4 Burong Legendaris Dalam Mitologi Aceh

Burong
Burong dalam mitologi Aceh emrupakan arwah perempuan yang meninggal dalam kondisi hamil dan ada juga yang mati karena melahirkan. Ilustrasi: Komparatif.ID/Fuad Saputra.

Burong—dalam khazanah perhantuan Indonesia dikenal sebagai kuntilanak—merupakan bagian dari peradaban Aceh masa lampau. Banyak cerita-cerita yang berkembang di tengah-tengah masyarakat tentang gangguan burong terhadap perempuan yang sedang hamil tua.

Seperti yang pernah diceritakan secara terbatas, peristiwa yang menimpa Yus pada tahun 1990-an di sebuah dusun udik di pedalaman Aceh Utara.

Yus kala itu sedang hamil tua, mengandung anak pertama dari pernikahannya dengan Nas, tetangga yang membuatnya jatuh hati. Nas merupakan pria muda yang gemar memancing di sungai bila malam hari tiba.

Sekitar pukul 22.00 WIB, Nas pamit kepada Yus. Sang suami hendak memancing di sungai. Menurut feeling-nya malam itu dia akan mendapatkan ikan keureuling—ikan jurung—yang sangat digemari oleh istrinya.

Baca: Aceh Utara; Jeut Cheih Asai Beik Choeh

Yus tak kuasa melarang. Meskipun sejak Magrib dia sudah agak kurang enak badan. Bahkan berkali-kali bulu kuduknya berdiri.

Sekitar pukul 01.00 dinihari, lolongan anjing kampung terdengar begitu menyeramkan. Anjing-anjing itu seperti melihat sesuatu yang mengerikan. Burung-burung hantu yang membangun sarang tidak jauh dari rumah mungil Yus dan Nas, juga bersahut-sahutan bersuara di atas dahan-dahan kayu di gulita malam. Seakan-akan saling mengabarkan bila sesuatu yang sangat menakutkan sedang menuju hunian sederhana di tengah kebun pinang.

Rintik hujan yang mulai turun menerba atap daun kelapa yang menjadi bumbung rumah pasangan muda itu. Angin malam berembus agak kencang, menerobos celah dinding yang dipasang tidak rapat. Menggerakkan horden tua dan menyibak kalender tahun berjalan yang penuh iklan micin dengan bintangnya pelawak Bagio.

Yus yang sedang berbaring di dipan kayu tanpa kasur, tiba-tiba ingin buang air kecil. Sembari memegangi perut buncitnya yang tinggal menunggu hari, ia bangkit dengan sangat susah payah.

Ia menyesali mengapa tidak melarang suaminya pergi malam ini. Tapi karena alasan ikan jurung, Yus mengalah. Padahal hampir setiap malam Nas pergi memancing ke sungai.

Ia menyapu rambut sebahu yang menutup wajahnya. Dengan langkah gontai melangkah ke dapur.

Burong
Ilustrasi: Komparatif.ID/Fuad Saputra.

Saat menyibak horden pintu kamar, Yus kaget. Seorang perempuan yang tidak ia kenal berdiri di depan pintu. Perempuan itu berdiri tanpa suara. Wajahnya dingin tidak menunjukkan ekspresi apa pun.

Burong!” pekik Yus.

Tiba-tiba angin sangat kencang berembus di dalam rumah kecil itu. Yus yang dilanda takut mencapai ubun-ubun hanya dapat membaca ayat Kursi. Namun, burong yang ada di dalam rumahnya malam itu sepertinya telah khatam ayat Kursi. Meski berulang-ulang Yus membacanya dengan suara nyaring melengking. Perempuan asing yang memakai pakaian seloyor tak juga hilang seperti di film-film hantu. Tamu tak diundang tersebut hanya tersenyum, seolah mengejek bahwa apa yang dibaca Yus tak ada gunanya.

Yus semakin ketakutan, dia berlari ke dalam kamar. Tamu tak diundang itu melangkah, menyusul Yus. Tiba di dalam kamar, wajah burong itu tiba-tiba berubah mengerikan. Yus histeris. Ia meraih Quran yang ditaruh di dekat jendela. Mengajukan Quran itu ke arah burong tersebut. Seperti di sinema misteri yang diputar di televisi, begitu melihat Quran, hantu itu ketakutan, dan tanpa sempat mengucap sepatah katapun, segera melarikan diri melalui lubang kendela.

Setelah burong itu pergi, Yus baru menyadari bahwa sejak tadi dia telah terkencing-kencing karena ketakutan. Namun karena takut arwah itu akan kembali, ia memilih kencing lagi di celana dan berbaring di lantai, sembari menunggu suaminya pulang.

Nas pulang setelah Subuh. Begitu suaminya membuka pintu, Yus langsung bangkit dari lantai, menyongsong dan memeluk sembari menangis sekeras-kerasnya.

Hantu yang mendatangani Yus malam itu tidak bernama. Tak jelas asal-usulnya. Mungkin kuntilanak usil yang datang kemana saja, sembari mencari untung dengan mengandalkan baju dinas dan pengaruhnya.

Dalam kebudayaan Aceh, burong sama dengan kuntilanak di dalam kebudayaan Melayu. Kalau di Jawa hantu serupa disebut sundel bolong. Biasanya berasal dari perempuan yang mati karena melahirkan, ataupun perempuan yang dibunuh karena mengandung anak hasil hubungan gelap –zina—dengan lelaki yang dicintai.

