Ganjar & Dua yang Terganjal? 

Saifuddin Bantasyam menulis Ganjar mendapat teguran setelah memberikan signal kesiapannya meuju Pilpres 2022. Foto: Doc. Penulis.
Saifuddin Bantasyam menulis Ganjar mendapat teguran setelah memberikan signal kesiapannya meuju Pilpres 2022. Foto: Doc. Penulis.

“Kalau untuk bangsa dan negara, apa sih yang kita tidak siap?” Begitu kata Ganjar Pranowo, Gubernur Jawa Tengah, yang sering bertengger di ranking dua dan kadang-kadang nomor satu dalam berbagai survei tentang capres selama setahun belakangan ini.  

Sejatinya statemen itu sangat bagus, tetapi tak demikian di mata elite PDI-P. Hasto, Sekjen DPP PDI-P melayangkan “Undangan Klarifikasi” kepada Ganjar. Saat bertemu, Hasto memberi peringatan kepada Ganjar untuk berdisiplin. Ganjar pun dikenakan sanksi  (mungkin dalam bentuk teguran lisan itu). 

Ganjar menerima sanksi tersebut dan menyatakan taat kepada keputusan organisasi (bahwa penentuan capres dan cawapres berada di tangan Megawati). Namun, Ganjar juga mengatakan bahwa realitas ada dalam hasil-hasil survei, “dan hasil itu tak bisa diabaikan begitu saja” kata Ganjar. 

Sungguh-sungguhkah PDI-P menjewer Ganjar?     Politik tak selalu hitam-putih. Pengenaan sanksi kepada Ganjar itu bisa juga semacam “gimmick” jika sebenarnya, pada akhirnya, Ganjar menjadi pilihan utama dibanding Puan.  Pemanggilan tersebut akan membuat Ganjar semakin menuai simpati publik. Jarak Ganjar dengan Prabowo dan Anies pun akan semakin tajam. 

Namun, sanksi itu bisa juga sangat sungguh-sungguh.  Dalam beberapa kesempatan, Puan menyatakan kesediaannya untuk menjadi capres, tetapi elektabilitasnya rendah. Statemen Ganjar dapat membuat elektabilitas Puan semakin anjlok. 

Statemen itu juga menjadi semacam bola liar yang akan disambar oleh parpol atau koalisi parpol lainnya. Pengurus daerah beberapa parpol, selain PDI-P, pun ada yang sudah menyatakan dukungan kepada Gubernur Jateng tersebut. Koalisi Indonesia Bersatu (KIB) yang dimotori Golkar, bahkan disebut-sebut sebagai sekoci untuk Ganjar. 

Dua implikasi itu (negatif untuk Puan dan bola liar) pasti sangat disadari oleh PDI-P dan karena itu partai moncong putih itu segera memberi peringatan kepada Ganjar sebelum semuanya menjadi tak terkendali. 

Jika Ganjar diganjal, lain lagi dengan Anies Baswedan. Saat dekralasi, Ketua Umum DPP NasDem Surya Paloh menyatakan menyerahkan kepada Anies tentang siapa yang akan dipilihnya sebagai cawapres. Anies lantas mulai membangun komunikasi, khususnya dengan Partai Demokrat dan Partai Keadilan Sejahtra (PKS), yang diperkiakan akan membentuk koalisi permanen,

Di sinilah masalahnya. Demokrat menyorongkan nama Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) dan PKS juga menyorongkan kadernya—yang semakin mengerucut kepada nama Ahmad Heryawan, mantan Gubernut Jawa Barat.  Langkah Anies pun kemudian tersendat.   Ada semacam jalan buntu yang membuat Anies tak bisa semakin maju dalam memilih cawapresnya. 

