Komparatif.ID, Banda Aceh– Pendiri Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Aceh H. Saifunsyah, mengecam sikap politik Nasir Djamil terkait empat pulau di Singkil yang kini telah diberikan kepada Sumut oleh Pemerintah Pusat.
Baca: Nasir Djamil Desak Pemerintah Aceh Transparan Terkait Sengketa 4 Pulau
Nasir Djamil Apresiasi Bobby Karena Ajak Aceh Kelola Migas Bersama
Gubsu ke Aceh Bahas 4 Pulau, Gubernur Aceh Buru-buru ke Abdya
Dirjen Bina Adwil: 4 Pulau yang Diklaim Aceh, Sudah Lama Jadi Wilayah Sumut
Dalam keterangan persnya, Rabu (11/6/2025) Saifunsyah yang merupakan pendiri PKS Wilayah Aceh, sekaligus Sekretaris PKS Aceh periode 2010-2015, menilai sikap politik anggota DPR RI Nasir Djamil yang juga politisi PKS sangat pragmatis.
Sebagai perwakilan Aceh di Senayan, dan telah berkali-kali dipercayakan rakyat Aceh duduk di DPR RI, sikap Nasir Djamil sangat tidak patut. Dia sangat oportunis.
“Sebagai pendiri PKS Aceh dan mantan Sekretaris DPW PKS Aceh periode 2010–2015, saya menyatakan bahwa pernyataan tersebut keliru dan menyesatkan,” katanya.
Nasir Djamil dalam sebuah pernyataannya kepada media mengatakan bahwa perihal sejarah yang berkaitan dengan kepemilikan empat pulau yaitu Pulau Mangkir Besar, Mangkir Kecil, Lipan, dan Panjang, sangat subjektif. Kemudian soal berpindahnya kepemilikan empat pulau itu, dinilai oleh Nasir merupakan hasil kerja lembaga yang memiliki otoritas, bukan sekadar mengandalkan pengakuan administratif.
Sikap Nasir yang juga kontroversial saat ia memberikan apresiasi kepada Gubsu Bobby Nasution yang bertandang ke Aceh menemui Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Menurut Nasir, kunjungan tersebut sangat positif untuk keberlanjutan rencana pengelolaan bersama empat pulau itu.
“Dari pernyataan-pernyataannya, Nasir tidak menunjukkan dukungan untuk upaya kita Aceh mengambil kembali empat pulau di Singkil. Padahal secara sah, historis, dan administratif merupakan bagian dari wilayah Provinsi Aceh. Hal ini ditegaskan dalam dokumen pemerintahan, peta resmi, serta catatan sejarah yang tidak bisa diabaikan begitu saja,” sebut Saifunsyah.
Ia menekankan, dalam konteks yang sensitif seperti isu batas wilayah, setiap pernyataan yang keluar dari mulut pejabat publik harus berdasarkan data yang benar, semangat keutuhan, dan kepedulian terhadap aspirasi masyarakat. Jangan sampai pernyataan yang sembrono menjadi sumber perpecahan atau potensi konflik antar daerah.
Keutuhan Aceh bukan hanya soal administratif, tetapi menyangkut sejarah perjuangan dan identitas rakyat Aceh yang telah terjaga selama berabad-abad. Klaim sepihak yang bertentangan dengan fakta harus ditolak dan diluruskan secara elegan namun tegas.
“Saya harap Pak Nasir bersikap tegas membela Aceh. Tidak bermain dua kaki, dan tidak bersikap ambigu,” harapnya.