
Komparatif.ID, Banda Aceh— Pedagang di Pasar Peunayong, Banda Aceh, mengeluhkan kondisi harga cabai, bawang, dan sejumlah bahan pokok yang terus naik turun dan tidak stabil dalam beberapa waktu terakhir.
Komoditas seperti cabai, tomat, dan bawang merah menjadi yang paling sering mengalami perubahan harga, bahkan dalam hitungan hari. Akibatnya, pedagang kesulitan menentukan harga jual dan kerap merugi karena barang dagangan yang rusak sebelum sempat laku.
Salah seorang pedagang di Peunayong jauh sebelum tsunami, Hasan, mengatakan perubahan harga cabai bisa terjadi setiap hari. Ia menyebut cabai rawit saat ini dijual dengan harga antara Rp40.000 hingga Rp45.000 per kilogram, tetapi harga itu tidak bisa dipastikan akan bertahan lama.
“Hari ini bisa Rp45.000, besok bisa jadi Rp50.000. Atau malah turun lagi jadi Rp40.000. Gak tentu. Hari ini Rp35.000, besok Rp40.000. Lusa bisa turun lagi,” ujarnya, Senin (20/5/2025).
Menurutnya, cabai merah dan cabai hijau memang sedikit lebih stabil dibandingkan cabai rawit, tetapi bukan berarti tidak berubah. Harga tetap bisa naik ketika permintaan meningkat, terutama menjelang hari-hari besar keagamaan seperti Idulfitri dan Iduladha.
“Kalau cabai hijau, sekarang ini Rp30.000 sekilonya. Tapi kalau udah dekat Lebaran bisa naik jadi Rp45.000 atau bahkan Rp50.000. Karena kan banyak orang cari buat bikin lontong, buat masak tauco, dan makanan khas lainnya,” lanjutnya.
Kondisi serupa juga terjadi pada harga tomat. Dalam beberapa hari terakhir, harga tomat melonjak tajam. Dari yang semula hanya Rp10.000 hingga Rp12.000 per kilogram, kini harganya menyentuh angka Rp16.000 hingga Rp18.000.
“Kalau langsung dari Medan bisa keluar Rp16.000. Tapi kalau kita ambil dari orang sini, pasti lebih mahal. Makanya kita jual sekitar Rp17.000 sampai Rp18.000, tergantung ambil dari siapa,” terangnya.
Hasan menambahkan karena tomat termasuk barang yang cepat busuk, kenaikan harga sangat mempengaruhi penghasilan dirinya. Jika terlalu banyak stok dan tidak segera habis, maka akan merugi.
Baca juga: Pasokan dari Medan Melimpah, Harga Telur di Banda Aceh Turun
“Tomat dan cabe itu tiga hari aja udah lembek dan layu. Kalau gak laku ya harus dijual murah-murah. Kadang di bawah harga modal. Daripada busuk dan gak bisa dijual lagi, lebih baik dijual rugi sedikit,” ucapnya.
Bawang juga mengalami fluktuasi harga yang tidak jauh berbeda. Hasan mengatakan harga bawang merah masih lebih stabil jika dibandingkan cabai dan tomat, tetapi tetap mengalami perubahan tergantung pada pasokan dan tempat pengambilan.
“Sekarang ini bawang merah sekitar Rp45.000 sekilo. Tapi kalau ambil langsung dari pusat bisa lebih murah, Rp40.000-an. Tapi kalau ambil dari orang lain, bisa jadi Rp50.000. Gak mungkin kita jual sama dengan harga ambil. Harus ada lebihnya sedikit,” katanya.
Hasan menuturkan naik turunnya harga bahan pokok tersebut berdampak langsung terhadap penjualan dan omset pedagang. Karena harga berubah-ubah, konsumen menjadi ragu untuk belanja dalam jumlah banyak. Banyak pembeli yang mulai mengurangi belanja, bahkan memilih membeli dalam jumlah kecil.
Akibat dari kondisi ini, sebagian besar pedagang akhirnya memilih mengurangi jumlah stok barang dagangan. Mereka hanya mengambil barang secukupnya untuk menghindari risiko kerugian akibat barang yang tidak terjual dan membusuk.
“Orang belanja sekarang pun dikit-dikit. Paling beli se-ons, atau dua ons. Kita juga ambil barang gak banyak-banyak. Takut rugi kalau gak laku. Apalagi cabai dan tomat kan cepat rusak,” ujarnya.
Pasar Pindah, Pembeli Sepi
Selain menghadapi harga yang naik turun dan tidak stabil, para pedagang di Pasar Peunayong juga harus berhadapan dengan menurunnya jumlah pembeli.
Menurut pengakuan Hasan, pasar mulai sepi sejak para pedagang digusur dan dipindahkan ke Pasar Almahira di Lamdingin pada masa pandemi melalui regulasi penertiban kawasan peunayong yang digadang-gadang jadi pusat souvenir.
“Dulu sebelum digusur masih ramai. Sekarang udah sepi. Mau di sini atau di Lamdingin sama aja. Lamdingin paling ramai pagi, tapi selebihnya sepi juga,” katanya.
Hasan mengungkapkan sebelum pemindahan, Pasar Peunayong adalah salah satu pusat perdagangan yang cukup ramai di Banda Aceh. Namun sejak kebijakan relokasi diterapkan, jumlah pembeli menurun drastis.
“Dulu waktu belum digusur, pasar ini ramai. Sekarang udah kayak pasar kampung. Sepi. Orang datang satu-satu aja. Kalau malam baru ada pembeli, itu pun gak seramai dulu,” katanya.
Hasan berharap ada perhatian dari pihak berwenang untuk membantu menstabilkan harga bahan pokok agar tidak terus menerus naik turun. “Kalau harga bisa stabil, kita juga enak jualan. Pembeli pun gak bingung. Sekarang kan orang takut belanja karena harga gak tentu. Kita juga susah ambil keputusan mau stok barang banyak atau tidak,” pungkasnya.