
Komparatif.ID, Banda Aceh– Sejumlah mahasiswa Program Studi Sejarah Kebudayaan UIN Ar-Raniry Banda Aceh belajar langsung seni tenun di Sentra Tenun Songket Nyakmu Dahlia di Gampong Siem, Aceh Besar, Selasa (21/10/2025).
Kegiatan ini menjadi bagian dari pembelajaran mata kuliah Keterampilan Memandu Wisata dan Budaya yang bertujuan memberi pengalaman langsung kepada mahasiswa mengenai warisan budaya lokal.
Dahlia, pemilik setra tenun songket Nyakmu mengajak mahasiswa melihat proses pembuatan kain songket Aceh dari awal hingga menjadi lembaran kain siap pakai. Ia juga memberikan penjelasan tentang filosofi motif dan nilai-nilai kearifan lokal yang terkandung dalam setiap anyaman.
Dahlia, pemilik usaha yang kini meneruskan warisan sang ibu, Maryamu atau lebih dikenal sebagai Nyak Mu, menjelaskan usaha ini telah berdiri sejak tahun 1973. Ia menuturkan sejak awal, Songket Nyakmu menjadi salah satu penggerak kerajinan tradisional di kawasan tersebut dengan tetap mempertahankan teknik menenun manual.
Para pengrajin yang bekerja di sana sebagian besar adalah warga setempat yang telah terbiasa menenun sejak muda.
Baca juga: Prodi IAN FISIP UIN Ar-Raniry Sediakan Layanan Pembuatan Paspor, Ini Tanggalnya
“Kami senang generasi muda datang belajar dan menghargai warisan ini. Semoga tradisi menenun tidak hilang dan tetap dilestarikan,” ujar Maulina, penanggung jawab sentra tenun songket Nyakmu.
Ia menambahkan, bahan dasar songket dulu berasal dari benang sutra karena hasilnya lebih halus dan berkilau. Namun, karena ketersediaan sutra semakin terbatas dan harganya tinggi, para pengrajin kini lebih banyak menggunakan benang katun yang didatangkan dari luar daerah.
Dosen pembimbing lapangan, Istiqamatunnisak, mengatakan kuliah lapangan ini dirancang untuk memberikan pemahaman kontekstual kepada mahasiswa. Menurutnya, belajar langsung dari pengrajin memberi pengalaman berharga tentang nilai-nilai di balik setiap proses produksi tenun.
“Belajar dari para pengrajin memberi pemahaman bahwa di balik selembar kain songket yang indah ada nilai kesabaran, ketelitian, dan cinta terhadap budaya yang luar biasa,” ujarnya, Rabu (22/10/2025).
Ia berharap kegiatan semacam ini dapat terus dilakukan di masa mendatang sebagai bentuk dukungan terhadap pelestarian budaya Aceh. “Pendekatan lapangan seperti ini menumbuhkan apresiasi mahasiswa terhadap kekayaan tenun Aceh sekaligus mendorong mereka untuk ikut menjaga kelestarian budaya lokal,” katanya.