Antara Swasembada Beras dan Pangan, Mana Harus Lebih Dahulu?

ekonomi aceh swasembada beras swasembada pangan
Zubir Marzuki,S.P. Praktisi perdagangan. Foto: Dok ZM.

Swasembada pangan berbeda dengan swasembada beras. Swasembada beras adalah kemampuan suatu negara atau wilayah untuk memenuhi kebutuhan beras penduduknya sendiri tanpa bergantung pada impor dari negara lain. Artinya, produksi beras dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi beras masyarakat, sehingga tidak perlu mengimpor beras dari luar negeri. Swasembada beras merupakan salah satu indikator kemandirian pangan suatu negara.

Swasembada pangan dapat dimaknai sebagai kemampuan suatu negara atau wilayah untuk memenuhi kebutuhan pangan penduduknya sendiri tanpa bergantung pada impor dari negara lain. Artinya, produksi pangan dalam negeri cukup untuk memenuhi kebutuhan konsumsi pangan masyarakat, sehingga tidak perlu mengimpor pangan dari luar negeri

Swasembada pangan mencakup berbagai jenis pangan, tidak hanya beras, tetapi juga produk pertanian lainnya seperti jagung, kedelai, sayuran, buah-buahan, tepung dan lain-lain. Tujuan swasembada pangan adalah untuk meningkatkan kemandirian pangan, mengurangi ketergantungan pada impor, dan meningkatkan kemandirian pangan masyarakat.

Baca: Presiden Prabowo Ajak Setiap Keluarga Tanam Cabai 5 Pot

Swasembada pangan juga harus ditopang oleh pangan alternatif dan pangan lokal, supaya kita tidak tergantung terus-menerus kepada impor terigu, tapi bisa ditutupi oleh mocaf dari singkong.

Atas gambaran demikian, menjadi sangat jelas perbedaan swasembada beras dengan swasembada pangan. Perbedaannya terletak pada lingkup dan fokus. Secara detilnya swasembada beras fokus pada produksi dan ketersediaan beras. Bertujuan untuk memenuhi kebutuhan beras penduduk. Dan beras adalah komoditas utama yang diprioritaskan.

Swasembada Pangan sendiri  fokus pada produksi dan ketersediaan berbagai jenis pangan. Jadi, swasembada beras lebih spesifik pada beras, sedangkan swasembada pangan lebih luas dan mencakup berbagai jenis pangan.

Dalam menjalankan 5 tahun kepemimpinannya, Presiden Prabowo dan Kabinet Merah Putih, telah berkomitmen menjadikan swasembada pangan sebagai salah satu program prioritas yang ingin dicapainya. Presiden optimis, jika bangsa ini ingin memiliki ketahanan pangan yang kuat, maka salah satu faktor penentunya adalah kemandirian  pangan. Tanpa kemandirian omong kosong ketahanan pangan akan kokoh dan kuat.

Hal inilah yg akan mengantar bangsa ini menuju kedaulatan pangan. Bangsa yang mandiri dan berdaulat atas pangan, hanya akan terwujud bila swasembada pangan dapat diwujudkan lebih dahulu. Dalam bahasa lain dapat ditegaskan, swasembada pangan merupakan syarat mutlak tercapainya kedaulatan pangan yang berkualitas.

Akibatnya, menjadi hal yang wajar, jika Presiden Prabowo dalam jangka pendek, meminta kepada Menteri Pertanian dan rengrengannya di bawah koordinasi Menko bidang Pangan untuk menggenjot produksi padi setinggi-tingginya. Harapan Presiden ini, ternyata tidak disia-siakan oleh Mentero Pertanian. Lewat penyerapan gabah petani oleh Perum Bulog, dihasilkan serapan gabah yang menggembirakan.

Duet antara Menteri Pertanian dan Wakil Mentan yang juga tercatat sebagai Ketua Dewan Pengawas Perum Bulog, terbukti mampu mengokohkan cadangan beras Pemerintah (CBP). Menteri Pertanian malah menyebut hingga bulan Mei 2025, cadangan beras Pemerintah diharapkan dapat mencapai angka 4 juta ton. CBP 4 juta ton merupakan prestasi yang pertana kali dicapai setelah 80 tahun merdeka.

Untuk mencapai swasembada pangan, yang namanya swasembada beras merupakan harga mati. Tanpa swasembada beras, tidak akan pernah ada yang disebut swasembada pangan. Itu sebabnya, kalau sekarang ramai dibincangkan Indonesia telah mampu meraih kembali swasembada beras, yang dicirikan dengan kokohnya CBP dan tidak ada lagi impor beras konsumsi, maka swasembada pangan bukanlah suatu hal yang mustahil untuk dicapai.

Pekerjaan rumah yang harus dicarikan jawabannya adalah sampai sejauh mana kita mampu mempertahankan pencapaian swasembada beras untuk jangka panjang? Tidak boleh lagi kita hanya mampu mewujudkan swasembada beras yang sifatnya on trend. Hal yang mesti kita perlihatkan kepada warga dunia, Indonesia terbukti mampu menggapai swasembada beras berkelanjutan.

Setelah kita capai swasembada beras, barulah kita genjot komoditas pangan strategis lain untuk berswasembada. Terlebih untuk komoditas jagung. Dengan kerja keras, swasembada jagung, bukan hal yang tidak mungkin untuk dicapai. Tinggal sekarang sampai sejauh mana segenap komponen bangsa fokus untuk meraihnya. Berbasis pengalaman pencapaian swasembada beras, swasembada jagung kita wujudkan.

Hal yang cukup sulit untuk diswasembadakan dalam jangka pendek adalah komoditas kedele, daging sapi, gula konsumsi dan bawang putih. Banyak kendala dan rintangan yang perlu dijawab dengan cerdas. Menggapai swaembada empat komoditas pangan strategis di atas, rupanya tidak cukup hanya lewat kemauan politik, namun perlu pula ditopang oleh tindakan politik yang realistik.

Atas hal demikian, dalam jangka menengah yang bisa kita capai adalah swasembada beras, jagung dan beberapa komoditas pangan lain di luar kedele, gula, daging sapi dan bawang putih. Untuk keempat komoditas di atas, butuh waktu lebih panjang untuk menswasembadakannya. Itu sebabnya, akan lebih keren, jika semangat pencapaian swasembada pangan tiga tahun ke depan, kalimatnya dikoreksi menjadi “swasembada pangan, utamanya beras”.

Semoga kisah sukses swasembada beras ini akan diikuti oleh swasembada komoditas pangan strategis lain menuju swasembada pangan.

Oleh: Zubir Marzuki. Praktisi perdagangan, pegawai negeri pada salah satu instansi di Pemerintah Aceh.

Artikel SebelumnyaTersangka Kasus Pembunuhan di Pidie Jaya Diserahkan ke Kejaksaan
Artikel SelanjutnyaFadhlullah: Tanpa Dana Otsus Pembangunan Aceh Terancam Mandek
Redaksi
Komparatif.ID adalah situs berita yang menyajikan konten berkualitas sebagai inspirasi bagi kaum milenial Indonesia

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here