Komparatif.ID, Banda Aceh— Pemerintah Aceh sepanjang 2017 hingga 2024 menggelontorkan dana hibah mencapai Rp6,4 triliun. Rp308,3 miliar diantaranya dikucurkan untuk enam instansi vertikal.
Berdasarkan catatan Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Banda Aceh dan Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA), per tahun rata-rata dana hibah yang bersumber ABPA menyedot anggaran hingga Rp805,9 miliar.
“Pemerintah Aceh mengalokasikan Belanja Hibah sejak tahun 2017 hingga tahun 2024 sebesar Rp6,4 triliun. Dari angka tersebut, sebesar Rp308,3 miliar dikucurkan untuk enam instansi vertikal,” tutur Kepala Program LBH Banda Aceh, Hafidh, pada konferensi pers di kantor MaTA, Selasa (21/1/2025).
Hafidh menjelaskan instansi vertikal tersebut adalah TNI, Kepolisian Daerah, Kejaksaan, Badan Intelijen Negara Daerah (Binda), Badan Narkotika Nasional Provinsi (BNNP) Aceh, Badan Intelijen Strategis Tentara Nasional Indonesia (BAIS), dan Pengadilan Tinggi Aceh.
Kepala Program LBH Banda Aceh menuturkan alokasi dana hibah untuk instansi-instansi vertikal tersebut membebani keuangan Aceh. Padahal Pendapatan Asli Aceh (PAA) dalam periode 2017-2024 hanya sebesar Rp2,4 triliun, sementara total rata-rata APBA dalam rentang waktu yang sama mencapai Rp14,9 triliun.
Baca juga: Pada 2024 Aceh Catat 31 Kasus Korupsi, Kerugian Capai Rp56,8 M
“Kita tahu Aceh sangat bergantung dengan anggaran dari Pusat, bahkan kita setiap tahun selalu (berupaya) melobi tambahan anggaran. Tapi kenapa instansi pusat di daerah harus kita biayai?,” lanjutnya.
Hafid menjelaskan dari dana hibah Rp308,3 miliar tersebut, kepolisian daerah mendapatkan alokasi terbesar sebesar 37 persen, disusul Kejaksaaan Tinggi Aceh 27 persen, dan TNI sebesar 26 persen.
Lebih lanjut, Hafidh mengatakan dana hibah instansi vertikal tersebut paling banyak digunakan untuk pembangunan/rehab kantor sebesar 53 persen, fasilitas rumah dinas 19 persen, dan fasilitas olahraga 15 persen.
“Sisanya untuk belanja kendaraan dinas dan peruntukan lain-lain seperti pagar, kanopi, area parkir, taman, jalan komplek perkantoran,” ungkapnya.
Berkaca dari data tersebut, Hafidh menuturkan pemberian hibah untuk instansi enam instansi vertikal berpotensi menyalahi aturan sesuai yang diatur dalam Pergub Aceh nomor 115 tahun 2018.
Ia menegaskan hibah dapat disalurkan bila memenuhi syarat dan urgensi untuk mendukung penyelenggaran Pemerintah Aceh dengan memperhatikan prinsip keadilan, kepatuhan, rasional, serta yang terpenting manfaat untuk masyarakat.
“Masih sangat banyak urusan wajib Pemerintah Aceh yang belum dicapai sehingga mengalokasikan belanja hibah yang nominalnya sangat besar, apalagi hibah untuk (instansi) pusat sangat tidak patut dilakukan,” tegasnya.
Karena itu, Hafidh menuturkan LBH Banda Aceh dan MaTA mendesak Pemerintah Aceh dan DPR Aceh menghentikan pengalokasian dana hibah untuk instansi vertikal.
“Mendesak pemerintah baik eksekutif dan legislatif menghentikan pengalokasian dana hibah untuk instansi vertikal di Aceh,” imbuhnya.
Menurutnya dana tersebut seharusnya dialokasikan untuk mempercepat pengentasan kemiskinan serta kesejahteraan masyarakat, termasuk pemenuhan hak-hak korban konflik untuk mendapatkan reparasi.