Kisah Perempuan yang Dipaksa Nikah Dini di Serambi Mekkah

nikah dini
Ilustrasi. Dikutip dari beritasatu.com.

Dara (bukan nama sebenarnya) mengira nikah dini di usinya yang masih di bawah 19 tahun, akan menghadirkan kebahagiaan seperti di film-film Bollywood. Ternyata ia justru terjerembab dalam bala yang tidak berujung.

Nikah muda menjadi pilihan yang tidak bisa dielakkan oleh Dara. Ia merupakan perempuan yang lahir dari keluarga miskin di Aceh Utara. Keluarganya penerima Program Keluarga Harapan di kabupaten tersebut.

Ayah dan ibunya memilih menikahkan Dara pada usia di bawah 19 tahun, demi mengurangi beban ekonomi keluarga. Mereka berharap setelah menikah, tanggung jawab memberi makan beralih ke suami Dara.

Dara tidak bisa menolak. Meski saat itu belum lulus SMP, dia akhirnya menikah dengan remaja pilihan hatinya yang bekerja sebagai nelayan. Dara berangan-angan, setelah menikah hidupnya akan lebih baik.

Dia memendam mimpi, sang pria belahan jiwa akan mencintainya dengan penuh kelembutan. Akan menjaganya seperti pria-pria romantis di sinema Hindustan.

Baca: Gegara Sabu Suamiku Masuk Penjara, Keluargaku Hancur

Tapi, apa yang dia angankan, jauh panggang dari api. Ibarat pungguk merindukan bulan. Bahagia yang ia bayangkan, justru petaka yang menghampiri.

Pada kehamilan pertama, Dara mengalami gangguan kesehatan. Tubuhnya sangat lemah. Karena tidak ada uang dan jauh dari pusat layanan kesehatan yang representatif, remaja tersebut hanya dibawa ke posyandu dan bidan desa. Bahkan ke puskesmas pun tidak karena jaraknya yang sangat jauh.

Pada usianya kandungan sembilan bulan, Dara melahirkan bayi dengan kondisi Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Bayinya hanya memiliki berat badan 2,2 kilogram, panjang 48 centimeter.

Bayi tersebut mengalami gizi buruk, serta divonis stunting sejak usia dua bulan. Bukan hanya anaknya, Dara juga mengalami gizi buruk. Produksi air susu ibu miliknya juga sangat kurang.

Sejak menikah, keduanya seringkali cekcok. Dara sering harus mengalah, karena suami merupakan orang yang wajib ia hormati. Dia tidak berani terlalu melawan, takut dosa.

Melati (bukan nama sebenarnya) seorang perempuan belia yang lahir pada tahun 2005 di Kuala Simpang, Aceh Tamiang. Sejak kecil dia tidak melihat kehangatan di dalam keluarga.

Ayah dan ibunya bercerai kala Melati berusia tujuh tahun. Sebelum orangtuanya bercerai, dia selalu melihat mereka bertengkar.

Baca: Iwan Dukun, Preman Besar Pendukung Aceh Merdeka

Setelah bercerai, ibunya Melati merantau ke Malaysia sebagai pekerja migran. Ayahnya Melati menikah dengan perempuan lain dan tinggal tidak jauh dari kampung Melati tinggal.

Melati dipungut oleh neneknya, supaya ada yang memberikannya makan dan perlindungan.

Pada suatu ketika, Melati dan pacarnya sebut saja bernama Terong (24), ditangkap warga. Mereka digerebek pada pukul 23.00 WIB. Mereka tertangkap basah sedang khalwat di rumah sang pacar di tengah malam buta.

Melati mengaku tidak melakukan apa pun selama mereka berdua-duaan. Tapi tidak ada yang percaya. Semua berasumsi bila Melati berdusta. Tidak mungkin berduaan di dalam sepi di malam buta, mereka tidak berbuat aneh-aneh.

Malam itu, baik petua kampung, hingga keluarga Melati sepakat dua insan tersebut dinikahkan secara siri dengan mahar 0,19 gram emas. Mereka dinikahkan tanpa pencatatan resmi di KUA pada Oktober 2023. Pihak lelaki uring-uringan.

Pernikahan tak tercatat oleh negara dilakukan di rumah Melati, dihadiri oleh datok (keucik/kepala desa), aparatur desa, dan keluarga.

Mengapa mereka dinikahkan secara siri? Karena keluarga Terong menolak pernikahan keduanya dicatat di dalam dokumen negara.

