Kisah Anak-anak Bireuen yang Kecanduan Narkoba

Bireuen, anak-anak Bireuen
Suasana Kota Bitreuen di malam hari. Sumber foto: backpakerjakarta.com.

Komparatif.ID, Bireuen—Kisah anak-anak Bireuen yang kecanduan narkoba merupakan peristiwa yang lahir akibat maraknya peredaran narkoba di kabupaten tersebut. Jumlah orang yang disebut-sebut sebagai bandar narkoba, cukup banyak di Bireuen. Keberadaan mereka merata di tiap kecamatan.

Ciri-ciri paling mudah mengindetifikasi mereka, yaitu hidup kaya raya dengan bisnis yang tidak masuk akal. Kekayaan mereka meningkat drastis setelah merantau dalam tempo tidak lama. Kemudian kekayaan itu lestari meski mereka hanya berdagang kelontong.

Baru-baru ini, tepatnya 8 Agustus 2023, pihak Badan Narkotika Nasional (BNN) Pusat meringkus H binti Abdullah (38), alias Nyonya N, yang sehari-hari menyaru sebagai pengusaha doorsmeer NS Doorsmeer, yang berlokasi di Gampong Cot Buket, Peusangan, Bireuen, Aceh. Perempuan itu ditangkap setelah BNN meringkus A alias Bombom, suami Nyonya N yang kedua. Bombom ditangkap di Sunggal, Medan, Sumut, pada akhir Juli 2023 ketika sedang berada di sebuah ruko yang di dalamnya terdapat 52,4 kilogram sabu-sabu dan 129 kilogram pil ekstasi.

Baca: Bireuen Daerah Merah, Rumah Bandar Narkoba

Atas perbuatannya, Nyonya N diancam hukuman mati atau penjara seumur hidup.

Bupati Bireuen periode 2017-2022 H. Saifannur,S.Sos, pada Sabtu (19/8/2017) pada acara Pembubaran Anggota Paskibraka dan Malam Senin, menyebutkan Bireuen bukan lagi Kota Juang. Tapi telah menjadi Kota Narkoba.

Pernyataan Saifannur bukan sesuatu yang datang ujug-ujug, tapi berdasarkan fakta, bahwa saat ia mengambil alih kepemimpinan Bireuen melalui Pilkada 2017, kabupaten tersebut merupakan salah satu daerah yang paling marak beredarnya narkoba jenis sabu-sabu.

Saat itu dia mengatakan, pemberantasan narkoba tidak akan mempu dilakukan oleh seorang Saifannur, seorang ulama, seorang polisi. Tapi membutuhkan dukungan semua pihak. “Untuk menyelamatkan anak-anak Bireuen dari narkoba, kita harus bekerja sama,” katanya kala itu.

Baca: Edarkan 52 Kilogram Sabu, Nyonya N Dijerat Hukuman Mati

Dalam sebuah kesempatan wawancara dengan wartawan di Banda Aceh, Saifannur mengatakan rumah tangga di Bireuen telah banyak yang kalah melawan mafia narkoba yang telah memiliki kaki tangan hingga ke dusun-dusun. Banyak rumah tangga di Bireuen kalah karena tidak memahami tugas dan fungsi ayah dan ibu, serta tugas dan fungsi tetangga dalam membina peradaban di komunitasnya.

Orangtua merasa anak-anaknya merupakan kewenangan mereka semata. Di sisi lain, mereka tidak mampu memberikan pendidikan moral yang mumpuni. Sehingga ketika anak-anak itu terjerumus dalam perbuatan asusila, tidak ada tetangga yang berani menegur karena malas berurusan dengan ayah dan ibu si anak yang tidak mau mendengar bila ada laporan negatif tentang anak mereka.

Narkoba sangat Mudah Didapatkan oleh Anak-anak Bireuen

Sejumlah remaja yang pernah tertangkap karena melakukan pencurian di sejumlah desa di Bireuen, mengaku bila mereka sangat mudah membeli narkoba. Khususnya sabu-sabu, pengedarnya sangat mudah dijumpai di desa-desa. Rerata pengedar juga dari kalangan anak muda.

“Saya sebelum ditangkap polisi karena kasus pencurian gula pasir dan tabung gas, sering membeli sabu-sabu dari kenalan yang juga dikenal oleh warga sebagai pendegar narkoba. Mudah sekali belinya, bahkan saya dan teman-teman bisa membelinya sembari ngopi di sudut kedai,” sebut S (19) yang pernah tertangkap tangan mencuri dan digelendang ke kantor polisi.

Demikian juga kisah J (18) yang ditangkap polisi karena kasus pencurian rokok di sebuah warung kopi. Dia terpaksa mencuri karena kebutuhan dana untuk nyabu. Awalnya uang jajan yang diberi oleh orangtuanya cukup. Akan tetapi lama-kelamaan kebutuhan dosisnya nyabu semakin tinggi. Sehingga ia memutuskan mencuri. Akan tetapi suatu malam naas, pemilik kedai telah menguntitnya.

“Begitu saya masuk ke dalam kedai pada pukul 03.00 pagi, dia langsung meneriaki saya. Saya sempat lari, tapi tak dapat mengingkari telah masuk secara paksa ke dalam warkop itu,” kata J.

Dalam sebuah studi kasus yang dilakukan oleh Muhammad Thaariq Akbar, yang dihimpun dalam skripsinya berjudul Penyalahgunaan Narkotika Oleh Anak di Bawah Umur Ditinjau Dari Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus Badan Narkotika Nasional Kabupaten Bireuen), yang diakses Komparatif.Id, Selasa (22/8/2023) terdapat banyak alasan menarik mengapa anak-anak Bireuen terjerumus dalam lembah hitam narkoba.

Dalam skripsi tersebut, Muhammad Thaariq Akbar yang kuliah di UIN Ar-Raniry, menulis detail tentang kisah anak-anak Bireuen yang menjadi pecandu narkoba. Ada yang karena ingin terlihat keren, ada yang depresi karena tekanan orangtua, ada pula karena kurangnya perhatian dari orangtua. Ada pula anak-anak Bireuen yang terjerumus ke dalam narkoba karena bully-an teman-temannya atas kekurangan dirinya.

Dari kisah-kisah mereka, yang menarik, para sindikat narkoba di Bireuen berhasil mendekati anak-anak Bireuen hingga ke sekolah-sekolah. Mereka merayu calon korban dengan iming-iming penyelesaian masalah dengan cara cicip gratis.

Dalam beberapa kali cicip gratis, timbullah ketagihan. Terjadilah ketergantungan yang memaksa si anak ikut menjadi bagian dari jaringan pengedar narkoba, suka tidak suka.

Informasi lainnya yang dihimpun Komparatif.id dari beberapa anak-anak Bireuen mantan konsumen sabu-sabu di tingkat remaja. Mereka sangat mudah mendapatkan sabu-sabu. “Kami tidak kesulitan mendapatkan sabu-sabu. Kami hanya kesulitan mendapatkan uang untuk membeli sabu,” sebut F dalam sebuah wawancara dengan Komparatif.id.

Artikel SebelumnyaTingkat Inflasi Aceh Stabil di Bawah Rata-rata Nasional
Artikel SelanjutnyaMasuki Masa Pensiun, Junaidi Bakal Tak Lagi Pimpin BPKS
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here