Komparatif.ID, Banda Aceh– Sejumlah proyek yang didanai oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 2022, terancam tak selesai akibat kendala alam. Sejak November hingga Desember curah hujan di Aceh sangat tinggi. Musim hujan menyebabkan banyak proyek tidak dapat dibanguns ecara maksimal.
Sejumlah Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) mengeluhkan kondisi tersebut. Proyek-proyek yang sedang dibangun oleh rekanan, masih banyak yang belum tuntas, dan terancam tidak akan selesai sesuai tenggat waktu di dalam kontrak.
“Beberapa rekanan sudah mengeluhkan kondisi ini. Hujan yang turun terus-menerus membuat pelaksanaan pembangunan proyek terkendala. Mereka kehilangan akal untuk menyelesaikannya tepat waktu. Sedangkan sisa tahun anggaran 2022 hanya berbilang hari,” kata salah seorang kepala dinas kepada Kompatarif.id, Senin (19/12/2022).
Baca juga: Pembangunan RS Regional Bireuen Jangan Sampai Batal
Sang kepala dinas mengaku khawatir dengan kondisi tersebut. Proyek-proyek tersebut banyak yang bukan multy years, sehingga bila tidak selesai tahun ini, bukan hanya pemerintah dan kontraktor yang rugi. Tapi juga masyarakat sebagai penerima manfaat.
“Seperti irigasi. Secara normal selesai tahun ini. Tapi karena musim hujan kali ini berbeda dari tahun-tahun sebelumnya, membuat pelaksanaan pembangunan di lapangan sangat terkendala,” sebutnya. “Bahkan ada kontraktor yang sudah tidak yakin dapat menyelesaikan pekerjaannya tahun ini karena hujan setiap hari; sepanjang hari,” sebutnya.
Ketua Komisi IV DPRA Zulfadli,A.Md, Selasa (20/12/2022) ikut prihatin dengan kondisi pembangunan proyek di berbagai titik di Aceh, yang pelaksanaannya terkendala akibat dari curah hujan yang sangat tinggi di Aceh selama beberapa bulan.
Politisi Partai Aceh Dapil III (Bireuen) tersebut menyebutkan Pemerintah Aceh harus mencari solusi supaya rekanan tidak rugi, dinas tidak sakit kepala, dan masyarakat penerima manfaat tidak kecewa.
Melihat konsisi alam saat ini di Aceh, yang sepanjang hari, dan setiap hari hujan deras, Zulfadli yakin banyak proyek yang didanai oleh APBA tidak mungkin diselesaikan tepat waktu. Bilapun dipaksakan, akan banyak kontraktor dan pejabat di dinas terkait yang akan berurusan dengan hukum. Bila itu terjadi, sungguh sangat tidak produktif.
“Bila dipaksa tentu akan ada yang bisa “selesai”. Tapi bagaimana dengan kualitas pembangunannya? Tentu tidak akan memiliki mutu yang baik. Bila itu terjadi, berapa orang yang akan berurusan dengan hukum? Ini sangat tidak produktif,” sebut Zulfadli.
Melihat situasi alam, Zulfadli menyarankan Pemerintah Aceh menjalankan amanat Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor: 189/PMK. 05/2022, tentang Pelaksanaan Anggaran Dalam Rangka Penyelaian Pekerjaan Pada Masa Pandemi Corona Virus Diasesi 2019 yang Tidak Terselesaikan Sampai Dengan Akhir Tahun Anggaran 2022 dan Akan Dilanjutkan Pada Tahun Anggaran 2023.
Pasal 3 Bagian Kesatu PMK 189/2022, menyebutkan: Sisa pekerjaan yang tidak terselesaikan sampai dengan akhir tahun anggaran 2022 dapat dilanjutkan penyelesaiannya ke tahun anggaran 2023 sepanjang memenuhi ketentuan sebagai berikut:
- Berdasarkan penelitian PPK, penyedia barang/jasa diyakini akan mampu menyelesaikan keseluruhan pekerjaan setelah diberikan kesempatan sampai dengan sembilan puluh (90) hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan; dan
- Penyedia barang/jasa sanggup untuk menyelesaikan sisa pekerjaan paling lama (90) sembilan puluh hari kalender sejak berakhirnya masa pelaksanaan pekerjaan yang dinyatakan dengan surat pernyataan kesanggupan yang ditandatangani di atas kertas bermaterai cukup.
Menurut Zulfadli Peraturan Kementerian Keuangan, nomor: 189/PMK.05/2022, telah membuka ruang selebar-lebarnya bagi Pemerintah Aceh, supaya mengambil inisiatif perpanjangan masa pelaksanaan pekerjaan hingga 90 hari kalender. Artinya, sejumlah proyek yang terancam tidak selesai tahun 2022, dapat dilanjutkan pada tahun anggaran 2023.
“PMK Nomor 189 tahun 2022 tersebut mengatur dengan sangat detail tentang mekanisme penyelesaian proyek yang tidak tuntas pada tahun 2022. Pemerintah Aceh saya imbau untuk menempuh ruang yang telah disediakan oleh PMK. Ini lebih bijak dan arif, ketimbang membiarkan proyek-proyek tersebut dikerjakan dengan asal jadi, atau bahkan terbengkalai. Intinya ruang yang diberikan oleh PMK menjadi bahan bagi Pemerintah Aceh tetap dapat melaksaanakan pembangunan, rekanan tidak bermasalah secara hukum, dan rakyat dapat memanfaatkan hasil dari pembangunan yang dilakukan,” sebut Zulfadli.
Saat ini keputusan ada di tangan Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki. “Saya sudah menyarankan, dan siap mendukungnya secara penuh. Saya kira semua orang juga mendukung. Selain memang sudah diberikan peluang oleh peraturan yang berlaku, juga demi menjaga kualitas pembangunan, serta melindungi semua orang agar tidak dirugikan,” imbuhnya.