Komparatif.ID, Banda Aceh— Mantan wakil juru bicara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan anggota tim perunding GAM, Munawar Liza Zainal, menyesalkan para perunding GAM di Helsinki belum pernah dilibatkan secara resmi dalam pembahasan revisi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA).
Menurutnya, keterlibatan perunding GAM sangat penting agar revisi UUPA tetap sejalan dengan semangat dan substansi Nota Kesepahaman Helsinki yang ditandatangani pada 15 Agustus 2005.
“Selama ini narasi yang berkembang dari Jakarta, bukan dari Aceh. Padahal pemahaman kita tentang MoU Helsinki berbeda dengan Jakarta. Jangan sampai sejarah dikonstruksi oleh narasi luar,” ujarnya pada diskusi publik “Advokasi Revisi UUPA Antara Peluang dan Tantangan” pada Selasa (8/7/25).
Munawar menegaskan pemahaman masyarakat Aceh terhadap MoU Helsinki berbeda dengan pemahaman yang berkembang di pemerintah pusat. Karena itu, menurutnya, adalah sebuah kekeliruan besar jika revisi UUPA dilakukan tanpa mempertimbangkan perspektif para pihak yang dahulu menjadi pelaku langsung dalam proses perundingan perdamaian.
Baca juga: Nasir Djamil: Disusun Terburu-buru, UUPA Belum Sempurna
Ia meminta agar semua poin revisi yang direncanakan dipaparkan secara terbuka sejak awal kepada publik, agar tidak menimbulkan kecurigaan atau kesan bahwa Aceh sedang “membeli kucing dalam karung”.
Lebih lanjut, Munawar memberikan catatan penting terkait pengaturan hukum yang terlalu bergantung pada pemerintah pusat, seperti dalam bentuk Peraturan Pemerintah (PP). Ia menilai mekanisme semacam itu cenderung lambat dan rawan mandek di tingkat birokrasi nasional.
Ia mencontohkan Pasal 192 UUPA yang mengatur zakat sebagai pengurang pajak, namun implementasinya masih terganjal karena harus menunggu PP. Menurutnya, aturan semacam ini sebaiknya ditetapkan langsung melalui qanun agar lebih cepat diterapkan dan selaras dengan kebutuhan masyarakat.
“Kita tahu perjuangan mengeluarkan PP itu sangat sulit. Lebih baik pengaturan dilakukan melalui Qanun” sarannya.













> Ia mencontohkan Pasal 192 UUPA yang mengatur zakat sebagai pengurang pajak, namun implementasinya masih terganjal karena harus menunggu PP. Menurutnya, aturan semacam ini sebaiknya ditetapkan langsung melalui qanun agar lebih cepat diterapkan dan selaras dengan kebutuhan masyarakat.
klo saya jadi pemerintah, saya bakal terapkan ini. kapan lagi + ada kesempatan buat ngeliat “aset” masyarakat yang biasa disembunyikan karena nggak bayar pajak. nanti tinggal dibandingkan dengan saja zakat dan pajaknya. sesuai nggak.