
Komparatif.ID, Meureudu—Seorang ODGJ di Pidie Jaya mengundang tawa renyah. Pria dempet kawat itu berpakaian ala-ala kyai, dan mengaku derajatnya di atas habib.
Boihaqi (40) warga Gampong Cot Langgien, Kecamatan Bandar Baru, Pidie Jaya, sudah beberapa waktu lalu mengalami gangguan jiwa. Baru-baru ini, kemana-mana ia sering membawa senjata tajam.
Orang tuanya resah. Fatimah, ibunya Baihaqi membuat laporan kepada pemerintah, meminta supaya menjemput putranya yang sudah tidak lagi stabil kejiwaannya.
Baca: 21 Ribu Penduduk Aceh Berstatus ODGJ
Penjabat Bupati Pidie Jaya Dr. Teuku Ahmad Dadek, bersama Direktur Rumah Sakit Jiwa Aceh dr. Hanif, pada Jumat (7/2/2025) bergegas ke Cot Langgien.
Saat rombongan tiba, Boi, demikian Baihaqi dipanggil di kampungnya, sedang duduk di teras sebuah bangunan berkontruksi kayu.
Penampilannya seperti seorang rohaniawan. Sekilas ia tidak mirip ODGJ. Sekujur tubuhnya dibalut dengan baju thobe warna putih. Kepalanya ditutup dengan kaffiyeh motif petak-petak kecil warna merah dan putih. Di lehernya digantung selembar sarung yang dilipat rapi.
Pria bertubuh semampai, berkulit coklat dan berjenggot itu, tidak beranjak dari kursinya ketika Dadek dan Hanif datang. Dia menyambut ramah selayaknya seorang agamawan senior.
Pertemuan itu berlangsung jenaka. ODGJ itu mengaku memiliki tingkat [derajat] di atas habib. Dia sudah pada tataran wali.
Dadek, Hanif, dan orang-orang yang berkumpul di sana, tertawa mendengar pengakuan Boi yang disampaikan dengan sangat santai.
Setelah berbincang-bincang, Boi mempertanyakan siapa pria gempal di depannya. Dadek menjawab dia Pj Bupati. Boi dengan gaya sangat santai mempertanyakan, apakah Dadek Pj asli atau bukan. Tawa hadirin meledak. Dadek juga ikut tertawa.
Boi meminta air minum. Sembari mengelus kerongkongannya, dia mengaku haus. Dadek menyerahkan dua botol air mineral. Satu untuk Boi, satu untuk Dadek. Tapi khusus milik Dadek, harus terlebih dahulu dirajah oleh Boi. Demikian pinta Kepala Bappeda Aceh tersebut.
Boi sempat menolak merajah. Ia mengaku sedang kurang sehat. Tapi Dadek meyakinkan bahwa air itu perlu dirajah.
Boi tidak menolak lagi. Sembari menyerahkan botol itu kepada Dadek dia membacakan ta’awudz dan basmallah. Dadek menerima air tersebut dan kemudian meminumnya.
Proses membujuk pria gila itu supaya bersedia ikut ke Banda Aceh, tidak memakan waktu lama. Dia bersedia dirawat di fasilitas kesehatan milik pemerintah di ibukota Aceh.
Kepada Komparatif.ID, Teuku Ahmad Dadek mengatakan Boihaqi awalnya tidak termasuk ODGJ yang akan dibawa ke Banda Aceh. Dia tidak dipasung. Akan tetapi ibunya sudah takut bertemu Boi. Demikian juga warga di sana. Sebab saban hari Boihaqi menenteng senjata tajam.
Sebelum terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, ibunya menyerahkan sang putra kepada pemerintah.
Lain lagi kisah Ridwan (32) seorang pria gila di Gampong Keude Ule Glee, Kecamatan Bandar Dua, Pijay. Dia sudah beberapa waktu hidup sendiri pada rumah milik orangtuanya. Rumah itu gelap gulita. Ibunya tidak lagi berani pulang.
Saat Ridwan dijemput, adiknya menangis, dan berharap abangnya segera sembuh dari gangguan jiwa.
