Komparatif.ID, Banda Aceh— Seiring melonjaknya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak di Aceh, perhatian terhadap perlindungan serta penguatan anggaran untuk layanan bagi korban menjadi isu sentral dalam debat Pilgub Aceh 2024.
Data terbaru mencatatkan adanya 5.020 kasus kekerasan dalam lima tahun terakhir, sementara alokasi anggaran untuk penanganannya hanya mencapai 0,12% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dalam empat tahun terakhir.
Pasangan calon nomor urut satu, Bustami Hamzah-M. Fadhil Rahmi, menegaskan komitmen mereka untuk melindungi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Bustami menyoroti pentingnya keberadaan Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) di setiap kabupaten dan kota.
“Jika terpilih, insyaallah, kami akan memastikan setiap Kabupaten/Kota di Aceh memiliki UPTD yang berfokus pada pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak,” ujarnya pada debat pilkada Aceh pada Jumat (25/10/2024).
Baca juga: Catat! Ini Jadwal, Tema, dan Panelis Debat Perdana Pilgub Aceh 2024
Bustami mencatat dari 23 Kabupaten/Kota di Aceh, hanya 12 yang sudah memiliki UPTD. Ia menegaskan pemerintah harus hadir secara maksimal dalam menangani kasus-kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang sering meninggalkan trauma berkepanjangan bagi korban.
Selain itu, Bustami berjanji akan meningkatkan anggaran secara signifikan untuk mengatasi masalah ini.
Fadhil Rahmi juga bahwa komitmen mereka tidak berhenti di level provinsi. Ia menekankan pentingnya kolaborasi lintas sektor untuk menangani masalah ini dengan efektif. “Kami akan memperkuat koordinasi dengan pemerintah kabupaten, kota, hingga kementerian pusat yang menangani isu perempuan dan anak,” ungkapnya.
Fadhil juga menyebut pihaknya akan menyediakan bantuan hukum dan psikologis bagi para korban, yang siap melakukan pendekatan menyeluruh dalam menangani masalah kekerasan.
Sementara itu, pasangan calon nomor urut dua, Muzakir Manaf-Fadhlullah, memfokuskan visi mereka pada tindakan tegas terhadap pelaku kekerasan.
Mualem menekankan pentingnya kepastian hukum dengan menggerakkan polisi dan semua pemangku kepentingan untuk memberikan hukuman yang setimpal bagi pelaku kekerasan.
“Di Aceh, kepastian hukum harus dijunjung tinggi,” ujarnya.
Lebih lanjut Fadhlullah menambahkan selain penegakan hukum, mereka juga akan memfokuskan anggaran untuk pembinaan perempuan serta perhatian terhadap isu pernikahan dini yang sering kali mempengaruhi kesejahteraan rumah tangga.
“Kami ingin menciptakan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahmah bagi generasi muda Aceh,” ujarnya.