Komparatif.ID, Yogyakarta— Menteri Kebudayaan RI Fadli Zon meyakini bioskop dapat menjadi bagian penting dari perkembangan sektor perfilman dan ekonomi kreatif di Aceh, meski membutuhkan penyesuaian dengan syariat Islam yang diterapkan.
Fadli Zon juga menegaskan usulan pembangunan bioskop yang ia lontarkan saat mengisi kuliah umum di ISBI Aceh hanya sebatas saran, bukan keharusan.
Melansir cnnindonesia.com, Menteri Kebudayaan itu mengaku menyampaikan ide tersebut dalam sejumlah pertemuan, termasuk kepada Wakil Gubernur terpilih Muzakir Manaf dan Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Alhaytar.
“Saya menyarankan, saya menyampaikan ini kepada kemarin juga wakil gubernur terpilih,” ungkapnya di Yogyakarta, Jumat (17/1/2025).
Fadli menyebut Aceh, sebagai satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan hukum syariat Islam, memiliki karakteristik khusus yang harus diperhatikan dalam mewujudkan ide ini.
Ia mencontohkan sejumlah negara Timur Tengah seperti Qatar dan Arab Saudi yang telah mengembangkan industri bioskop meski sama-sama menerapkan syariat islam.
Baca juga: Sineas Aceh Nilai Fadli Zon Tak Paham Trend Budaya Digital
Arab Saudi, misalnya, mencabut larangan bioskop setelah 35 tahun pada 2018 dan menargetkan memiliki 300 bioskop dengan 2.000 layar pada 2030.
Sementara itu, Qatar telah memiliki bioskop sejak 1972 dan terus mengembangkannya hingga 2022 dengan lebih dari 160 bioskop serta berbagai festival film internasional.
“Tapi di negara-negara Islam di Timur Tengah kan juga banyak bioskop. Coba, kalau kita lihat di Doha, di Arab Saudi, banyak bioskop,” katanya.
Fadli juga mengakui platform Over The Top (OTT) kini menjadi alternatif populer untuk menikmati film. Namun, menurutnya, keberadaan bioskop tetap penting karena memberikan pengalaman sinematik yang tidak dapat digantikan oleh menonton dari rumah.
Ia menyoroti keterbatasan jumlah bioskop di berbagai daerah di Indonesia, termasuk Sumatera Barat, sebagai contoh kurangnya akses masyarakat terhadap fasilitas ini. Kondisi tersebut, menurut Fadli, seharusnya menjadi perhatian dalam upaya memajukan perfilman nasional.
Baca juga: Menteri Kebudayaan Sebut Bioskop Harus Kembali Hadir di Aceh
Keberadaan bioskop menurut Fadli Zon bukan hanya soal menonton film, tetapi juga membangun ekosistem ekonomi kreatif yang lebih luas. Ia menekankan pentingnya bioskop sebagai pusat aktivitas yang melibatkan berbagai sektor seperti kuliner, diskusi, dan hiburan lainnya.
Perfilman Indonesia diprediksi memiliki potensi kekayaan intelektual hingga Rp130 triliun dan dapat menciptakan 400-500 ribu lapangan kerja, dan jadi salah satu sektor penting ekonomi kreatif.
Meski demikian, Fadli tidak menutup mata terhadap tantangan yang ada, terutama terkait regulasi di Aceh seperti Qanun atau peraturan daerah berbasis syariat Islam.
Ia menyadari implementasi bioskop di Aceh memerlukan adaptasi yang sesuai dengan nilai-nilai lokal. Namun, ia tetap optimis bahwa solusi dapat ditemukan, mengingat manfaat besar yang dapat diberikan bioskop bagi masyarakat Aceh, baik dari sisi budaya maupun ekonomi.
“Jadi itu suatu ekosistem, environment. Nah, jadi termasuk di Aceh juga ya, memang di Aceh mungkin masih ada kendala terkait dengan Qanun. Nah, tentu harus ada adaptasi.” pungkasnya.
Sebelumnya, sineas Aceh sekaligus peraih Piala Citra 2021 Davi Abdullah mengkritik pernyataan Fadli Zon yang menyebut Aceh harus memiliki bioskop.
Davi menilai Fadli Zon tidak memahami perkembangan dunia digital dan trend yang sedang bertumbuh. Wacana Fadli Zon menghidupkan kembali bioskop di Aceh, merupakan hal yang sudah ketinggalan zaman.
Sutradara Three Faces in the Land of Sharia itu mengatakan pandangan kebudayaan untuk Aceh bukan hanya sebatas mendirikan bioskop, jika hanya berpandangan terkait bioskop, Menteri Kebudayaan berpandangan mundur.
“Tentang bioskop dan syariat Islam memang penting, tetapi kita tidak bisa menafikan kenyataan bahwa cara orang menonton film sekarang jauh lebih fleksibel. Banyak penonton kini memilih untuk menikmati film melalui platform digital,” kata Davi.