KKR Aceh Akan Diadopsi Secara Nasional

Diskusi publik laporan temuan KKR Aceh yang digelar KontraS Aceh dan Yayasan Tifa di Balai Pelatihan Kesehatan (Balpelkes) Banda Aceh, Kamis (21/12/2023). Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.
Diskusi publik laporan temuan KKR Aceh yang digelar KontraS Aceh dan Yayasan Tifa di Balai Pelatihan Kesehatan (Balpelkes) Banda Aceh, Kamis (21/12/2023). Foto: Komparatif.ID/Fuad Saputra.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Staf Ahli Deputi V Kantor Staf Presiden (KSP) Mugiyanto mengatakan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh menjadi inspirasi untuk pembentukan KKR di tingkat nasional, mengingat Indonesia pernah memiliki komisi serupa pada tahun 2006 yang kemudian dibatalkan.

“Ini menjadi inspirasi bagi Pemerintah Pusat, karena kita sedang memikirkan membuat KKR di tingkat nasional, yang pernah punya pada 2006 lalu lalu dibatalkan,” ujar Mugiyanto pada diskusi publik laporan temuan KKR Aceh yang digelar KontraS Aceh dan Yayasan Tifa di Balai Pelatihan Kesehatan (Balpelkes) Banda Aceh, Kamis (21/12/2023).

Mugiyanto menjelaskan KKR Aceh memberikan benchmark berharga dalam penanganan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masa lalu, termasuk sebagai standar pembentukan KKR Papua sesuai amanat UU Otsus Papua.

Laporan Peulara Damee yang dirilis KKR Aceh memuat berbagai rekomendasi ini menjadi pijakan untuk tindak lanjut Pemerintah Pusat, terutama terkait reformasi kelembagaan.

“Institusi TNI/Polri, mulai dari pendidikan, budaya, hingga struktur, akan kami tindak lanjuti agar lebih ramah pada hak asasi manusia. Termasuk melalui Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, dan Ristek Dikti untuk memasukkan kasus pelanggaran HAM masa lalu dalam kurikulum pendidikan sejarah,” tambahnya.

Baca juga: Temuan KKR Aceh Tidak Tahu Akan Dibawa Kemana lagi

Kantor Staf Presiden (KSP) berkomitmen untuk terus berkomunikasi dengan Pemerintah Daerah, Gubernur, dan Badan Reintegrasi Aceh (BRA) untuk memastikan bahwa rekomendasi KKR Aceh dapat ditindaklanjuti dengan baik demi pemenuhan hak reparasi korban konflik Aceh.

“Tidak hanya penderitaannya mereka terekam dalam laporan ini, tapi juga korban harus mendapatkan hak yang merupakan tanggung jawab pemerintah, mulai dari tingkat Kabupaten/Kota hingga Pemerintah Pusat,” ujar staf ahli Deputi V KSP itu.

Mugiyanto juga menyinggung tentang alokasi anggaran untuk pemulihan korban konflik sebagaimana direkomendasikan oleh KKR Aceh. KSP akan berkomunikasi dan berkoordinasi dengan lembaga terkait di tingkat pusat untuk mengidentifikasi sumber anggaran yang dapat diberikan kepada korban konflik di Aceh.

“KSP akan berkomunikasi dan identifikasi dengan lembaga terkait di tingkat pusat. Karena kami yakin sebetulnya ada alokasi-alokasi kementerian lembaga di tingkat pusat itu yang bisa diberikan kepada korban konflik di Aceh,” tegas Mugiyanto.

Sementara itu, terkait rekomendasi terkait proses pengadilan dan pertanggungjawaban hukum, Mugiyanto menegaskan kewenangan tersebut berada di tangan Komnas HAM dan Kejaksaan Agung.

“Biarkan mereka bekerja, karena di Keppres nomor 4 tahun 2023 tentang PKPHAM, ada instruksi dari presiden agar Kejaksaan Agung berkoordinasi dengan Komnas HAM terkait penyelesaian kasus pelanggaran HAM berat secara yudisial,” pungkasnya.

Artikel SebelumnyaTemuan KKR Aceh Tidak Tahu Akan Dibawa Kemana lagi
Artikel Selanjutnya24 Wartawan Muda PWI Aceh Ikuti Uji Kompetensi Angkatan XVII

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here