Komparatif.ID, Banda Aceh—Demo menolak kenaikan harga BBM yang dilakukan oleh mahasiswa UIN Ar-Raniry di depan Gedung DPRA, Rabu (7/9/2022) sekitar pukul 13.30 WIB berakhir dengan tidak menyenangkan.
Mahasiswa dari Universitas Islam Negeri (UIN) Ar-Raniny merusak serta membakar jejeran papan bunga yang dipajang di sepanjang jalan. Sementara seorang polisi berpakaian sipil, memukul telepon genggam wartawan Serambi Indonesia yang sedang live streaming di lokasi demo.
Demo tersebut menjadi ricuh ketika mahasiswa UIN Ar-Raniry dilarang memasuki pekarangan Gedung DPRA. Polisi hanya mengizinkan 10 perwakilan mahasiswa masuk untuk menyampaikan aspirasi.
Pembatasan jumlah tersebut memancing emosi kaum muda yang berdemo. Mereka pun menggoyangkan pintu gerbang. Ketika suasana semakin memanas, mahasiswa juga menyasar jejeran papan bunga yang dipajang di sepanjang jalan di depan Gedung DPRA. Papan-papan bunga itu dibanting, dipatahkan, dan kemudian dibakar.
Polisi pun bertindak lebih keras. Mereka menembakkan water canon ke arah massa. Sebagian lainnya mencoba menangkapi pendemo. Momen kericuhan itu kemudian disiarkan secara live oleh wartawan Serambi Indonesia, Indra Wijaya.
Tiba-tiba seorang polisi berpakaian preman, memukul telepon Indra Wijaya hingga jatuh ke aspal. Layar hp sang wartawan pecah. Pun demikian dia masih bisa melanjutkan tugasnya karena lensa belakang android itu tidak mengalami kerusakan.
Indra Wijaya saat melaksanakan tugas jurnalistiknya, memakai seragam yang mencirikan dirinya sebagai wartawan. Mengenakan baju kerja dari kantor, serta menggantungkan ID card di leher.
PWI dan AJI Kecam Kebrutalan Polisi
Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Aceh dan Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Banda Aceh mengecam tindakan brutal aparat kepolisian terhadap jurnalis. Apa yang telah terjadi merupakan bentuk represi aparat terhadap wartawan di lapangan.
“Apa pun alasannya, tindakan merampas, merusak, dan menghalang-halangi kerja wartawan tidak bisa ditolerir. Wartawan bekerja berdasarkan Undang-Undang Nomor 40 tentang Pers,” kata Ketua PWI Aceh Nasir Nurdin.
Nasir Nurdin meminta Kapolda Aceh Irjen Pol Ahmad Haydar menindak aparat kepolisian yang telah menyerang wartawan.
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 tahun atau denda paling banyak Rp 500 juta,” sebut Nasir Nurdin.
Ketua AJI Kota Banda Aceh Juli Amin, juga mengecam kebrutalan aparat kepolisian yang merusak alat kerja Indra Wijaya.
“AJI mengecam setiap kekerasan terhadap jurnalis baik merampas maupun merusak alat kerja jurnalis. Pengrusakan alat kerja jurnalis adalah bagian upaya penghalangan kerja jurnalistik sebagaimana diatur dalam UU no.40 tahun 1999 tentang Pers pada Pasal 18 ayat 1,” sebut Juli Amin.
Ia mengimbau semua pihak untuk memahami dan menghargai kerja jurnalistik yang merupakan perwujudan dari pemenuhan hak masyarakat untuk memperoleh informasi. Bila jurnalis dihalang-halangi, hal itu berarti menghalangi pula hak masyarakat untuk mendapatkan informasi.
“AJI meminta Kapolda Aceh dan jajarannya untuk menindak tegas anggotanya yang telah merusak alat kerja jurnalis saat melaksanakan tugas jurnalistiknya.