Di Aceh terdapat beberapa nama burong legendaris yang pernah mendominasi cerita-cerita rakyat. Kisah-kisah burong-burong itu diceritakan oleh orang lebih tua kepada yang lebih muda,ketika ada waktu senggang.

Siapa saja burong-burong legendaris di Aceh?

  1. Burong Halimah Jurang Seunapet

Di ceruk Seunapet, Kecamatan Lembah Seulawah, Aceh Besar, sejak zaman dulu beredar cerita tentang penampakan hantu perempuan yang sering menumpang kendaraan pelintas. Sejumlah peristiwa kecelakaan lalu-lintas dikait-kaitkan dengan penampakan hantu Halimah.

Narasi tentang Halimah merupakan yang terbaru dalam kisah-kisah perhantuan di Aceh. dalam kisahnya, Halimah diperkosa oleh sejumlah pemuda di kawasan Lembah Seulawah. Setelah diperkosa, Halimah dibunuh. Kemudian jasadanya dikuburkan alakadar di hutan dekat sungai kecil di Seunapet.

Halimah kemudian bangkit dari kubur dan mulai melakukan balas dendam. Satu persatu pria yang memerkosanya dihabisi dengan cara hantu.

  1. Burong Pocut Siti

Tentang keberadaan burong yang bernama Pocut Siti atau Tuan Siti, disebutkan dalam buku Burong, Suatu Analisis Historis Fenomenologis dan Hubungannya dengan Animisme, Dinamisme, dan Hinduisme dalam Masyarakat Aceh, yang ditulis oleh Drs. Husainy Ismail, dan diterbitkan tahun 1990 oleh Penerbit Erlangga.

Di dalam buku tersebut dituliskan tentang keberadaan sebuah pusara yang dikenal dengan pusara burong Pocut Siti di Gampong Lambada, Kecamatan Darussalam, Kabupaten Aceh Besar.

Pusara tersebut amat ditakuti oleh warga di bekas wiayah Mukim Tungkop tersebut. Dalam kisah itu disampaikan bahwa Pocut Siti melakukan perzinahan dengan kekasihnya hingga hamil.

Karena tahu risiko yang akan diterima bila kehamilan itu diketahui oleh keluarga keduanya, sang kekasih mengajak Pocut Siti bersembunyi di suatu tempat yang agak jauh dari permukiman.

Suatu hari, ketika kehamilannya semakin membesar, mereka bersampan-sampan di sungai. Sang kekasih yang panik karena gelisah bahwa aib mereka cepat atau lambat akan terbongkar, menenggelamkan Pocut Siti ke dalam sungai hingga mati. Setelah bangkit dari kematian, ia menuntut balas. Kekasihnya ditemukan mati dalam keadaan tercekik.

Selanjutnya, arwah Pocut Siti seringkali bergentayangan. Mendatangi rumah-rumah yanga ada perempuan hamil. Ia kerap memasuki badan perempuan hamil.

Bila ia berhasil menyusup, Pocut Siti akan meminta disediakan gulai kambing bule seuribe (gulai kambing bulu seribu). Bila hidangan itu telah dimakan oleh perempuan yang surup arwah Pocut Siti, Pocut akan pamit dengan dibantu bacaan mantra oleh syaman maupun dukun.

  1. Burong Nek Rabi Tanjong (Nek Seurabi Tanjong)

Kisah burong arwah Nek Rabi Tanjong (Seurabi Tanjong) sangat terkenal di gampong yang berjarak empat kilometer dari Banda Aceh. kisah ini terjadi ketika masih berfungsinya stasiun kereta api Aceh ASS, sebuah stasiun kecil pertama ke arah timur.

Burong ini berasal dari roh seorang gadis alim dan cantik, yang merupakan putri seorang pemuka agama. Nama gadis itu Rabiyah dan hidup dalam pingitan.

Namun, diam-diam Rabiyah mengadakan hubungan dengan seorang pemuda. Dalam pergaulan mereka, akhirnya terjerumuslah dalam kontak badan, yang menyebabkan Rabiyah mengandung.

Demi menutupi aib tersebut, mereka hijrah ke Aceh Barat. Mereka menyusuri Krueng Aceh. ternyata pria pujaan hatinya memiliki niat buruk. Dalam perjalanan, Rabiyah ditenggelamkan ke dalam Krueng Aceh hingga mati. Setelah menghabisi Rabiyah, si pria melanjutkan perjalanan. Mayat Rabiyah kemudian hanyut yang tersangkut di sekitar Lambhuk atau Beurawe. Jasadnya dibawa pulang ke kampung halamannya. Rohnya kemudian bangkit tueng bila (menuntut balas).

Siapa saja perempuan hamil disurup arwah Rabi Tanjong, maka selalu ingin makan sayur daun kelor dan telur asin (boh itek jruek).

  1. Burong Tujoh

Burong yang ini merupakan skuad dengan jumlah tujuh hantu yang semuanya mati setelah melahirkan. Bergentayangan ke sana-kemari, menyambangi setiap rumah yang ada perempuan hamil.

Sebagai pasukan elit, burong tujoh jarang sekali meminta makanan. Mungkin karena jumlah mereka yang terlalu banyak, sehingga tak sempat bermusyawarah makanan mana yang ingin disantap.

Tugas mereka hanya berkeliaran, menebar ketakutan, dan kemudian kembali ke pusara jelang Subuh.

Artikel Sebelumnya184 Imigran Gelap Rohingya Dibuang Mafia ke Peureulak
Artikel SelanjutnyaCuti Bersama Ditambah, Libur Lebaran Jadi 7 Hari
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here