Komparatif.ID, Banda Aceh—Kombatan-kombatan [GAM] harus belajar dari sikap Jenderal Sudirman, yang tampil di medan tempur, tapi setelah damai kekuasaan diserahkan kepada Presiden Sukarno. Seharusnya demikian juga kombatan GAM, mereka tak perlu masuk dunia politik. Serahkan saja kepada yang ahli politik.
Demikian ihtisar pernyataan lisan yang disampaikan oleh Ustad Masrul Aidi, Pimpinan Dayah Babul Magfirah Cot Keueng, Aceh Besar, Kamis (1/6/2023) pada Focus Group Discussion (FGD) bertema “Siapa Aktor Di Balik Revisi Qanun LKS” yang digelar oleh Forum Pemred Serikat Media Siber Indonesia (FP SMSI) Aceh, di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh.
Masrul Aidi mengatakan bila upaya revisi Qanun Aceh Nomor 11 tahun 2018 tentang Lembaga Keuangan Syariah tetap dilakukan, rakyat di bawah komando ulama harus mengambil sikap supaya oknum legislator yang mengusulkan revisi beserta partainya tidak lagi dipilih pada pemilu 2024.
Baca: DPRA yang Usir Bank Konvensional dari Aceh
Menurut Masrul Aidi, dalam konteks Qanun LKS, terlihat sekali mereka tidak memahami apa yang hendak direvisi. Mungkin karena tidak dibaca. Maka menurut pria yang sering menyebut dirinya sebagai Walikota Cot Keueng, apa yang menjadi persoalan utama saat ini karena ketidakpahaman.
Baca: Ketua ICMI Aceh: Kita Masih Parsial Melihat Bank Konvensional
Mengapa tidak paham? Karena oknum yang berbicara itu mungkin orang yang hebat di medan perang.
Masrul Aidi membandingkan kombatan GAM dengan Jenderal Sudirman. Dulu, ketika perang berkobar, Jenderal Sudirman terjun bertempur. Setelah perang berakhir, Sudirman tahu diri. Ia kembalikan kekuasaan kepada Sukarno.
Ketika Agresi Militer II oleh Belanda, Sudirman kembali ke medan perang, sedangkan Sukarno ditangkap. Tapi setelah perang usai, Sudirman kembali menyerahkan kekuasan kepada Presiden Sukarno.
“Sudirman tahu diri. Seharusnya dia kan harus mengambil laba. Dia yang berperang, maka dialah yang harus memimpin. Tapi Sudirman tidak demikian,” sebutnya
Seharusnya para penggawa Partai Aceh juga demikian. Para kombatan tidak perlu duduk di meja politik. Karena memang mereka tidak memiliki kemampuan di bidang tersebut. Kekuasaan politik patutnya diserahkan kepada ahli-ahli politik.
“Seharusnya mereka amankan diri saja. Butuh apa? Istri? Uang? Semua akan dikasih. Tapi berikan politik dikuasai oleh orang-orang yang ahli di dalam bidang politik. Tidak perlu [kombatan] turun langsung. Sampai ke sana harus diajarkan,” sebut Masrul Aidi.