Bukan hanya itu, Melati juga dimaki-maki oleh keluarga si Terong. Bahkan ia juga nyaris dipukuli oleh ayahnya—pria yang menelantarkan dirinya sejak kecil. Sang ayah merasa mukanya telah dicoreng dengan arang oleh putrinya.

Setelah menikah, dia dan suaminya tidak pernah bertemu lagi. Keduanya dengan sengaja dijauhkan. Pernikahan dini dan siri keduanya hanyalah formalitas, supaya keluarga Terong lepas dari masalah.

Setelah peristiwa penggerebekan dan pernikahan paksa itu, Melati tidak lagi melanjutkan pendidikannya ke SMA. Dia tidak berani ke sekolah, karena kabar tentang peristiwa yang ia alami, telah menyebar hingga ke sekolah.

Dia takut dirundung. Di Aceh dinikahkan secara siri setelah ditangkap oleh warga, merupakan aib tak termaafkan. Akan menjadi bahan gunjingan tak henti-hentinya. Apalagi pelakunya berasal dari keluarga miskin.

Di kampungnya itu, perempuan belia tersebut juga mendapatkan perundungan, dihina sebagai wanita buruk perangai yang tenggelam dalam pergaulan bebas.

Nikah Dini Demi Hindari Cambuk

Lain lagi kisah Bunga (bukan nama sebenarnya). Perempuan belia di Aceh Besar itu harus nikah muda pada usia 16 menuju 17 tahun. Dia dipaksa nikah muda setelah ditangkap tatkala sedang berduaan dengan pacarnya.

Bunga merupakan anak piatu. Ibunya meninggal tahun 2022. Setelah ibunya meninggal, ayah Bunga menikah lagi.

Saat itu bunga masih mondok di sebuah pesantren di Aceh Besar. Karena ibunya meninggal dan ayahnya menikah lagi, dia memutuskan berhenti mondok, meskipun saat itu dia belum lulus SMP. Dia mengaku tidak betah.

Pada suatu malam, dia yang sedang berduaan dengan pacarnya—sebut saja bernama Pisang Wak—yang berusia 20 tahun, digerebek warga. Warga yang marah dengan kelakuan keduanya, membawa mereka ke aparatur desa.

Aparatur desa hanya memberikan dua pilihan. Mereka nikah dini –pada saat itu juga- atau dilaporkan ke Wilayatul Hisbah Aceh Besar, dengan konsekuensi akan dicambuk di depan umum.

Akhirnya, tanpa pilihan lain, Bunga bersedia dinikahkan. Pernikahan dini secara siri itu berlangsung tahun 2023. Dia tidak memiliki dokumen apa pun terkait pernikahan itu. Seorang penghulu liar hanya membekalinya selembar surat keterangan.

Setelah menikah, dia diboyong ke rumah keluarga Pisang Wak di Banda Aceh. Meski telah menikah, mereka tidak memiliki kartu keluarga.

Pisang Wak bekerja sebagai mekanik di sebuah bengkel di Banda Aceh. Pendapatannya tidak menentu. Hubungan mereka tidak harmonis. Tiga bulan setelah menikah, tepatnya pada Juni 2023, Bunga diceraikan.

Setelah diceraikan, Bunga baru menyadari bhawa dirinya telah mengandung janin hasil hubungan dengan Pisang Wak. Dia dilanda bingung. Di usia sangat muda, dia harus menerima kenyataan ditangkap, dinikahkan, dan kemudian diceraikan. Kini hamil pula.

Bunga pusing tujuh keliling. Di tengah keputusasaan, dia mencoba menggugurkan kandungannya. Tapi usahanya gagal.

Mengapa ia ingin menggugurkan kandungan? Karena dirinya merasa tidak mampu mengurus bayinya kelak. Dia sebatang kara, janda, miskin, dan telah distigma sebagai perempuan tidak baik oleh masyarakat. Dia menanggung beban ganda.

Akhirnya, setelah mendapatkan dukungan dari kades puskesmas dan staf LSM Flower Aceh, perempuan belia yang nikah muda tersebut melahirkan bayi laki-laki. Dia pun diberikan perlindungan oleh lembaga tersebut.

