Komparatif.ID, Banda Aceh—Doto Zaini—Zaini Abdullah, mengatakan Direktur Utama Bank Aceh Syariah (Dirut BAS) harus orang Aceh. Tak ada tawar menawar, karena bank tersebut milik rakyat Aceh. Sementara itu, Prof. Dr. Mukhlis Yunus dan Azhar Abdurahman, mengatakan bilapun wajib orang Aceh, maka harus memenuhi persyaratan, jangan dipaksakan, bila tak ingin BAS bekerja tanpa tujuan.
Tiga orang tersebut hadir pada Focus Group Discussion (FGD) yang digelar Forum Pemred SMSI Aceh, Rabu (1/3/2023) di Hotel Kyriad Muraya, Banda Aceh. Kegiatan itu dimoderatori oleh Nurdin Syam, yang merupakan Ketua Forum Pemred Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Provinsi Aceh.
Zaini Abdullah dalam acara yang diikuti 20 pemimpin redaksi yang bernaung di dalam Forum Pemred SMSI Aceh, menyebutkan bahwa dirinya merupakan aktor yang mengubah Bank Aceh menjadi Bank Aceh Syariah. Peristiwa penting itu dilaksanakan pada 25 Mei 2015.
Baca juga: Dirut Bank Aceh Ditentukan Awal Maret 2023
Saat itu Zaini Abdullah dalam kapasitasnya sebagai Gubernur Aceh berjuang sangat serius mengganti Bank Aceh dari sistem konvensional ke Syariah, demi menyelamatkan transaksi perbankan tersebut dari praktik riba.
Sebagai salah satu kebanggaan Aceh, perbankan daerah yang kini bernama Bank Aceh Syariah harus dipimpin oleh orang Aceh asli; Aceh tulen.
“Soal Bank Aceh, Dirut BAS harus orang Aceh asli. Kalau orang luar jangan. Siapapun jangan jadi Pang Tibang (pengkhianat-red) demi memuluskan kepentingan pribadi. Jangan jual Aceh.
Kita telah gagal mendapatkan Pj Gubernur Aceh dari putera Aceh asli. Kenapa gagal, karena ada Pang Tibang yang terpengaruh peng griek. Jangan sampai kita juga gagal Dirut BAS orang Aceh tulen,” sebut Doto Zaini, yang sebelum perjanjian damai memegang tampuk Menteri Kesehatan di kabinet Aceh Merdeka yang dipimpin oleh Wali Neugara Aceh Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Dalam kesempatan itu, berkali-kali Zaini Abdullah menekankan supaya Dirut BAS dipilih dari kalangan Aceh tulen, bukan orang luar.
Penting Dirut BAS Orang Aceh, Tapi Harus Penuhi Syarat
Profesor Dr. Mukhlis Yunus,S.E.,M.S, yang juga tim kerja Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki mengatakan sangat penting Bank Aceh Syariah dipimpin oleh orang Aceh. Akan tetapi dunia perbankan bukanlah ajang persilatan.
Supaya Bank Aceh Syariah dapat dikembangkan menjadi perbankan daerah yang memiliki tingkat persaingan di level tertinggi, haruslah dipimpin oleh sosok yang memiliki integritas, memiliki kompetensi perbankan, memiliki kemampuan sebagai agent of develop, dan bervisi besar.
Masalah selama ini yang melingkupi Bank Aceh Syariah, kata Mukhlis Yunus, perbankan tersebut belum mampu menyentuh pelaku UMKM yang visible namun belum bankable. Pelaku usaha sangat mikro yang jumlahnya sangat banyak, belum dijadikan target mitra oleh Bank Aceh Syariah. Padahal kebutuhan permodalan mereka hanya Rp500 ribu per orang.
“Bank Aceh Syariah miliknya rakyat Aceh. Modalnya berasal dari uang rakyat Aceh, tapi pengalaman yang sudah, justru BAS yang belum terjun ke pelaku ekonomi sangat mikro. Dengan dalih belum bankable rakyat di tingkat akar rumput, tak kunjung diberikan dukungan permodalan,” sebut Mukhlis Yunus.
Untuk mengubah cara kerja supaya lebih berguna kepada rakyat Aceh, Dirut BAS ke depan bukan semata harus orang Aceh. Tapi harus pula orang Aceh yang memiliki integritas teruji, memiliki kompetensi perbankan, bervisi masa depan, dan tidak berlaku seperti raja; hanya mau dilayani, tapi tak mau melayani.
