Museum Tsunami Aceh Gelar Pameran Temporal Kebencanaan 2025

Museum Tsunami Aceh Gelar Pameran Temporal Kebencanaan 2025
Disbudpar Aceh melalui UPTD Museum Tsunami Aceh bekerjasama dengan BPBA menggelar pameran Temporal Kebencanaan Tahun 2025. Foto: Disbudpar Aceh.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Museum Tsunami Aceh menggelar Pameran Temporal Kebencanaan Tahun 2025 dalam rangka memperingati 20 tahun bencana tsunami 26 Desember 2004.

Kegiatan tersebut resmi dibuka pada Rabu (9/7/2025) di aula utama Museum Tsunami Aceh, menandai dimulainya rangkaian edukasi publik yang berfokus pada literasi kebencanaan melalui pendekatan sejarah, budaya, dan teknologi.

Agenda pameran ini digagas oleh Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Aceh melalui Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Museum Tsunami Aceh dengan mengusung tema “Kenali Bencana, Bersiap Sebelum Terlambat.”

Pameran ini merupakan hasil kerja sama dengan Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) serta Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Aceh, yang menyediakan data kuratorial dan materi pendukung sehingga menjamin kelengkapan informasi yang disajikan kepada pengunjung.

Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Aceh, Almuniza Kamal dalam sambutan tertulis yang dibacakan Kepala UPTD Museum Tsunami Aceh, M. Syahputra Azwar, mengatakan pameran ini bukan sekadar ruang untuk mengenang masa lalu, tetapi juga wadah untuk menanamkan kesadaran baru tentang pentingnya kesiapsiagaan menghadapi bencana.

Ia menegaskan meskipun kunjungan masyarakat ke museum meningkat, pemahaman konkret tentang langkah mitigasi bencana masih terbatas.

“Kami melihat kunjungan masyarakat ke museum terus meningkat. Namun, tidak semua dari mereka memahami tindakan yang harus diambil ketika bencana terjadi. Pameran ini hadir untuk menjawab kebutuhan itu,” kata Almuniza.

Baca juga: Aceh Ramadhan Festival 2025 Akan Dongkrak Kunjungan Wisatawan

Pameran ini dirancang secara visual dan interaktif agar informasi kebencanaan dapat lebih mudah dipahami oleh semua kalangan. Kegiatan ini dijadwalkan berlangsung selama enam bulan, dengan kemungkinan diperpanjang hingga 2026 jika animo masyarakat tetap tinggi.

Disbudpar Aceh berharap kegiatan ini tidak hanya menjadi ruang refleksi sejarah, tetapi juga wahana belajar yang menghubungkan pengalaman masa lalu dengan kebutuhan pengetahuan mitigasi bencana masa kini.

Almuniza juga menyampaikan apresiasi kepada BPBA dan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah I Aceh yang telah berkontribusi dalam penyediaan data serta materi kebencanaan.

Menurutnya, dukungan berbagai pihak ini memastikan pameran dapat memberikan informasi yang akurat, komprehensif, dan relevan dengan konteks Aceh sebagai daerah rawan bencana.

Lebih lanjut, Almuniza menekankan pameran ini menyasar generasi muda, khususnya mereka yang berusia di bawah 20 tahun. Generasi ini tidak memiliki pengalaman langsung terhadap tragedi tsunami 2004, sehingga penting bagi museum untuk memberikan edukasi melalui sarana yang lebih kontekstual dan menarik.

“Mereka tidak memiliki memori tentang tragedi ini. Maka penting bagi kita untuk mengedukasi mereka agar ketika bencana datang, mereka tahu apa yang harus dilakukan. Bencana tidak bisa dihindari, tapi dampaknya bisa diminimalkan,” tambah Almuniza.

Pentingnya edukasi kebencanaan juga ditegaskan oleh Kepala Pelaksana BPBA, Teuku Nara Setia, yang turut hadir dalam pembukaan. Ia mengatakan pameran ini memiliki nilai strategis dalam menjaga ingatan kolektif masyarakat terhadap tsunami, sekaligus menanamkan kesiapsiagaan di tengah ancaman bencana yang tidak dapat diprediksi.

“Pameran ini sangat strategis, bukan hanya untuk mengenang, tetapi juga untuk mengingatkan kita semua, terutama generasi muda, tentang pentingnya kesiapsiagaan,” ujarnya.

Nara menambahkan Aceh merupakan salah satu wilayah di Indonesia yang memiliki kerentanan tinggi terhadap berbagai bencana, mulai dari gempa bumi, tsunami, kebakaran hutan, hingga potensi letusan gunung api.

Menurutnya, bencana merupakan fenomena alam yang tidak bisa dihindari, tetapi dampak buruknya dapat dikurangi jika masyarakat memahami langkah-langkah mitigasi dan evakuasi dengan benar.

“Tanpa kesiapan dan pemahaman yang cukup, peristiwa alam bisa berubah menjadi bencana besar yang menimbulkan korban jiwa dan kerugian. Kesiapsiagaan masyarakat menjadi kunci penting dalam menghadapi dinamika alam ini,” tambahnya.

Dalam kesempatan tersebut, Nara juga memberikan apresiasi kepada Disbudpar Aceh melalui UPTD Museum Tsunami Aceh, para mitra komunikasi kebencanaan, serta relawan yang ikut berkontribusi menyukseskan kegiatan.

Ia berharap Museum Tsunami Aceh dapat menjadi monumen hidup yang bukan hanya menyimpan ingatan masa lalu, tetapi juga mengubah trauma kolektif menjadi kesadaran dan aksi nyata dalam menghadapi bencana.

“Melalui pameran ini, Museum Tsunami Aceh diharapkan menjadi living monument yang mengubah memori kolektif tentang trauma menjadi aksi kesiapsiagaan,” tutupnya.

Artikel SebelumnyaBupati Bireuen Ikut Tanam Jagung Serentak di Paya Cut
Artikel SelanjutnyaAnggaran BPKS Diblokir Kemenkeu, 3 Program Prioritas di Sabang Tertunda

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here