
Komparatif.ID, Pekalongan—Meski upah buruh jahit tidak mencapai Rp3 juta per bulan, tapi seorang buruh jahit di Pekalongan, Jawa Tengah, mendapatkan tagihan pajak mencapai Rp2,8 juta. Meski terkesan lucu, tapi itu terjadi.
Ismanto (32), seorang buruh jahit di Pekalongan, tiba-tiba menerima surat tagihan pajak sebesar 2,8 miliar rupiah. Surat tagihan pajak tersebut dikirim oleh Kantor Pelayanan Pajak Pratama (KPP) Pratama Pekalongan.
Baca: Di Australia Gaji Tinggi, Pajak Juga Tinggi
Ismanto kaget luar biasa. Dia bersama istrinya syok. Hidup morat-marit, dan hanya pernah memiliki tabungan paling banyak Rp10 juta, tiba-tiba buruh jahit itu justru mendapatkan surat tagihan pajak.
Pria yang berdomosili di Desa Coprayan, Kecamatan Buaran, Kabupaten Pekalongan, itu syok. Tiba-tiba diminta membayar pajak Rp2,8 miliar dari hasil pembelian kain pada tahun 2021.
Ismanto menerangkan, petugas datang ke kediamannya pada Rabu sore (6/8/2025). Petugas KPP Pratama membawa surat berisi tagihan pajak Rp2,8 miliar. Ia kaget, tak percaya, sekaligus bingung.
Sebagai buruh jahit yang berpenghasilan kecil, dia tidak percaya mengapa bisa tgihan pajak sebesar itu masuk ke alamatnya atas namanya. Selama hidupnya, dia tidak pernah memegang uang banyak. Bahkan Rp50 juta pun belum pernah dia lihat. Tiba-tiba datang tagihan mencapai miliaran.
Akibat tagihan itu, Ismanto sempat tertekan. Selera makannya hilang. Dia mengurung diri di dalam kamar.
“Saya orang miskin. Hanya pernah memiliki tabungan Rp10 juta hasil menyimpan uang selama empat tahun,” katanya.
Kenapa bisa Ismanto bisa mengalami hal buruk seperti itu? Dia pun bingung. Dia tidak memiliki hubungan apa pun dengan perusahaan di Boyolali seperti yang tercantum dalam data transaksi KPP Pratama Pekalongan. Ia juga tidak pernah meminjamkan KTP. Bahkan tidak pernah pinjol atau lainnya.
Tagihan Nyasar ke Buruh Jahit, Ini Klarifikasi KPP Pratama Pekalongan
Kepala KPP Pratama Pekalongan Subandi, kepada wartawan mengatakan mengakui bahwa surat tersebut berasal dari lembaga yang ia pimpin. Kunjungan staf KPP Pratama Pekalongan ke kediaman Ismanto, hanya bersifat klarifikasi atas transaksi besar yang tercatat dalam sistem administrasi perpajakan.
Subandi juga menjelaskan yang diklarifikasi oleh petugas pajak yaitu jumlah transaksi sebesar Rp2,9 miliar. Subandi menegaskan bahwa Rp2,9 miliar bukan jumlah tagihan pajak, tapi jumlah transaksi.
Bila benar Ismanto tidak pernah melakukan transaksi tersebut, berarti ada indikasi penyalahgunaan data NIK (Nomor Induk Kependudukan). Subandi bilang kasus serupa pernah terjadi di Pekalongan, termasuk kasus buruh yang NIK-nya digunakan bosnya untuk keperluan bisnis.
“Kami hanya ingin memastikan, apakah benar yang bersangkutan melakukan transaksi itu atau tidak. Bisa jadi juga NIK-nya pernah dipinjam. Makanya kita lakukan klarifikasi langsung. Kalau ternyata bukan dia, ya kita proses kroscek lebih lanjut,” jelasnya.
Subandi juga mengimbau masyarakat agar tidak sembarangan meminjamkan KTP, NIK, atau NPWP kepada orang lain. Menurutnya, penyalahgunaan data pribadi bisa berdampak serius, terutama terkait kewajiban perpajakan.
“Jangan mudah meminjamkan identitas kepada siapapun. Kalau ada transaksi mencurigakan atas nama Anda, lebih baik segera lapor untuk diklarifikasi,” tegasnya.
Hingga kini pihak KPP Pratama masih mendalami kasus yang terjadi pada Ismanto dan akan menelusuri lebih lanjut apakah benar terjadi penyalahgunaan identitas.
Disadur dari detik.com