak boleh beranjak dari kursinya bila tugas itu belum selesai. Nisa sudah menghiba kepada Bakti, tapi pria berambut keriting sebahu tersebut tidak peduli. Dengan gaya penuh wibawa, dia menceramahi bocah kecil yang kehausan dan kelaparan.
Usai berceramah ia keluar dari kamar. Tidak lama kemudian dia kembali sembari memanggil nama sang belahan jiwa. Tapi tiba-tiba dia mendengar sesuatu jatuh dari balkon. Begitu dia melihat ke arah jendela, ternyata Nisa jatuh dari balkon, tubuhnya tertancap besi beton. Belia itu meninggal dunia.
Sejak kematian Nisa, Bakti menjadi sosok sangat pendiam. Hari-harinya dia habiskan antara rumah dan kampus. Dia semakin berdedikasi dalam mengajar.
Suatu hari, seusai ujian, empat mahasiswa yaitu Maya (Annette Edoarda), Amelia (Ersya Aurelia), Fatah (Endy Arfian), dan Emir (Rayn Wijaya) tidak lulus mata kuliah Bakti.
Bakti yang dikenal sebagai dosen berdedikasi, on time, dan sangat peduli pada kualitas pembelajaran, mengatakan sangat kecewa kepada empat mahasiswanya. Mereka berempat telah merusak reputasinya. Selama mengajar, baru mereka yang tidak lulus. Keempatnya pun diminta mengikuti kelas tambahan. Disepakati kelas tersebut digelar setelah Magrib.
Seusai Magrib, Bakti berjalan kaki sembari bertongkat menuju pangkalan becak. Di depan pangkalan, dia hampir tertabrak motor. Ia berhasil menyeberang, tapi boneka kecil yang ia bawa ke mana-mana jatuh di tengah jalan. Dia yang sudah mencoba naik becak, balik lagi. Saat ia memungut boneka kenangan milik Nisa, sebuah truk Mitsubishi Colt Diesel menghantam tubuh tua itu. Dia terkapar.
Di tempat lain, di Jurusan Psikologi Unnes, empat mahasiswa menunggu dengan gelisah. Bakti yang dikenal on time, tak kunjung muncul. Sembari menunggu, mereka berghibah tentang masa lalu dosen killer itu.
Maya mengatakan dirinya tahu mengapa putri Bakti bunuh diri. Sang bocah tak tahan ditekan terus-menerus oleh sang ayah. Ketika Maya sedang membahas itu, tiba-tiba terdengar ketukan tongkat khas Bakti di lantai. Bakti berjalan seperti biasa.
Dia masuk ke ruang kelas dengan penampilan biasa. Menggunakan jas lusuh, rambut sebahu digerai, tongkat, dan wajahnya yang khas; dingin.
“Dilarang keluar sebelum kelas selesai,” Katanya pendek sembari membelakangi mahasiswa. Dia menulis di papan tulis.
Tiba-tiba pesan masuk ke WA Maya, mengabarkan bila Bakti telah meninggal dunia kecelakaan setelah Magrib. Maya terkejut. Ia takut. Demikian juga tiga teman-temannya.
Lalu siapa di depan mereka? Hantukah? Seorang mahasiswa laki-laki terkejut, setelah ia mengintip dari cermin kosmetik, ternyata kaki Bakti melayang di udara. Benar! Yang di hadapan mereka bukan Bakti, tapi hantu.
Mereka pun mengemasi barang-barang. Segera pamit.
“Kalian mau kemana?”
“Sudah malam, Pak!”
“Sudah malam atau sudah tahu?”
Mereka pun berhamburan ke luar gedung kuliah.
***
Hal tak beres kembali terulang di rumah duka. Saat jenazah dibaringkan di ruang tengah, kain tipis penutup wajah Bakti, tersibak. Terlihat jelas wajah itu sangat mengerikan.
Mereka berempat mengadukan keanehan-keanehan kepada dosen-dosen senior. Tapi semua menganggap hantu tidak ada. Hantu hanya ada di dalam pikiran manusia. Bahkan seorang petugas jaga kampus membenarkan pernyataan dosen itu.
Para dosen meminta peristiwa yang sudah terjadi disimpan rapi, supaya nama kampus dan jurusan tidak tercemar.
Mahasiswa yang paling menderita tentu saja Maya. Ia sangat tertekan. Kedua orangtuanya menekan dia supaya lekas lulus kuliah dengan nilai terbaik. Dia benar-benar frustasi.
Ia benar-benar “membenci” Bakti, seorang dosen sok tegas, kaku, dan tidak kompromis. Dia memperlakukan mahasiswanya seperti patung. Makanya dia mencari tahu latar belakang sang dosen.
