Sepelemparan dari jembatan yang membentang di atas Sei Wampu, Kota Stabat, berada sebuah bengkel yang diberinama Bengkel Stabat Mobil. Usaha jasa reparasi kendaraan roda empat tersebut milik seorang pengusaha Tionghoa yang bermukim di kota yang didirikan oleh Raja Wan Sopan bin Raja Wan Jabar pada abad ke 18.
Toyota Kijang EFI tahun perakitan 2002 yang saya kendarai melaju tidak kencang saat melintasi Sungai Wampu di lintas Banda Aceh-Medan. Tiba-tiba terdengar suara gemerincing dari bawah mobil. Wartawan Komparatif.ID Riski Aulia Ramadhan yang duduk di baris dua di dalam kabin Kijang Kapsul berkelir hitam metalik itu bergumam bahwa knalpot yang menghantam berem jalan pada Jumat pagi, 27 Desember 2024, telah patah.
Suara gemerincing menjadi perhatian sejumlah pelintas yang sama-sama sedang melintasi jembatan. Sekitar 100 meter dari jembatan, Toyota Kijang tersebut harus saya tepikan. Tepat di depan sebuah bengkel bernama Bengkel Stabat Mobil.
Baca: Merawat Hikayat Prang Goumpeni
Seorang mekanik keluar dari bengkel. Dia bertanya dengan raut peduli.
“Knalpot patah, Bang,” jawab saya.
Pria berkulit hitam dan bertubuh seperti orang Jepang zaman lampau itu, melongok ke kolong mobil. Dia menarik knalpot itu keluar kolong.
“Patah total dan berlipat,”katanya sembari menaruh knalpot yang patah di tepi jalan.
Saya pun menceritakan ihwal bengkoknya saluran gas buang tersebut. Ia mengangguk sembari tersenyum.
Pria itu masuk ke dalam bengkel. Sejurus kemudian keluar seorang pria Tionghoa, berbaju kaos dan celana pendek. Pria Tionghoa itu telah berumur.
Dia bertanya hal-ihwal dan kemudian dia menanyakan apa yang bisa dia bantu?
“Coba Koh cari yang baru,” kata saya.
Dia kembali ke dalam rukonya. Enam menit kemudian dia keluar dengan pernyataan bahwa knalpot serupa tidak tersedia di jaringannya. Bahkan yang loak sekalipun. Pilihannya hanya satu satu, knalpot yang patah dilas kembali.
Saya tidak bernegosiasi harga. Mekanik segera mencobot exhauld manifold yang tersambung dengan down pipe, catalytic converter dan muffler. Dia juga meraih tail pipe yang telah putus dari muffler dan bengkok.
“Butuh waktu dua jaman untuk mengelasnya kembali,” kata si mekanik. Saya mengangguk. Dia pun berangkat.
Proses reparasi knalpot itu membutuhkan waktu lebih dua jam. Baru selesai jelang Magrib. Seluruh biaya yang habis Rp360 ribu. All in one. Saya tersenyum.
***
Saat knalpot sedang diperbaiki di bengkel las, seorang pelanggan tetap mengkel itu masuk. Namanya Ridho, pemilik kendaraan minibus berkelir putih. Dia memperkenalkan diri sebagai sopir mobil rental antar provinsi. Ia mengemudikan unit miliknya sendiri.
Setelah cas-cis-cus ngobrol ngalor-ngidul, dia mengatakan saya datang ke bengkel yang tepat. Bengkel Stabat Mobil merupakan salah satu bengkel yang tidak getok harga. Mereka memperlakukan seluruh konsumen secara setara. Tak peduli orang tempatan maupun pendatang. Semuanya dilayani secara profesional, dan bayarannya sangat terjangkau.
Pria muda beranak dua yang bermukim di Pangkalan Susu itu, menemukan Bengkel Stabat Mobil secara tidak sengaja. Setelah berkali-kali kena getok harga di berbagai bengkel, ia akhirnya membawa service mobilnya ke bengkel itu. Dia terkejut, saat melakukan pembayaran, ia tidak harus merogoh kocek terlalu dalam.
Untuk meyakinkan saya, dia menunjukkan struk cetak dari bengkel lainnya. Saya terperangah.
“Stabat dari rumah saya lumayanlah jauhnya. Tapi sejak pertama ke sini, saya nyaman sampai hari ini,” kata pria yang berayahkan orang Pidie dan ibu Jawa.
Ridho juga memberikan tambahan testimoni, bahwa pengelola bengkel itu memiliki komunikasi atraktif dan santun. Mereka tidak marah-marah. Menjelaskan seperlunya kepada pelanggan, dan bekerja telaten.
Apa yang disampaikan Ridho saya buktikan satu persatu. Saya sempat meminta collant radiator diganti. Koh Aan sudah menaruh satu jerigen lima liter collant baru. Tapi ketika saya batalkan dua jam kemudian, dia tidak marah. Ia mengambil jerigen itu dan dimasukkan kembali ke dalam ruko Bengkel Stabat Mobil.
Saat membayar biaya reparasi knalpot, dia sampaikan apa saja yang diperbaiki, biaya apa saja yang dikenakan. Penjelasannya khas pengelola bengkel, cepat dan tidak bertele-tele.
“Totalnya Rp360 ribu,” kata Koh Aan. Saya membayar dan kemudian pamit. Dia mengantar hingga ke tepi jalan sembari melampaikan tangan perpisahan. Petang pun datang.
Saya tinggalkan Bengkel Stabat Mobil dengan senyum teramat manis. Ada rasa bahagia menyeruak di relung jiwa, karena diperlakukan dengan baik. Ternyata seperti pesan Raja Wan Sopan, orang Stabat harus seperti Sei Wampu, melayani dengan setulus hati, menerima dengan segenap jiwa. Stabat adalah kota cinta. Harus dirawat dan dijaga.
Pengelola Bengkel Stabat Mobil diam-diam merawat pesan Raja Wan Sopan. Harmonilah Kota Melayu Stabat. I love you!