Kisah haru terjadi saat Dadek menjemput ODGJ bernama M. Daud (30). Warga Rieng Blang, Meureudu itu sudah 10 tahun mengidap gangguan jiwa. Dia pernah dibawa berobat, tapi tidak sembuh. Sejak Desember 2010 keluarganya mengurung M. Daud di dalam sebuah kamar.
Saat Dadek dan Hanif datang, ibunya M. Daud yang bernama Sairah Ubit, menangis. Ia khawatir putranya tidak terawat bila dibawa ke Banda Aceh.
“Sigohlom tsunami shat jih, Bapak. Lheuh tsunami saket jih (Sebelum tsunami dia sehat, Bapak. Dia sakit setelah tsunami)” terang Sairah.
Dulu ia sempat dirawat selama 18 bulan di RSJ Banda Aceh. setelah sembuh, dikembalikan kepada keluarga. Akan tetapi, delapan bulan kemudian, Daud kambuh lagi. Ia pergi ke sana kemari. Akhirnya Sairah memutuskan merantainya.
Teungku Hasan, ayahnya Daud merupakan orang paling dekat dengan ODGJ tersebut. Sang ayah sering membawa Daud ke pantai, sekadar memberikan kesegaran di dalam jiwanya. Tapi delapan tahun lalu Teungku Hasan meninggal dunia.
Saat kamar tempat Daud dibuka, Kapolres Pidie Jaya AKBP Ahmad Faisal Pasaribu diberikan kepercayaan membukakan gembok yang mengunci rantai besi. Rantai besi itu dipasang melintang di pintu tripleks.
Mulai Jumat, 7 Februari 2025, Pidie Jaya sudah bebas pasung. Delapan ODGJ yang selama ini dipasung oleh keluarga masing-masing, telah seluruhnya di bawa ke Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Aceh.
“Pidie Jaya telah bebas pasung mulai hari ini,” kata Dadek.
Dadek mengatakan, para ODGJ secara umum berasal dari kalangan masyarakat miskin. Penyebab mereka mengalami gangguan jiwa, karena masalah keluarga. Pengidap skizofrenia hanya bisa sembuh secara klinis saja. Mereka bergantung pada obat sepanjang hidupnya.
Dadek mengatakan meskipun nanti ODGJ tersebut telah sembuh secara klinis, memulangkan mereka kembali ke kampung halaman, juga dilematis. Selain warga tidak percaya lagi kepada mereka—apalagi bila menggunakan senjata tajam–, obat juga berpotensi tidak diminum secara rutin.
Untuk persoalan tersebut, Pemerintah Aceh sudah memiliki jalan keluar. Para ODGJ yang nanti dinyatakan sembuh secara klinis, akan ditempatkan di Kuta Malaka, Aceh Besar. Di sana Pemerintah Aceh memiliki fasilitas rehabilitasi psikososial, berupa gedung dan lahan pertanian di atas tanah seluas 26 hektar.
“Nanti mereka diberikan pekerjaan mengelola lahan pertanian, sembari diawasi secara ketat oleh petugas,” kata Dadek.
Stop Pasung untuk ODGJ
Penjabat Gubernur Aceh Dr. Safrizal ZA, Jumat (7/2/2025) pagi di Pendopo Bupati Pidie Jaya, meluncurkan program stop pasung sebagai bagian dari upaya Aceh menuju eliminasi praktik pasung terhadap Orang Dengan Gangguan Jiwa (ODGJ).
Dalam pidatonya di hadapan seluruh penjabat bupati dan wali kota, Safrizal mengatakan pasung terhadap ODGJ bukanlah solusi. Atas alasan kemanusiaan, ia mengimbau seluruh rakyat Aceh menghentikan pemasungan terhadap ODGJ.
Imbauan itu bukan sekadar melarang, tapi juga berisi tindakan nyata, menjemput ODGJ untuk dibawa ke RS Jiwa di Banda Aceh.
Safrizal mengintruksikan kepada seluruh kepala daerah tingkat II di Aceh, supaya mengirimkan data lengkap daftar ODGJ yang telah dipasung. Pemerintah Aceh akan mengirimkan tim kesehatan untuk memeriksa dan menjemput ODGJ tersebut.