Komparatif.ID, Jakarta— Pengurus Pusat (PP) Muhammadiyah mengkritik Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertambangan Mineral dan Batu bara (Minerba) terkait usulan pemberian wilayah izin usaha pertambangan (WIUP) kepada perguruan tinggi.
Dalam rapat dengar pendapat umum (RDPU) Badan Legislasi (Baleg) DPR RI pada Rabu (22/1/2025), perwakilan Muhammadiyah, Syahrial Suwandi, mengatakan tidak semua kampus memiliki kemampuan, apalagi program studi terkait pertambangan atau ilmu geologi yang relevan untuk mengelola tambang.
“Kami melihat tidak semua perguruan tinggi punya kemampuan dan punya prodi pertambangan dan geologi,” ungkapnya melansir siaran langsung rdpu melalui Youtube resmi DPR RI.
Syahrial menyebut perlunya kejelasan lebih lanjut terkait aturan tersebut, khususnya yang tercantum dalam Pasal 51A poin yang menjelaskan kampus penerima WIUP harus memiliki akreditasi minimal B.
Menurut Syahrial hal ini menjadi persoalan karena tidak semua perguruan tinggi memiliki program studi terkait pertambangan, bahkan yang memiliki pun belum tentu memenuhi syarat akreditasi.
Baca juga: IUP Muhammadiyah Terbit, Bahlil: Dapat Eks Adaro
Praktisi tambang itu juga menekankan pengelolaan tambang bukanlah hal sederhana, melainkan proses kompleks yang melibatkan berbagai aspek dari hulu ke hilir secara terintegrasi.
“Padahal kita melihat pengelolaan tambang itu satu kegiatan dari hulu ke hilir terintegrasi pada semua aspek yang ada. Jadi ini perlu diperjelas nantinya kalau menurut kami,” lanjutnya.
Syahrial mengingatkan bahwa pengelolaan tambang membutuhkan keahlian yang sangat spesifik dan beragam.
DPR saat ini sedang membahas RUU Minerba perubahan keempat yang memasukan aturan baru untuk memberikan prioritas izin usaha pertambangan kepada perguruan tinggi dan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).
Dalam rancangan itu, WIUP mineral logam dapat diberikan kepada kampus yang telah memenuhi sejumlah persyaratan tertentu.
Di sisi lain, Muhammadiyah memastikan akan tetap kritis terhadap pemerintah meskipun mereka menerima izin usaha pertambangan khusus (IUPK).
Syahrial menegaskan daya kritis Muhammadiyah tidak akan luntur. Menurutnya, kritik adalah bagian dari upaya untuk terus menjaga prinsip-prinsip kebenaran dan keadilan yang menjadi landasan perjuangan Muhammadiyah sejak awal.
Sebelumnya, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, mengungkapkan izin usaha tambang (IUP) milik organisasi keagamaan Muhammadiyah telah terbit
Bahlil menyebut Muhammadiyah memperoleh izin untuk mengelola tambang bekas Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu Bara (PKP2B) milik PT Adaro Energy Tbk seluas 7.437 ha di Kalimantan Selatan.