Pernikahan di Bawah 19 Tahun Marak di Aceh

Tiga kisah kasus nikah dini yang dicuplik di atas, merupakan contoh kasus dari hasil penelitian yang dilakukan oleh Flower Aceh beberapa waktu lalu. Tiga kisah tersebut diangkat sebagai contoh dari banyaknya kasus dampak buruk pernikahan dini –usia salah satu atau kedua mempelai di bawah 19 tahun.

Staf LSM Flower Aceh Geubrina R, Jumat (24/5/2024) dalam diskusi publik bertajuk “Peran Media dan Jurnalis Perempuan Mencegah Perkawinan Usia di Bawah 19 Tahun” yang digelar komunitas Aceh Bergerak bekerja sama dengan Flower Aceh, mengatakan berdasarkan hasil penelitian ldentifikasi Perubahan Tren Perkawinan di Bawah Usia 19 Tahun  Pasca UU No. 16/ 2019 dan di Masa Covid 19 di Perdesaan dan Miskin Kota, Daerah  3T di Pulau  Sumatera, banyak faktor yang menyebabkannya lahirnya nikah dini.

Faktor-faktor yang mendorong terjadinya nikah dini—pernikahan di bawah usia 19 tahun—seperti upaya orangtua mengalihkan tanggung jawab ekonomi. Alasan utamanya kemiskinan.

Kemudian, prioritas pendidikan terhadap perempuan lebih kecil ketimbang pria. Sehingga perempuan belia putus sekolah lebih banyak ketimbang pria.

Selanjutnya stigma di masyarakat bahwa perempuan yang tidak memiliki kegiatan, harus secepatnya menikah.

Faktor lainnya, karena saling mencintai dan segera ingin menikah demi menggindari zina. Nikah dini juga karena tertangkap atau ditangkap saat sedang berdua-duaan di tempat sepi, baik telah melakukan hubungan badan, maupun sebatas berkhalwat.

Ada juga nikah dini yang dipicu media sosial. Mereka terpengaruh dengan pesta pernikahan yang indah dan mewah yang dilihat di media sosial.

Nikah dini juga dipicu oleh hamil di luar nikah, dan ketidakpahaman mereka tentang kesehatan reproduksi. Keluarga juga berperan besar dalam mewujudkan nikah diri. Mereka dari keluarga broken home, seringkali dipaksa nikah dini dengan berbagai alasan.

Geubrina menyebutkan, nyaris semua yang terlibat tidak menyadari tentang dampak buruk nikah dini –di bawah usia 19 tahun. Khususnya dampak buruk terhadap perempuan.

Dengan bekal pengetahuan yang masih minim, rumah tangga yang dibangun pada usia sangat belia, seringkali tenggelam dalam KDRT. Suami merasa punya hak tanpa batas atas istrinya, sedangkan istri merasa dirinya tidak punya ha katas dirinya sendiri.

KDRT menyebabkan lahirnya masalah lainnya yaitu gangguan psikologi, perceraian, dan lainnya. Di sisi medis, pernikahan di usia di bawah 19 tahun, sangat rentan bagi perempuan karena alat reproduksinya belum siap 100 persen.

Dampaknya, selain merusak tubuh perempuan, juga tidak jarang kematian ibu dan anak saat atau setelah proses persalinan.

Kabid Perlindungan Perempuan dan Anak, Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Aceh, Tiara Sutari, menyebutkan pernikahan di bawah usia 19 tahun sangat marak di Aceh.

Jumlah penduduk Aceh yang nikah dini–perkawinan di bawah usia 18 tahun—pada pernikahan pertama, berdasarkan data SUSENAS 2023 mencapai 4.106.

Enam kabupaten tertinggi nikah dini pada pernikahan pertama berdasarkan SUSENAS 2023 yaitu Subulussalam, Aceh Utara, Aceh Timur, Aceh Barat, Gayo Lues, dan Bireuen.

Jumlah nikah dini yang tercatat di Kemeng Aceh juga sangat fantastis. Dari tahun ke tahun angkanya sangat tinggi. Tahun 2023, jumlah nikah dini mencapai 671. Tahun sebelumnya 651. Tahun 2021 730, dan tahun 2020 637.

Artikel SebelumnyaRiset Mendalam Punya Peran Besar Kesuksesan Film
Artikel SelanjutnyaRahasia Kelezatan Rujak Aceh Ternyata Bersumber dari Buah Ini
Muhajir Juli
Jurnalis bersertifikat Wartawan Utama Dewan Pers. Penulis buku biografi, serta tutor jurnalistik.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here