Perihal tudingan bahwa Pj Gubernur Aceh Achmad Marzuki ikut bermain di dalam penentuan Dirut BAS, Mukhlis Yunus mengatakan tudingan tersebut tak mendasar. Karena secara tahapan seleksi, ketika Achmad Marzuki menjadi Pj Gubernur Aceh, tahapan seleksi sudah memasuki gate ke-8. Bila ada persoalan yang menyebabkan berlarut-larutnya proses seleksi, terjadi sebelum AM masuk ke Aceh sebagai gubernur.
“Coba periksa, Achmad Marzuki menjadi Pj Gubenur Aceh ketika seleksi sudah pada tahapan 8. Ia justru memperlancar proses seleksi yang sempat terhambat sebelumnya,” sebutnya.
Mukhlis juga mengatakan, di Aceh semua hal dipolitikkan. Termasuk dalam seleksi Dirut Bank Aceh Syariah yang kini hanya tersisa dua nama. Bahkan ada yang menggunakan isu-isu primordial demi memuluskan keinginan camat menjadi gubernur.
“Kita harus jernih. Perihal Dirut Bank Aceh bukan main-main. Salah menempatkan orang maka perbankan yang kita banggakan akan hancur,” imbuhnya.
Dirut BAS Harus Punya Kapasitas
Sekretaris Komisi III DPRA Azhar Abdurahman yang ikut menjadi pembicara FGD berjudul “Agar Bank Aceh Terjaga” mengatakan selama ini Bank Aceh Syariah belum mampu menjadi kompetitor, bahkan di tingkat Sumatera. Ekspansi mereka sangat lemah, kalah jauh dari Bank Syariah Indonesia (BSI) Aceh yang sangat aktif mendulang nasabah pada berbagai kalangan.
Politisi Partai Aceh yang juga Bupati Aceh Jaya dua periode tersebut memberikan tamsilan, bila Direktur Utama PT Bank Aceh Syariah tidak dipilih dari personal yang mumpuni dalam segala hal di bidang perbankan, maka nasibnya akan seperti telepon genggam Nokia dan Blackberry. Kalah dan hancur karena enggan mengembangkan diri di tengah laju perkembangan teknologi.
“Lihatlah selama ini, selain sekadar menggarap gaji PNS, apa yang dilakukan oleh Bank Aceh Syariah? Lihatlah statistik, sejauh mana perekonomian kita timpang dibandingkan Sumatera Utara? Padahal kita punya BAS yang memiliki uang sangat banyak. Apa yang mereka lakukan?” kata Azhar Abdurahman.
Bila menginginkan dunia usaha di Aceh maju, perekonomian bergerak cepat, dan laju inflasi dapat ditekan seminim mungkin, maka salah satunya dengan memperkuat Bank Aceh. Untuk menaikkan daya kompetisi sebagai kompetitor unggulan, Bank Aceh harus dipimpin oleh direktur yang kuat, berintegritas, memiliki pengetahuan luas tentang perbankan, telah terbukti berkinerja baik, memiliki kecakapan perbankan yang berlisensi.
“Kita sepakat orang Aceh. Tapi orang Aceh yang seperti apa? Bila Dirut BAS tidak memenuhi syarat, maka sampai kiamat ekonomi Aceh akan menjadi penghambat kemajuan ekonomi Aceh. Kita saat ini menginginkan Dirut BAS yang memiliki kapasitas, siapapun dia,” sebutnya.
Azhar memberikan tamsilan, bila ada keuchik tapi memiliki kapasitas seperti Menteri, maka ia akan memberikan dukungan. Tapi bila orang punya keinginan menjadi gubernur tapi kemampuan tidak lebih hebat dari keuchik, maka itu tak perlu didukung.
Saat ini BAS membutuhkan direktur yang rajin, berintegritas, berkinerja baik, teruji, dan tahu apa yang harus dikerjakan memajukan ekonomi melalui bank yang dipimpin.
Ia juga menjelaskan, sebenarnya sebagai pemegang saham dominan, Pj Achmad Marzuki dapat saja menentukan siapa yang akan menjadi Dirut BAS. Tapi ia tidak melakukannya dan memilih membuka keran demokrasi, suapa semua orang dapat memberikan pikiran demi memajukan Bank Aceh.