Publik Aceh tersentak. Zulfadhli alias Abang Samalanga menyampaikan pernyataan yang selama ini telah menjadi rahasia umum di tengah masyarakat luas. Bahwa oknum-oknum polisi seringkali menjadi batu sandungan pembangunan daerah. Sikit-sikit panggil, sikit-sikit panggil.
Efek dari sikit-sikit panggil-sikit-sikit panggil, membuat para pejabat di Aceh seringkali tidak bisa bekerja maksimal. Polisi yang diberikan mandat oleh negara sebagai penegak hukum, “dialihkan fungsinya” menjadi tukang minta proyek, kalau tak diberi, pelaksana proyek pemerintah akan bermasalah.
Baca: Apa Kabar BPKS?
Kemarahan Abang Samalanga pada Jumat, 11 Juli 2025, menyentak publik. Membuat polisi kaget, membuat para pengamat terkesiap. Membuat banyak orang mengatakan “keupu dijak peugah nyan?”
Tapi banyak juga yang diam-diam memberikan dukungan. “Nyan ka beutoi. Katrep that geutanyoe hana soe bela.”
Ihwal kemarahan Abang Samalanga yang saat ini diamahkan oleh Ketua Umum Partai Aceh sebagai Ketua DPR Aceh, bermula dari pemanggilan pada Biro Pengadaan Barang dan Jasa (BPJP) Setda Aceh. Pemanggilan yang dilakukan oleh Ditreskrimsus Polda Aceh, di tengah upaya Pemerintah Aceh mengejar deadline pengadaan barang dan jasa, tidaklah patut dianggap normal. Ada udang di balik batu!
Menurut Zulfadhli, pemanggilan beberapa anggota pokja di BPJP Setda Aceh oleh Ditreskrimsus Polda Aceh, dapat menghambat pembangunan Serambi Mekkah.
Tindakan Abang Samalanga dianggap oleh sebagian orang sebagai langkah politik yang blunder. Sebagai politisi dia tentu tidak bersih-bersih amat. Sebagai pejabat negara, Abang Samalanga tentu memiliki catatan tertentu.
Kita semua tidak menafikan itu. Abang Samalanga bukan malaikat. Dia manusia biasa. Politisi yang juga banyak maunya. Sama seperti politisi dan pejabat negara yang lain.
Tapi tindakannya kali ini patut disebut sangat heroik. Negara ini sudah lama diurus secara tidak benar. Terlampau banyak oknum-oknum penegak hukum memanfaatkan jabatan dan kekuasaannya untuk memeras pejabat dan pihak swasta yang diduga melanggar undang-undang.
Sudah lama juga inspektorat di tingkat provinsi dan kabupaten/kota, seperti macan ompong. Mereka tidak berdaya menghalau oknum-oknum aparat penegak hukum (APH) yang masuk suka-suka hati, melakukan pemeriksaan, membangun bargaining, dan bila permintaannya tidak dipenuhi, maka akan ada yang bermasalah secara hukum. Ada saja sisi lemah yang dibidik dengan pasal di KUHP dan UU Tipikor.
Inspektorat hanya melongo saja, tak bisa berbuat apa-apa. Meskipun banyak pasal yang telah dibuat, memberikan mereka posisi kuat melindungi ASN. Mereka kalah gertak. Atau diam-diam ada yang “menjalin hubungan khusus” dengan antara APIP dan APH.
Berapa banyak pejabat negara dan pegawai negeri, serta pihak swasta di negeri ini, yang masuk penjara bukan karena melakukan tindak pidana korupsi? Tidak bisa lagi dihitung menggunakan jari. Sekarang ditangkap dan dipenjara karena tersandung korupsi bukan lagi aib. Tapi justru dianggap oleh publik sebagai korban politik dan korban permainan hukum.
Telah lama penegakan hukum di negeri kita menjadi mainan oknum-oknum pelaksananya. Hukum dijalankan untuk meraup untung, tak peduli orang yang diperas bersalah atau tidak. Selama dianggap tidak dapat “kooperatif” maka akan disikat telah melanggar KUHP dan undang-undang.
Pemerasan atas nama undang-undang dan KUHP memang tidak pernah vulgar. Disampaikan secara bisik-bisik. Terkesan seolah-olah hanya satu atau dua. Ternyata setelah diakumulasi, jumlahnya sangat banyak.
Dalam lima tahun ini banyak perusahaan kontruksi yang gulung tikar. Mereka kalah saing. Setiap kali mereka ikut tender tidak pernah menang. Proyek penunjukan langsung juga demikian. Meskipun jumlahnya sangat banyak, tapi semuanya telah atas nama berbagai kelompok.
“Hoe nyang tajak ata awak nyan,” keluh seorang kontraktor.
“Kalau tidak kita beri, maka kami akan bermasalah,” sebut seorang pagawai negeri pada dinas yang banyak proyek pemerintah.
Terbitnya pernyataan Ketua DPRA Zulfadhli alias Abang Samalanga, seperti oase dipadang pasir. Mengejutkan banyak orang, sekaligus menimbulkan getaran penting. Beberapa orang menyayangkan, tapi banyak pula yang diam-diam mendukung.
Bagaimana dengan Zulfadhli? Beberapa orang bilang dia akan bermasalah. Tapi beberapa orang di lingkaran Abang Samalanga mengatakan politis Partai Aceh tersebut bukan orang bulut. Dia tahu apa yang ia kerjakan.
Politisi alumnus Politeknik Lhokseumawe tersebut menyampaikan kecamannya dengan kualitas kesadaran penuh. Dia telah mengambil kesimpulan bahwa pernyataan itu sudah seharusnya disampaikan secara terbuka. Sudah waktunya diumumkan ke publik.
Abang Samalanga politisi. Kita butuh politisi yang demikian. Politisi tidak boleh selalu cari aman. Harus muncul membela daerah. Politisi pemberani seperti media dan LSM di wilayah konflik. Memiliki getaran penting dalam menjaga sebuah wilayah dari kemelut yang tak berujung.
Zulfadhli telah mengeluarkan pernyataannya. Pernyataan yang teramat penting bagi Aceh, supaya pembangunan dapat berjalan dengan benar.
Zulfadhli telah memulainya. Sekarang tinggal Pemerintah Aceh dan kabupaten/kota memperkuat inspektorat masing-masing. Pembangunan harus jalan, hukum harus tegak, rakyat harus sejahtera, dana pembangunan tidak boleh dikooptasi oleh satu dua orang yang berpangkat dan berjabatan. Terima kasih, Ketua!
Penulis Rahmadi Yakop, rakyat yang peduli pada pembangunan dan keberlanjutan perdamaian Aceh.