Halal Bihalal di Rumah Lahuda Seukeum

Lahuda Seukeum
Mustafa A. Glanggang. Foto: Dok. pribadi.

Dahriana Malaka alias Dek Yan keponakan Teungku Lahuda Seukeum. Pertengahan Ramadan 1444 H lalu pulang dari Jakarta. Ia bereencana ingin buat reuni sesama SMA, SMP dan beberapa orang dekatnya.

Reuni yang direncanakan di rumah Teungku Lahuda Seukeum belum mendapat izin resmi. Karena jelang Lebaran Lahuda Seukeum sibuk mengurus pembagian zakat fitrah untuk  janda, fakir miskin, dan anak yatim di lingkar gampongnya.

Setelah mendapat penjelasan dari keponakannya, seperti biasa, Lahuda Seukeum  mengajukan pertanyaan karena belum memahami makna reuni.

Na tom lon deungo ureueng kheun reuni. Tapi Pak Wa gohlom muphom pu makna reuni. Aci gata peutrang bak Pak Wa,(Saya pernah mendengar orang menyebut kata reuni, tapi Wawak belum paham artinya. Coba kamu jelaskan)” kata Lahuda Seukeum.

“Seperti open house, Pak Wa,” jawab Dek Yan.

Sebagai orang klasik, Lahuda tambah bingung. Di lingkungan pergaulannya jarang sekali orang membicarakan open house. Tadi Dek Yan menyebut reuni, kini open house. Ia tambah bingung.

Pu nyan hos hos lom (apalagi itu hos hos?),” tanya Tgk Lahuda Seukeum.

Dek Yan hampir habis pembendaharaan kata untuk menyakinkan Pak Wa-nya, yang jebolah pesantren ternama di Aceh Selatan.

“Reuni atau open house itu semacam halal bihalal yang sering dilaksanakan oleh para teungku alumni dayah pada hari Lebaran,” sebut Dek Yan.

Mendengar kata- kata halal bihalal, Teungku Lahuda Seukeum spontan. Setuju rumahnya dijadikan acara reuni kawan-kawan Dek Yan pada Lebaran hari ketiga.

Oh meunyoe nyan ka meuhoe. Peugot laju di sinoe (oh, kalau itu saya sudah mengerti. Buat saja di sini, tak mengapa)” sebutnya.

Rupanya seminggu sebelum Lebaran Teungku Lahuda Seukeum pun sudah mendapat undangan dari mantan gubernur, mantan bupati dan mantan wakil bupati. Bahkan dari bakal calon DPRA dan DPR-RI diundang untuk hadir acara halal bihalal di rumah pribadi mereka.

Dalam pikiran Tgk Lahuda Seukeum, halal bihalal kali ini seperti yang pernah Tgk Lahuda Seukem ikuti di era Orde Baru. Waktunya dibatasi beberapa jam saja. Dengan sistem protokoler. Ada ceramah singkat dari salah seorang ustad atau tokoh.

Dilanjutkan sambutan panitia atau tuan rumah, sambil memperkenalkan tokoh-tokoh masyarakat yang hadir dalam acara itu. Untuk lebih semarak ditampilkan kasidah atau lagu-lagu nasihat. Terakhir acara makan bersama.

Rupanya halal bihalal kali ini, waktu yang tertulis dalam undangan mulai pukul 09.30 sampai 16.00 WIB.  Tidak ada acara seremonial seperti ceramah atau nasihat atau sambutan singkat dari tuan rumah. Setiap tamu yang datang satu persatu dipersilakan menuju meja makan memilih menu yang dinilai lezat dan bergizi.  Khusus bagi anak yatim yang diundang mendapat amplop sedekah sekadarnya dari yang punya hajat.

Baca: Lahuda Seukeum [Tidak] Ikut Keputusan Muhammadiyah

Acara yang lebih menarik lagi adalah acara di luar acara, yaitu sesi foto bersama. Dan grufie. Sebagian merekam video secara amatir. Juga disediakan tempat photo booth bagi itu ibu-ibu yang wara wiri berfoto sesama teman dan tamu yang hadir.

Bagi yang tidak sempat hadir pada acara halal bihalalal tersebut, dapat melihat dan menonton pada media sosial, siapa-siapa saja yang hadir pada acara silaturrahmi ini. Misalnya melihat melalui Facebook, Twiter, Instagram, You Tobe, membaca media oline setelah dua jam para tamu yang berkunjung pada acara halal bihalal tersebut pulang ke rumahnya masing-masing.

Sementara Teungku Lahuda Seukeum hadir tepat pukul 11.30 siang. Ia lebih dahulu  hadir halal bihalal  ke rumah calon Anggota DPRA Aceh. Sesampai di sana sudah berkumpul para tokoh-tokoh politik tingkat lokal. Mereka kelihatan sedang membahas  isu politik, baik nasional yang sedang berkembang, maupun isu politik lokal.

Salah satu isu yang hangat dibicarakan yaitu tentang Ganjar Pronowo calon Presiden  RI yang baru saja diusul PDI-P. Perihal yang menjadi persoalan, kata salah seorang tokoh politik partai lokal, siapa bakal wakil calon presiden  yang akan dipasang. Apakah Sandiaga Uno atau Eric Thohir, atau Mahfud MD. Karena ketiga tokoh ini mewakili partai barbasis Islam.

Kalau Prabowo, bagaimana pun masih banyak pendukung di Aceh bila maju sebagai calon Presiden 2024 ini. Sebab Prabowo sudah dua kali pemilu mencalonkan diri sebagai presiden. Banyak pendukungnya dari Aceh. Pemilu lalu Prabowo menang mutlak di Aceh.

