Limbah PT Medco E&P Cemari Udara dan Air di Permukiman Lingkar Tambang

Kondensat storage tank PT Medco E&P Malaka. Foto: BPMA.
Kondensat storage tank PT Medco E&P Malaka. Foto: BPMA.

Komparatif.ID, Banda AcehPihak Humas PT Medco E&P Malaka, sebuah perusahaan penambangan minyak bumi dan gas di Aceh Timur, tidak menggubris ketika Komparatif.id, mencoba mengonfirmasi terkait perihal dugaan pencemaran lingkungan hidup di lingkar tambang.

Pada Selasa (10/1/2022) Komparatif.id mengirimkan beberapa pertanyaan kepada pihak Humas PT Medco E&P Malaka, melalui nomor kontak WhatsApp. Bahkan Komparatif.id sudah mencoba menelepon via WA, tapi juga tidak diangkat. Upaya menghubungi pihak Humas PT Medco sudah dilakukan Komparatif.id sejak pukul 10.30 WIB.

Hanya saja, sampai dengan pukul 17.26 WIB Komparatif.id belum memberikan jawaban, baik tertulis maupun via telepon. Dengan demikian, atas upaya memenuhi keberimbangan informasi telah ditempuh; meskipun hasilnya nihil.

Baca juga: Tekan Impor, Pemerintah Genjot Produksi Hulu Migas

Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, Selasa (10/1/2023) pagi melaporkan bahwa warga di sejumlah gampong di lingkar tambang PT Medco E&P Malaka, mengalami gangguan kesehatan, yang diduga diakibatkan oleh pencemaran air di lingkungan tempat tinggal.

Direktur WALHI Aceh Ahmad Shalihin kepada Komparatif.id menyebutkan, pencemaran lingkungan yang disebabkan oleh limbah udara dari hasil proses produksi minyak dan gas semakin hari bertambah parah.

Masyarakat yang menetap di ring satu tambang yaitu Gampong Blang Nisam, Alue Ie Mirah, Suka Makmur dan Jambo Lubok, Kecamatan Indra makmur, Aceh Timur, sudah 4 tahun lebih mencium bau tak sedap.Bau menyengat tersebut menyebabkan warga mual, muntah, pusing, bahkan hingga pingsan.

Menurut WALHI Aceh, masyarakat sudah berkali-kali melayangkan protes, tapi hingga awal 2023, pihak PT Medco E&P Malaka tidak memberikan respon.

“Warga melayangkan protes sejak 2019 sampai awal 2023. Tapi tetap saja tidak mendapatkan respon dari pihak PT Medco E&P Malaka,” sebut Shalihin.

Saat ini, bukan hanya bau busuk yang dituai warga, tapi juga penurunan kualitas air sumur di permukiman. Rasa dan aroma air berubah, sehingga tidak layak konsumsi.

WALHI, kata Shalihin, sudah turun ke gampong yang terdampak pencemaran. Tim LSM tersebut turun ke lokasi pada Kamis (5/1/2023. Gampong yang dituju yaitu Blang Nisam.

Dalam pertemuan dengan masyarakat, WALHI mencatat bahwa banyak di antara korban yaitu perempuan, lansia, dan anak-anak.

“Keterangan dari warga, sejak 2019 hingga akhir 2022 sudah 13 orang lebih yang menjadi korban dan semua harus dirawat di Puskesmas Indra Makmur. Bahkan sebagian besar korban harus dilarikan ke Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zubir Mahmud di Idi, Kabupaten Aceh Timur,” sebut Solihin.

Warga sudah pernah melaporkan kasus pencemaran ini ke Pemerintah Aceh Timur dan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Timur. Tetapi solusi yang ditawarkan belum menyentuh akar masalah, malah warga yang diminta untuk adaptasi saat bau busuk terjadi.

Pada 9 April 2021, sekitar 250 warga Panton Rayeuk harus mengungsi ke Kantor Camat Banda Alam karena tak tahan menghirup bau busuk tanpa jeda.

WALHI Aceh menyebutkan kehadiran investasi merupakan anugerah. Tapi jangan sampai melahirkan penderitaan bagi warga di lingkar tambang. Mereka yang sudah hidup bergenerasi di desa masing-masing, tak harus menderita hanya demi memberikan akses kepada KKKS yang mencari penghidupan di Aceh.

“Tujuan investasi demi melahirkan kesejahteraan rakyat dan majunya pembangunan. Bila melahirkan masalah kepada warga tempatan, apa jadinya? Apakah demikian cara kerja industri, meraup untung dengan cara menyengsarakan rakyat di sekitar tempat mereka berinvestasi?” sebut Shalihin.

Sampai saat ini korban di pihak warga terus berjatuhan. 2 Januari 2023, bocah berusia 2 tahun di gampong Alue Patong, harus dilarikan ke Puskesmas Alue Ie Mirah karena mual dan muntah-muntah. Selanjutnya harus dirujuk ke RSUD Zubir Mahmud. Demikian juga seorang lansia, harus dilarikan ke layanan kesehatan.

Demikian juga ketika WALHI turun ke lokasi. Warga memperlihatkan dua orang anak yang tertidur lemas, karena sempat menghirup bau busuk beberapa waktu lalu. Akibatnya mereka juga belum bisa masuk sekolah.

Dampak secara ekonomi, warga mulai tak nyaman berkebun. Karena takut ketika bau busuk datang, mereka langsung muntah, lemas dan tidak dapat berbuat apa-apa. Bau busuk yang ditimbulkan sangat menyengat. Tak sanggup dihirup.

Minta Presiden Turun Tangan Tangani Medco

WALHI Aceh meminta Presiden Republik Indonesia Ir. Jowo Widodo turun tangan. Warga di lingkar tambang PT Medco E&P Malaka tidak tahu harus mengadu kemana lagi. Semua pintu pemerintahan yang diketuk, mulai tingkat kabupaten hingga Provinsi Aceh; tak ada yang membuka. Pintu perusahaan diketuk, warga hanya dijanjikan komitmen kosong.

Bahkan laporan ke Kementerian Lingkungan Hidup, sampai sekarang belum membuahkan hasil. Warga terus menderita, sembari membaca pariwara tentang dampak positif perusahaan membuka lapangan kerja dan peningkatan ekonomi negara.

“Presiden Joko Widodo harus turun. Jangan biarkan ini berlarut-larut. Jangan sampai rakyat sekitar tambang yang bertindak karena tak tahu lagi harus melakukan apa,” sebut Shalihin.

Artikel SebelumnyaDisdik Bireuen Larang Permainan Latto-Latto di Sekolah
Artikel SelanjutnyaPemerintah Akui 12 Pelanggaran HAM Berat di Masa Lalu
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here