
Komparatif.ID, Banda Aceh—Para ilmuwan menemukan anggrek spesies baru di Aceh. anggrek spesies baru tersebut diberi nama ilmiah Chiloschista tjiasmantoi sp. nov. penemuan anggrek spesial baru dan langka tersebut menghebohkan, karena hanya ada di Aceh sehingga bersifat endemik.
Para peneliti dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyebutkan Chiloschista tjiasmantoi sp. nov. merupakan spesies baru anggrek endemik Aceh dari genus Chiloschista (Orchidaceae). Spesies ini merupakan kelompok anggrek epifit tak berdaun.
Baca: Stroop 66, Sirup Legendaris Bireuen
Ditinjau dari morfologi, anggrek spesies baru tersebut menyerupai anggrek Chiloschista javanica yang endemik Jawa. Akan tetapi anggrek spesies baru tersebut memiliki petal yang berbentuk oblong-obovate serta bentuk bibir bunga yang khas. Inilah yang menjadi pembeda paling mencolok.
Destario Metusala dari Pusat Riset Biosistematika dan Evolusi BRIN, menerangkan anggrek spesies baru endemik Aceh tersebut pertama kali ditemukan pada 2019, dalam survei botani di Provinsi Aceh.
Peneliti menemukan beberapa anggrek Chiloschista ditemukan tumbuh epifit pada pepohonan di perkebunan semi-terbuka yang berdekatan dengan hutan. Tumbuhan epifit adalah tumbuhan yang tumbuh dengan cara menumpang pada tumbuhan lain sebagai tempat hidupnya.
Anggrek tersebut ditemukan didominasi oleh tumpukan akar fotosintetik, yang warnanya mirip dengan warna kulit batang pepohonan, sehingga sulit dilihat. Bunganya kecil kuning cerah, membuat keberadaannya dapat diketahui.
Spesimen berbunga yang telah dikoleksi dan diobservasi lebih lanjut. Spesimen ini menunjukkan ciri khas morfologi bunga yang berbeda dengan spesies Chiloschista lainnya, terutama C. javanica dan C. sweelimii.
Setelah diteliti lebih dalam, ditemukan sebuah fakta, bahwa bunga tersebut merupakan anggrek spesies baru, yang merupakan anggrek tanpa daun dari Aceh yang belum pernah diteliti sebelumnya.
Hasil riset yang kemudian diterbitkan di dalam jurnal PhytoKeys pada 2025, merupakan catatan paling awal—pertama kali—yang membahas keberadaan anggrek Chiloschista di Pulau Sumatra.
Nama Chiloschista tjiasmantoi disematkan sebagai penghargaan kepada filantropis lingkungan Wewin Tjiasmanto atas dukungannya terhadap upaya pelestarian flora di Indonesia, khususnya di Aceh.
Destario menyebutkan bahwa anggrek C. Tjiasmantoi masuk dalam kategori Genting (Endangered) menurut kriteria Daftar Merah IUCN. Hal itu karena diperkirakan luas area sebaran dan jumlah populasi yang terbatas, serta ancaman ekspansi perkebunan dan perubahan iklim.
“Perluasan kawasan lindung di Aceh perlu segera dilakukan untuk melestarikan berbagai spesies tumbuhan yang terancam kepunahan, terutama spesies unik yang hanya ada di Propinsi Aceh,” tutur Destario, seperti dikutip dari laman BRIN.
Destario menjelaskan bahwa anggrek C. tjiasmantoi memiliki kuntum bunga dengan lebar 1-1,2 cm dan berwarna kuning dengan pola bintik jingga atau kemerahan. Dalam satu tangkai perbungaan yang panjang, dapat menghasilkan hingga 30 kuntum bunga yang mekar secara simultan.
Spesies ini umumnya ditemukan pada ketinggian 700–1.000 meter di atas permukaan laut, tumbuh menempel di batang pepohonan yang tua pada habitat semi-terbuka, berangin, dan lembap. Musim berbunga biasanya terjadi pada pertengahan Juli serta awal November hingga akhir Desember.
“Anggrek spesies baru ini telah berevolusi secara unik dengan mereduksi organ daunnya secara ekstrem sehingga proses fisiologi penting seperti fotosintesis dilakukan pada organ akarnya. Keunikan ini membuka peluang riset lanjutan untuk menelisik berbagai aspek biologinya,” jelas Destario.
Lebih lanjut, Destario mengungkapkan penyebutkan anggrek tak berdaun untuk spesies ini, dikarenakan sepanjang daur hidupnya, anggrek tersebut dalam kondisi tanpa organ daun. “Semisal pun ditemukan daun, ukurannya amat sangat kecil, itu pun hanya 1-2 helai saja dan akan segera gugur,” ucapnya.
Destario menerangkan salah satu genus yang ada di dalam kelompok anggrek tak berdaun adalah genus Chiloschista. Genus ini pertama kali dideskripsikan pada tahun 1832 dan kini mencakup 30 spesies yang tersebar dari Asia Selatan, Asia Tenggara, hingga Australia.
Anggrek ini lebih dikenal oleh para hobiis di Indonesia dengan nama anggrek akar, mengingat penampakannya seperti sekumpulan akar-akar berwarna kehijauan.
Sebelumnya, Indonesia diketahui hanya memiliki 4 spesies Chiloschista yang dapat ditemukan di Jawa, Kepulauan Sunda Kecil, Sulawesi, dan Kepulauan Maluku. Dengan adanya temuan spesies baru ini, maka kini ada tambahan catatan keberadaan anggrek Chiloschista dari Pulau Sumatra.
Sumber: Mongabay