Sementara itu Anis Baswedan calon Presiden dari NasDem, PKS dan Demokrat. Prosesnya sudah 70% AHY calon wakil Presiden.e Namun  kehadiran Jenderal (Purn) Moldoko mem-PK- kembali Demokrat ke Pengadilan di Jakarta, sedikitnya kedudukan Anis terganggu. Demikian ragam argument silih berganti berdengung di runang yang tidak begitu besar.

Topik lain yang lagi hangat dibicararakan seputar caleg DPRK, DPRA dan RI. Teungku Lahuda Seukeum sendiri mengaku sudah empat orang ketua partai nasional dan lokal yang merayu dirinya menjadi bacaleg partai mereka.

“Saya belum memberikan jawaban kepada para ketua partai itu,” jelas Teungku Lahuda Seukeum kepada forum diskusi itu. “Karena saya memang bukan orientasi politik praktis dalam hidup ini. Saya sehari-hari bebas tidak mau terikat dengan salah satu partai politik. Namun untuk membantu mereka, saya siap di belakang layar. Ini sah-sah saja, sambil saya niat untuk beribadah.”

Seruan Rebut Kekuasaan di Rumah Lahuda Seukeum

Halal bihalal di rumah Lahuda Seukeum pada Lebaran hari ketiga dimulai pukul 10.00 WIB, berjalan lancar dan sukses.

Dek Yan sebagai penggagas reuni mangatakan, “momentum reuni ini kita jadikan awal kebangkitan generasi kita untuk keperdulian pembangunan daerah kita sendiri,”

Mantan Ketua Umum OSIS SMA di awal reformasi tersebut sangat bersemangat.

“Kenapan momentum ini harus kita rawat dan kita jaga bersama? Karena 2023 adalah tahun politik. Karena Februari 2024 mendatang di negara akan berlangsung proses pergantian kepemimpinan RI, dari Presiden Joko Widodo  kepada salah seorang kandidat yang kini sedang disebut, yaitu; Pak Ginanjar, Pak Anis atau Pak Prabowo.” Dahriana Malaka menggebu-gebu. Ia saat ini merupakan Ketua OKP tingkat kabupaten salah satu organisasi.

“Kita orang muda, jangan sampai kita dicap generasi apatis pada politik. Karena politik adalah alat untuk merebut kekuasaan. Bila orang-orang muda seperti kita yang memiliki berbagai latar belakang pendidikan tinggi tidak mau peduli pada politik kekuasaan di negeri ini. Jangan salahkan bila kekuasaan dikelola oleh orang-orang yang tidak jelas pendidikannya dan tidak jelas orientasinya untuk bangsa. Yang menang sekadar ingin melanjutkan oligarki dan yang belum menang ingin menang supaya dapat membangun oligarki. Mereka akan menjual isu apa pun demi itu. Apakah saudara-saudara sekalian setuju apa yang sudah saya sampaikan ini,” teriak Dek Yan di atas panggung di depan lebih 350 peserta reuni sambil mengepalkan tangan ke atas.

“Setuju!” teriakan suara koor di bawah pentas itu.

Suasana pidato Dek Yan semakin panas. “Coba lihat berapa banyak anggota dewan mewakili daerah kita. Apa yang mereka perjuangkan di gedung terhormat itu?” tanya Dek Yan pada teman-temannya.

“Kalau pun ada, lanjut mantan mahasiswa komunikasi dan ilmu politik UI ini,  beberapa oknum DPR itu tidak lebih seperti ia sebagai petugas staf eksekutif, membagi-bagikan berbagai  bantuan yang sudah dimasukkan dalam  lembaran APBN atau APBD tingkat provinsi dan kabupaten.

Bukan hanya itu itu, oknum anggota dewan tertentu mengatasnamakan demi kepentingan masyarakat mengatur berbagai proyek dikerjakan oleh kontraktor tertentu pula walaupun persyaratan perusahaan tidak lolos ferivikasi.

Lahuda Seukeum yang duduk di baris pertama, manggut-manggut mendengar pidato keponakannya. Ia melihat Dek Yan seperti dirinya ketika muda, saat aktif berceramah dari satu panggung ke panggung lainnya kala bulan Maulid tiba. Atau ketika ia masih aktif menyampaikan khutbah Jumat dan Idulfitri. Sangat bersemangat. Seolah-olah dapat menyelesaikan semua hal dalam satu tepukan tangan.

Seakan-akan bila ia yang duduk di kursi kekuasaan, semua hal dapat dituntaskan dalam hitungan bulan. Seakan-akan, seolah-olah. Teungku Lahuda tersenyum sembari sesekali tangannya menggeser layar telepon genggam.

Akhirnya, sebagai bentuk penghormatan dari sesepuh, Teungku Lahuda Seukeum dipersilakan naik ke panggung. Menyampaikan sepatah dua kata, dirangkai doa penutup.

Setelah menguluk salam, dengan karisma seorang mantan singa podium yang pensiun dini karena makin kurang “kontrak ceramah”, Lahuda Seukeum berkata. “Sehebat apa pun dan sepandai apa pun kalian anak muda. Ingat, kalian belum pernah merasakan tua. Sebaliknya, sebodoh-bodohnya orang tua, namun sudah pernah nakal dan hebatnya kami di waktu muda dulu.”

Para peserta reuni manggut-manggut, sedetik kemudian tepuk tangan bergemuruh. “Hidup Teungku Lahuda!”

Artikel SebelumnyaAwas! Hari Ini Sinar UV Sangat Berbahaya Jalar Seluruh Indonesia
Artikel SelanjutnyaBesok, Matahari Akan Kembali “Panggang Aceh”
Mustafa A. Glanggang
Bupati Bireuen periode 2002-2007. Esais yang pernah menjadi wartawan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here