Baca juga: Mengacehkan Ganjar Pranowo

Alasannya sederhana saja. Tujuan utama parpol adalah meraih kursi legislatif sebanyak mungkin. Memiliki seorang capres atau cawapres akan berimplikasi kepada munculnya efek ekor jas (coat-tail effect), yang dalam psikologi politik dapat dimaknai sebagai pengaruh figur atau tokoh dalam meningkatkan suara partai di pemilu

Figur atau tokoh tersebut bisa berasal dari capres ataupun cawapres yang diusung. Sederhananya, partai politik akan mendapatkan limpahan suara dalam pemilihan umum anggota legislatif  bila mencalonkan tokoh atau figur yang populer serta memiliki elektabilitas yang tinggi untuk posisi di top eksekutif. 

NasDem diperkirakan akan mendapatkan efek tersebut dengan mencalonkan Anies meskipun Anies sekarang bukan anggota NasDem. Tentu saja Demokrat dan PKS ingin juga mendapatkan limpahan suara itu dengan mencalonkan kadernya sebagai cawapres.  

Keinginan itu adalah hal yang sangat wajar.  Bahkan juga wajar jika setiap partai kemudian tak lagi memusingkan apakah paslon mereka terpilih atau tidak dalam pilpres  sejauh bahwa kursi di parlemen meningkat jumlahnya dibanding 2019 lalu.

Akan halnya NasDem disebut menginginkan calon di luar Demokrat dan PKS, misalnya Panglima TNI Jenderal Andika Perkasa atau Khofifah Indar Parawansa (Gubernut Jatim). 

Namun, hanya ada satu cawapres. Jika koalisi permanen terbentuk, maka cawapres itu kalau bukan dari Demokrat maka ya dari PKS. Akankah dua parpol itu merelakan posisi cawapres bukan kadernya? Ataukah kedua parpol itu sepakat menerima cawapres seperti yang diinginkan NasDem? Jawabannya mungkin ada dalam pertanyaan itu sendiri. 

Pertanyaan selanjutnya, sejauh mana elektabilitas AB-AHY, AB-Aher, AB-Andika, atau AB-Khofifah, jika berpasangan sebagai capres-cawapres? Kalau merujuk kepada hasil-hasil survei, Anies-AHY lebih unggul dibandingkan dengan Anies dengan Aher, Andika, dan Khofifah. 

Survei harian  KOMPAS tentang tren pilihan parpol, kenaikan tingkat keterpilihan Demokrat sangat tajam, dari 4,7% pada Oktober 2019 menjadi 14/0% pada Oktober 2022. Sedangkan PKS, dalam rentang waktu yang sama, hanya bertambah 1% (dari 5.3% pada Oktober 2019 menjadi 6.3% pada Oktober 2022). Aher sendiri, dalam berbagai survei, kurang populer di luar pemilih PKS. 

Lalu, akankah NasDem dan PKS menerima AHY? Ada kekhawatiran bahwa AB-AHY akan menghadapi langkah berat jika berhadapan dengan Prabowo-Muhaimin atau Prabowo-Puan, Ganjar-Airlangga Hartarto, atau Ganjar-Muhaimin, 

Di luar hal tersebut, pemilih di luar dan di dalam  NasDem, Demokrat, dan  PKS, kurang lebih, juga akan melakukan hitung-hitungan juga tentang tingkat keterpilihan itu. Mereka tentu akan lebih dekat kepada capres-cawapres yang diperkirakan punya kans untuk menang. 

 Anies mungkin akan “sakit kepala”, Namun,  langkah mendapatkan cawapres bagi Anies akan mudah saja, jika NasDem sepakat memilih AHY dan PKS juga mendukung, atau Demokrat dan PKS sepakat menerima bukan kader mereka sebagai cawapres. Tinggal bagaimana kemudian “menjual” mereka kepada publik. 

Namun, dalam politik itu, di samping tentang angka, maka ganjal, diganjal, atau terganjal, juga karena rasa. 

 

Artikel SebelumnyaIrwandi Yusuf Bebas,  Istri Inginkan Quality Time Berdua
Artikel SelanjutnyaE Coli Patut Diduga Sebagai Penyebab Gagal Ginjal Anak
Saifuddin Bantasyam
Akademisi Universitas Syiah Kuala.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here