Ustad Masrul Aidi Bantah Santri Pelaku Pembakaran Asrama Dayah Babul Maghfirah Merupakan Korban Buli

Sebut Keterangan Polresta Banda Aceh Prematur

Ustaz Masrul Aidi: Kalau Masih Merokok, Jangan Duduk di MPU Aceh Ustad Masrul Aidi Bantah Santri Pelaku Pembakaran Merupakan Korban Buli
Pimpinan Dayah Babul Maghfirah Cot Keueng, Ustaz Masrul Aidi. Foto: Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Pimpinan Dayah Babul Maghfirah, Ustad Masrul Aidi, mengatakan kesimpulan Polresta Banda Aceh yang menyebut santri pelaku pembakaran asrama merupakan korban perundungan terlalu tergesa-gesa, dan menimbulkan kesan keliru terhadap lingkungan pesantren.

Masrul Aidi mengaku kecewa karena rilis polisi langsung menyimpulkan santri berinisial AI membakar asrama akibat sakit hati dibuli. Menurutnya, narasi tersebut menjadi celah bagi pihak yang tidak menyukai lembaga pendidikan dayah untuk menyerang dan menyudutkan pesantren, seolah-olah praktik perundungan dibiarkan terjadi.

“Keterangan dari hasil pers-release pihak Polresta sangat mengecewakan bagi kami pihak Dayah Babul Maghfirah, karena kesimpulan yang disampaikan terlalu prematur. Seolah-olah dayah itu adalah ruang tempat pembulian kepada anak-anak dan seolah-olah itu legal diizinkan di dayah,” ujar Masrul Aidi, dalam keterangan resminya, Jumat (7/11/2025).

Ia menjelaskan AI merupakan siswa kelas tiga SMA dan termasuk santri senior yang tidak memiliki tingkatan di atasnya sehingga sangat kecil untuk jadi korban buli. Masrul Aidi juga mengatakan AI memiliki saudara kembar yang berada di kelas yang sama, sehingga menurutnya kecil kemungkinan keduanya mengalami perundungan tanpa diketahui satu sama lain.

Masrul Aidi menilai mustahil seorang siswa yang sudah tiga tahun berada di pesantren tidak melaporkan dugaan buli kepada wali kamar, ustad, guru, atau bahkan keluarganya apabila memang hal tersebut terjadi.

Ia juga menilai tidak masuk akal jika sekadar ucapan seperti “bodoh” atau “tolol” dapat menjadi motif yang cukup kuat hingga mendorong seseorang melakukan pembakaran.

Menurutnya, meski ucapan itu tidak pantas, dalam kehidupan sehari-hari komentar semacam itu bukanlah hal yang luar biasa sampai dapat dijadikan dasar untuk tindakan kriminal berat.

Baca juga: Sakit Hati Dibuli, Santri Bakar Asrama Dayah Babul Maghfirah

Lebih jauh, ia mengatakan AI merupakan anak yang berprestasi dan sering dikirim mengikuti perlombaan. Hal itu dianggapnya tidak sesuai dengan karakteristik umum korban perundungan yang biasanya menunjukkan penurunan kemampuan sosial atau akademik. Karena itu, ia menilai kesimpulan penyidik tidak mempertimbangkan aspek lain yang lebih relevan.

Masrul kemudian mengungkap AI diduga memiliki masalah keluarga yang cukup berat. Ia menyebut orang tua santri tersebut berada dalam kondisi rumah tangga yang tidak harmonis. Bahkan, menurut pengakuan ibu AI kepada wali kamar, ia sempat mengalami depresi akibat persoalan keluarga.

Masrul Aidi mengatakan rekaman percakapan terkait hal ini juga telah disimpan sebagai dokumentasi. Ia menilai latar belakang keluarga ini perlu menjadi bagian dari penyelidikan sehingga motif yang disampaikan tidak semata-mata menyalahkan lingkungan pesantren.

“Maka kesimpulan sepihak dari pihak Polresta tanpa konfirmasi lagi kepada pesantren itu sangat mengecewakan kami atas nama Lembaga Pendidikan Dayah Babul Maghfirah dan mengecewakan lembaga-lembaga pendidikan lain,” lanjutnya.

Ia menambahkan ada tiga teman dekat AI yang pernah mendengar rencana pembakaran tersebut jauh sebelum kejadian. Menurut mereka, AI sempat mempertimbangkan dua pilihan bangunan karena sama-sama memiliki struktur kayu di lantai dua.

Hal ini menurut Masrul menunjukkan pembakaran tidak diarahkan untuk menyasar barang teman-temannya karena di lokasi itu juga terdapat barang-barang milik saudara kembarnya. Ada pula keterangan teman lain yang menyebut AI ingin melakukannya agar dayah libur lebih lama.

“Jadi bukan sengaja menargetkan untuk kena barang kawan-kawannya. Karena diantara barang kawan-kawannya juga terdapat punya abang kandungnya. Itu yang juga harus menjadi catatan bagi kita bahwa informasi sepihak dari pihak kepolisian ini sangat-sangat prematur,” terang Masrul Aidi.

Ia berpendapat kejadian ini tidak dapat langsung dikaitkan dengan kelalaian pihak pesantren, karena tidak ada indikasi atau laporan sebelumnya mengenai adanya perundungan.

Menurutnya, sehari-hari AI tampak ceria, bersosialisasi dengan baik, serta berprestasi. Ia menganggap kesimpulan sepihak dari penyidik justru memicu serangan opini yang menyudutkan pesantren.

Masrul juga menyebut dua kemungkinan motif lain. Pertama, kemungkinan adanya pihak tertentu yang mendorong AI melakukan tindakan itu, meskipun ia menilai kemungkinannya kecil. Kedua, ia menyebut adanya kemungkinan pengaruh permainan daring yang memiliki tantangan tertentu, seperti game Roblox, meski hal tersebut masih perlu pendalaman lebih lanjut.

Masrul Aidi juga menjelaskan pihak Pesantren Babul Maghfirah sendiri telah menyiapkan tim pencegahan dan penanganan kekerasan di lingkungan sekolah sejak Juli 2024 lalu. Tim tersebut terdiri dari Wakil Kepala Sekolah, guru BK, dan dewan guru, perwakilan santri, dan perwakilan orang tua/wali.

Sebelumnya, Kapolresta Banda Aceh Kombes Pol Joko Heri Purwono menyampaikan motif pembakaran asrama Pesantren Babul Maghfirah diduga karena pelaku merasa sering dipermalukan teman-temannya.

Polisi telah memeriksa sepuluh saksi dan mengumpulkan sejumlah barang bukti, termasuk rekaman CCTV yang menunjukkan gerak-gerik pelaku sebelum kejadian. Pelaku mengaku membakar kabel di lantai dua asrama menggunakan korek mancis dan menyebut tindakannya dilakukan secara spontan.

Artikel SebelumnyaMaTras Laporkan Kadis PKP Aceh dan Kepala ULP Aceh ke Kejati

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here