Komparatif.ID, Jakarta— Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli mengatakan penghitungan angka PHK di Indonesia tidak lagi mengandalkan data yang dilaporkan oleh Dinas Ketenagakerjaan di tiap provinsi, melainkan akan menggunakan data Jaminan Kehilangan Pekerjaan (JKP) dari BPJS Ketenagakerjaan sebagai sumber utama. Kebijakan ini mulai berlaku efektif pada bulan Juni 2025.
Hal tersebut disampaikan Yassierli usai menghadiri rapat di Istana Negara. Ia menyebutkan penggunaan data JKP dianggap lebih akurat dalam mencerminkan kondisi riil di lapangan terkait PHK.
Menurutnya, selama ini masih terdapat ketidaksesuaian atau ketidaklengkapan dalam pelaporan dari dinas-dinas daerah. “Jadi kita tidak lagi menggunakan data dari laporan dari dinas,” kata Yassierli.
Baca juga: Tak Hanya yang Bergaji Kecil, Orang Kaya Juga Kurangi Menabung
Dengan sistem baru ini, seluruh data yang terekam dalam JKP BPJS Ketenagakerjaan akan diintegrasikan langsung ke sistem data Kementerian Ketenagakerjaan. Yassierli menyebutkan sistem tersebut kini telah mencapai kematangan yang memadai untuk digunakan secara nasional.
Ia juga menjelaskan data dari JKP memberikan informasi yang lebih rinci, seperti kapan waktu PHK terjadi dan di provinsi mana, sehingga memudahkan analisis dan penyusunan kebijakan.
Meski begitu, data dari Dinas Ketenagakerjaan tidak akan sepenuhnya diabaikan. Yassierli mengatakan data tersebut tetap akan digunakan sebagai pembanding. Namun, fokus utama dalam penghitungan resmi angka PHK akan bertumpu pada data JKP.
Kebijakan ini diyakini akan meningkatkan transparansi dan ketepatan informasi mengenai dinamika pasar tenaga kerja di Indonesia.
Yassierli menambahkan perubahan ini merupakan bagian dari proses perbaikan data yang telah ia lakukan selama tujuh bulan terakhir menjabat sebagai Menteri Ketenagakerjaan. Ia menyebut sistem pengelolaan data ketenagakerjaan kini sudah lebih matang dan siap digunakan sebagai dasar dalam pengambilan keputusan strategis.












