Piala Dunia, Tuhan & Sepakbola

Gol tangan "Tuhan" di semifinal Piala Dunia 1986 antara Argentina versus Inggris disebut oleh Syah Reza Ayub merupakan bagian narasi agama dalam sepakbola. Foto: dikutip dari Goal.com.
Gol tangan "Tuhan" di semifinal Piala Dunia 1986 antara Argentina versus Inggris disebut oleh Syah Reza Ayub merupakan bagian narasi agama dalam sepakbola. Foto: dikutip dari Goal.com.

Piala Dunia Tahun 1986, menyisakan satu kejadian paling kontroversial sepanjang sejarah sepakbola. Maradona mencetak gol sundulan namun dengan menggunakan tangan. Sekalipun tampak jelas handball, dan diprotes oleh para pemain Inggris, nyatanya wasit mengesahkan sebagai gol. Karena teknologi VAR (Video Assistence Referees) belum ada saat itu. Hasil akhir 2-1 kemenangan Argentina atas Inggris, dan Tango  melaju ke semifinal.

Pascapertandingan ketika konferensi pers terkait gol tersebut, di hadapan media Maradona menjawab “a little with the head of Maradona and a little with the hand of God.” (Gol itu sebagian dengan kepala Maradona, sebagian lagi dengan tangan Tuhan).

Baca juga: Maroko, Olahraga, dan Harga Diri

“Tangan” Tuhan di Sepakbola

Statemen Maradona yang bernada relijius tersebut jelas berlawanan dengan identitas Eropa yang 1 abad sebelum itu, telah berhasil membentuk wajah peradabannya yang atheistik. Masa pencerahan (Aufklarung) Abad 19 M diklaim sebagai era kebangkitan tradisi rasionalisme dan empirisisme di dunia Barat, bersamaan dengan semangat melepaskan diri dari pengaruh Tuhan (baca: Agama). Friedrich Nietzsche, menjadi salah satu tokoh sentral dengan kampanye ideologis, “Gott ist tot” (Tuhan telah mati).

Andai saja Nietzsche masih hidup saat itu, mungkin Maradona menjadi musuhnya karena membawa nama Tuhan dalam sepakbola. Tak bisa dipungkiri, spontanitas seseorang itu merefleksikan apa yang diyakini.

Argentina, dan negara kawasan Amerika Latin, mayoritas beragama Katolik Roma, yang dikenal berpegang kuat pada keyakinan agama. Selebrasi kedua jari telunjuk ke atas ala Messi, atau bersimpuh dengan lutut, mencirikan identitas umat Katolik yang meyakini Tuhan mempengaruhi hasil dari lapangan hijau.

Maradona mungkin pemain pertama yang membawa diksi agama dalam sejarah sepakbola di Eropa. Paling tegas ada pada statemen lainnya, “God makes me play well. That is why I always make the sign of the cross when I walk out onto the field. I feel I would be betraying Him if I didn’t.” (Tuhan membuat saya bermain dengan baik. Itu sebabnya saya selalu membuat tanda salib ketika saya berjalan ke lapangan. Saya merasa saya akan mengkhianati-Nya jika saya tidak melakukannya.”)

Maradona, mungkin sebagian kecil pemain bola yang meyakini bahwa Tuhan membantu kerjanya di lapangan hijau. Umumnya, orang meyakini, Tuhan tidak punya hubungan dengan sepakbola. Karena dominasi paradigma rasionalisme Barat yang bertumpu pada supremasi akal dan indera telah menyebar ke seluruh dunia melalui kendaraan kolonialisme, menggiring pemikiran manusia dalam kerangka sains-rasional. Dampaknya mengenai mindset masyarakat beragama sekalipun, seperti umat Islam.

Tauhid Dalam Sepakbola

Padahal dalam konsepsi Tauhid Islam, Tuhan terlibat dalam aktivitas dunia sekalipun sehelai daun yang jatuh dari pohonnya. yang masuk dalam tauhid af’al (perbuatan Tuhan). Dalam framework Asy’ariyah yang menjadi poros mazhab sunni, bahwa ikhtiar manusia berada dalam iradah Tuhan. Artinya, usaha manusia terkoneksi dengan ketentuan-Nya.

Jika Tuhan berkehendak tim A menang dalam sebuah pertandingan sepakbola, maka pasti terjadi. Tuhan hanya meletakkan sebab rasional (qudrah) pada usaha manusia. Tugas manusia, hanyalah berusaha semaksimal mungkin. 

Dalam konteks sepakbola, latihan menjadi kewajiban pemain. Sedangkan, hasil ada keterlibatan Tuhan di dalamnya. Sepakbola punya logika tauhid jika dilihat dengan kacamata Islam. Tentu berbeda dengan kacamata modern yang bertumpu pada nalar saintifik.

Logika modern yang kerap bertumpu pada supremasi ilmiah, cenderung menolak Tuhan menjadi penyebab atas aktivitas dunia, tak terkecuali di lapangan bola. Alasannya, karena persoalan metafisika itu tidak masuk akal. Menurut kalangan rasionalis, permainan bola itu, hasil dilapangan murni ditentukan secara matematis, yang dipengaruhi oleh teknik, strategi dan latihan tim. Di mana Tuhan dalam hal ini? Ini yang luput dari mindset masyarakat rasionalis.

Dimensi metafisika yang dimiliki agama memang bukan domain akal, karena akal terbatas menjangkau sesuatu yang tidak tampak. Tetapi agama itu wilayah iman. Ada bukti rasional keterlibatan Tuhan di lapangan bola, salah satu contoh, gol Maradona yang membuat Argentina menang.

Adakah orang yang mampu membaliknya keputusan itu hingga saat ini, padahal jelas sekali gol itu tidak sah, dan diakui oleh sang pemain? padahal mudah saja, FIFA atau otoritas sepakbola tinggal mencabut 1 titel juara Piala Dunia tahun 1986 milik Argentina. Juni 2022 kemarin, tepat 26 tahun sejarah gol “tangan” Tuhan. Tetapi, titel itu masih tersemat pada Argentina.

Di sini, ketika Tuhan berkendak atas segala sesuatu, yang merupakan wilayah preogratif-Nya, tak ada satupun manusia yang mampu mengubahnya. Masih ragu Tuhan tak terlibat di lapangan hijau? Tanyakan pada keyakinan kita.

Artikel SebelumnyaMengapa Bau Kentut Wanita Lebih Busuk?
Artikel SelanjutnyaKIP Aceh Utara Dituding Bermain Mata Luluskan PPK
Syah Reza Ayub
Jurnalis Foto Komparatif.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here