Komparatif.ID, Banda Aceh– CEO PT Trans Continent (Royal Group) yang juga calon Ketua Umum Kadin Aceh Ismail Rasyid, akan melibatkan anak yatim-piatu dan santri dalam bisnis.
Rencana tersebut sudah dituangkan dalam lima misi Ismail Rasyid calon Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Aceh periode 2022-2027.
Ketika menjamu 25 pemimpin redaksi media massa, Sabtu (18/6/2022) malam di Pusat Logistik Berikat (PLB) Beurandeh, Kecamatan Mesjid Raya, Aceh Besar, Ismail Rasyid mengatakan anak yatim dan santri merupakan calon mitra potensial bila dilihat dari segi usia. Dua kelompok ini bila dibina dengan benar, maka akan dapat dijadikan sebagai partner bisnis mengelola sumber daya lokal yang selama ini belum digarap serius.
Ismail telah memberi nama untuk dua kelompok ini yaitu santripreneur dan yatimpreneur.
Pelibatan santri dan yatim dimulai dari pemberian pelatihan, pengelolaan bisnis, hingga pembelian hasil produksi. Juga membantu akses modal agar tersambung ke perbankan.
Komoditi apa yang akan dikembangkan bersama anak yatim dan santri? Tentu komoditas yang dapat dikelola secara kontinyu, tanpa harus mengganggu aktivitas mereka dalam menuntut ilmu.
“Model bisnisnya sudah selesai saya rancang bersama tim. Posisi saya sebagai pendorong, memberikan wahana, sekaligus membeli hasil produksi mereka. Model bisnisnya tetap serius, wajib ditekuni dengan sepenuh hati, dan tidak mengganggu masa belajar mereka di dayah maupun di sekolah umum,” sebut pengusaha multimoda transport asal Matangkuli, Aceh Utara.
Menumbuhkan usahawan-usahawan muda wajib dilakukan dengan serius, agar Aceh dapat secepat mungkin keluar dari jerat kemiskinan yang selama ini tak kunjung dapat dientaskan. Semakin banyak santri dan yatim diciptakan sebagai entrepreneur pemula, maka semakin banyak generasi Aceh yang memiliki kemandirian finansial, yang nantinya bisa melahirkan multiplier effect untuk lingkungannya.
Ismail Rasyid juga menaruh perhatian besar pada sektor UMKM di Aceh yang selama ini tumbuh, tapi kesulitan membesarkan diri. Kendala utama mereka bukan pada ketidakmampuan melahirkan produk, tapi terganjal pemasaran akibat dari pola bisnis yang masih konvensional, dan belum dapat membaca kebutuhan pasar sesungguhnya.
Salah satu hal yang akan dilakukan oleh Ismail yaitu digitalisasi UMKM, agar dapat bertemu langsung dengan pembeli di pasar luar daerah, regional, maupun internasional.
“Selain itu PLB Trans Continent yang sedang kami bangun di Beurandeh ini, akan menjadi rumah penampung dan hub produk-produk lokal Aceh, yang kemudian kita jual ke luar,” kata Ismail.
Saat ini pihaknya sedang merancang sebuah kapal kargo yang berfungsi sebagai hub distribution produk Aceh ke regional. Kapal berbobot 2000 DWT yang nanti akan ditempatkan di Aceh, akan dijadikan sebagai motor penghubung berbagai pulau di Aceh, dan kemudian produk-produknya akan dibawa ke berbagai pelabuhan di Asia Tenggara.
“Kapal 2000 DWT itu sudah kami susun rencana operasionalnya. Sebulan sekali berlayar ke luar negeri membawa produk yang dihasilkan Aceh. Sebelumnya, produk yang dikumpulkan dari berbagai wilayah di Serambi Mekkah akan kami simpan di PLB Beurandeh,” terang Ismail.
Dengan besarnya misi yang diusung, Ismail akan menempatkan pengurus Kadin Aceh dari unsur profesional. “Tidak asal pilih, seluruh personel Kadin Aceh akan kami pilih dari individu yang ahli di bidang masing-masing.