IKAPALA Aceh Kecam Penggunaan Gajah Untuk Bersihkan Sisa Banjir di Pidie Jaya

4 Gajah Dikerahkan untuk Atasi Dampak Banjir Bandang di Pidie Jaya IKAPA Aceh Kecam Penggunaan Gajah Untuk Bersihkan Sisa Banjir di Pidie Jaya 22.190 Orang Terdampak Banjir di Pidie Jaya, 29 Meninggal Dunia
BKSDA Aceh kerahkan empat gajah jinak untuk bantu pembersihan material berat usai banjir di Pidie Jaya. Foto: HO for Komparatif.ID.

Komparatif.ID, Banda Aceh— Ikatan Pecinta Alam (IKAPALA) Aceh mengecam pengerahan empat ekor gajah dari Pusat Latihan Gajah (PLG) Saree untuk membantu pembersihan sisa banjir di Pidie Jaya.

IKAPA menilai tindakan itu keliru secara moral dan bertentangan dengan prinsip konservasi satwa liar, terutama karena gajah Sumatera merupakan satwa dilindungi yang saat ini berada dalam kondisi terancam.

Ketua IKAPALA Aceh, Agus Fernanda Anis, menegaskan gajah tidak dapat diposisikan sebagai tenaga bantuan layaknya relawan. Ia menilai penggunaan gajah untuk mengangkut atau membersihkan puing banjir menunjukkan pemahaman yang keliru tentang konservasi.

Menurutnya, gajah membutuhkan perlindungan dan pemulihan habitat, bukan diarahkan untuk menjalankan tugas yang berada di luar perilaku alaminya. Ia menekankan gajah merupakan satwa liar, bukan alat pembersih bencana.

“Gajah bukan relawan kemanusiaan. Mereka satwa liar yang harus dilindungi dan dipulihkan habitatnya, bukan digunakan sebagai alat untuk membersihkan puing banjir,” ujar Agus, Rabu (10/12/2025).

IKAPALA Aceh menilai pengerahan gajah dalam respons pascabencana sebagai cerminan paradoks kebijakan lingkungan di Aceh.

Agus menyebut banjir yang terjadi tidak dapat dilepaskan dari kerusakan habitat gajah akibat perambahan hutan serta alih fungsi kawasan menjadi perkebunan dan permukiman.

Baca juga: FPECI Tolak Penggunaan Gajah untuk Bersihkan Puing Pascabanjir di Pidie Jaya

Ia menyebut kondisi ini sebagai ironi, karena satwa yang terdampak akibat rusaknya hutan justru diminta membantu membersihkan kerusakan tersebut.

“Ini ironi yang menyedihkan. Hutan yang menjadi rumah mereka dirusak manusia, lalu ketika dampaknya kembali kepada kita, gajah yang menjadi salah satu korban utama malah disuruh membantu membersihkan sisa kerusakan,” tegasnya.

Agus menambahkan kapasitas penanganan pascabencana tidak boleh dibebankan kepada satwa liar karena hal tersebut tidak sesuai dengan prinsip kesejahteraan satwa. Ia menilai tindakan itu juga dapat menimbulkan risiko bagi gajah, pawang, maupun masyarakat.

Menurutnya, pemerintah memiliki berbagai teknologi yang memadai seperti ekskavator, loader, water jet, dump truck hingga vacuum truck yang jauh lebih aman dan efektif digunakan dalam proses pembersihan.

IKAPALA Aceh meminta pemerintah daerah serta instansi terkait untuk menghentikan penggunaan gajah dalam operasi pembersihan pascabencana dan mengembalikan satwa tersebut ke kawasan konservasi guna mencegah stres serta gangguan perilaku.

Selain itu, IKAPALA juga mendorong penegakan hukum terhadap perambahan hutan dan rehabilitasi habitat satwa pascabencana. Agus menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa hal terpenting bagi Aceh saat ini adalah memperbaiki tata kelola hutan, bukan meminjam tenaga gajah.

Artikel SebelumnyaISNU Aceh Singgung Kenaikan Biaya Logistik Hambat Penyaluran Bantuan
Artikel SelanjutnyaHak Atas Informasi Kebencanaan, Refleksi Bencana Hidrometeorologi Aceh

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here