Setelah mengalami berkali-kali peristiwa mistis, dia semakin tertekan. Dia pun harus mengonsumsi obat penenang. Yang membuat ia semakin depresi, banyak hal yang ia utarakan dianggap angin lalu oleh teman-temannya. Akhirnya ia harus menumpahkannya semua di dalam buku catatan yang dia corat-coret tak menentu.
Dia pula yang menjadi sasaran pertama arwah gentayangan Bakti. Teror terus-menerus membuat Maya jatuh dari lantai atas sebuah kost-kost-an di Semarang. Mayatnya jatuh tertimpa tiang yang di atasnya terpasang empat batang besi. Dia mati persis seperti Nisa.
Berangkat dari kematian Maya, Amelia pun melakukan penyelidikan lebih jauh. Di tengah teror yang tidak habis-habisnya dari arwah Bakti, dia mencari tahu tentang latar belakang Bakti.
Hingga suatu malam dia mendapatkan fakta dari kerabat Bakti, bila Nisa bukan bunuh diri. Dia meninggal dunia saat berada di balkon, menikmati kue yang diberi oleh Nurjanah, saudara Bakti. Saat ditinggal Nurjanah, epilepsi Nisa kambuh. Bocah itu terjatuh ke bawah dan meninggal dunia. Jasadnya tertancap besi coran.
Sejak saat itu Bakti tidak dapat memaafkan dirinya. Apalagi setelah dia menemukan catatan kecil di buku putrinya. “Aku sayang Bapak tapi aku benci Bapak” kalimat itu sangat menyakiti hatinya. Melukainya sedalam-dalamnya.
Dia berduka saat kehilangan istrinya dalam sebuah kecelakaan. Tapi dia masih bisa bertahan karena memiliki energi lebih besar mencintai putrinya. Tapi setelah putrinya juga pergi, ia kehilangan semua hal. Ia disorientasi. Dia marah pada dirinya. Sepanjang hayatnya menyalahkan diri sendiri.
Dia juga menyimpan “kecewa” kepada Amelia, karena menolak pemberian boneka peninggalan Nisa. Amelia yang tidak tahu apa-apa, menolak menerimanya. Itu menambah luka hatinya.
Di sesi akhir, kala arwah Bakti mencoba menghabisi tiga mahasiswa yang tidak lulus mata kuliahnya, Amelia berhasil meraih boneka yang tercampak di lantai koridor kampus.
Dia mengajukan boneka itu ke arah hantu Bakti. Dia pun terisak dan mengakui bahwa kegagalan mereka berempat bukan salah Bakti. Tapi salah mereka sendiri.
“Kita gagal bukan salah Bapak. Pak Bakti bapak yang baik. Aku percaya Pak Bakti mau yang terbaik untuk Nisa, dan juga buat kita.”
Hantu itu tersentuh dengan kalimat Amelia. Tiba-tiba wajahnya tidak lagi mengerikan. Dan di koridor muncul arwah Nisa dengan balutan busana putih selutut. Bocah itu tersenyum. Hantu Bakti berjalan ke arah Nisa yang bersiluet cahaya putih.
***
Film Dosen Ghaib: Sudah Malam Atau Sudah Tahu, memang film thiller yang menarik. Tapi sutradaranya Guntur Soeharjanto tidak menghadirkan sosok Bakti yang sangat mengerikan. Justru membosankan dengan sejumlah aksi teror. Terasa garing gitu.
Film Dosen Ghaib: Sudah Malam Atau Sudah Tahu, ditutup dengan narasi sangat menarik. Amelia menjadi dosen di jurusannya di Unnes. Dia menjadi sosok dosen yang humanis dan berdedikasi. Ia tidak mau mengulang kesalahan Bakti yang berdedikasi, ambisi, dan cinta berlebih.
Dedikasinya berlebihan, sehingga gagal melihat sisi lain mahasiswanya. Maya mengalami depresi karena tertekan oleh tuntutan orang tua dan Bakti. Amelia bisa lebih santai karena ibunya sangat pengertian, tapi juga tertekan oleh sang dosen killer.
Di ujung film Dosen Ghaib: Sudah Malam Atau Sudah Tahu, terlihat arwah Bakti berdiri di belakang kelas Amelia. Dia berdiri dengan bangga, menyaksikan sang dosen muda mengajar dengan penuh dedikasi, sekaligus humanis.
Dosen Ghaib: Sudah Malam atau Sudah Tahu, merupakan sebuah film psikologi yang tanggung, dan thiller yang juga kentang. Tapi sudah layak tonton.